Sunday, March 29, 2009

DAN LOKASI BENCANA PUN BERUBAH JADI OBJEK WISATA...

Ternyata niat orang buat datang ke lokasi bencana Situ Gintung, Cireundeu, Tangerang Selatan, macam-macam. Ada yang niatnya buat menyumbang, entah itu menyumbang tenaga buat membantu mencari korban tewas atau hilang, atau menyumbang uang, pakaian, dan makanan. Ada yang menyumbang doa. Ada pula yang menyumbang lagu. Eh, ini bohong, ding! Yang benar ada anggota keluarga yang datang buat mencari keluarga yang masih hilang entah kemana. Banyak pula yang niat datang jauh-jauh buat jalan-jalan ke lokasi bencana.

Hah?! jalan-jalan?! Sumpe loe, cin?!

"Ya, gitu deh! Maklum orang Indonesia. Biasa kalo ada bencana, malah sibuk nontonin..."



Tapi sebenarnya sih nggak ada yang salah juga dengan niat mereka, termasuk mereka yang cuma datang buat lihat-lihat. Itu hak mereka, kok. Ya nggak? Nggak ada peraturan Pemerintah yang melarang kedatangan mereka ke lokasi bencana. Kalo kita positif thinking, jangan-jangan mereka itu datang buat melatih kepekaan sosial. Berharap dengan datang ke situ, mereka malah tambah peduli dengan sesama, atau bisa mengantisipasi diri kalo ada bencana datang. Buat orangtua yang mengajak anak-anak mereka, juga mungkin ingin menanamkan rasa sosial pada anak. Bahwa nggak ada yang bisa mengalahkan keperkasaan Tuhan. Mau rumah orang kaya, kalo Tuhan berkehendak, tembok rumah yang tebal pun akan rubuh.




Nggak peduli jalanan becek dan berlumpur, orang-orang ini berdatangan silih berganti. Sambil menenteng sandal, yang penting bisa lihat secara langsung TKP.



Pemandangan Ibu atau Bapak menggendong anak di lokasi, udah bukan hal luar biasa. Anak-anak ikut dilibatkan ke TKP. Berharap sense of crisis atau sense of humanity terbangun. Jangan sampai kayak Caleg-Caleg atau Capres-Capres yang pas kampanye aja carmuk alias cari muka, eh begitu terpilih nggak punya sense of crisis, lupa!


By the way busway, lucu juga sih melihat jibunan orang yang kepentingannya cuma lihat-lihat. Kayak-kayaknya, mereka memposisikan lokasi bencana di Situ Gintung bak objek wisata, dimana mereka bisa melihat tembok rumah gedong rubuh, ada mobil jip nyangsang di kawat listrik, kotak telepon umum hancur lebur, dan masih banyak lagi pemandangan yang mereka anggap sebagai objek wisata.

Banyak orangtua yang datang bersama anak mereka. Sambil digendong, anak-anak yang punya orangtua ini dijelaskan nggak cuma soal ikwal terjadinya bencana. Tapi anak-anak juga diajak mengingat sejarah Situ Gitung ini.




Mau rumah gedong, kek! Mau jalanan beraspal, kek! Tetap aja nggak bisa mengalahkan pasukan air made in Situ Gintung. Semua hancur lebur.





Percaya nggak percaya, mobil jip yang nyangkut di kabel listrik di atas kuburan ini, datangnya dari rumah yang jauh dari TKP. Lihat pula ada kambing. Itu bukan patung, tapi kambing hidup yang tewas dan jadi bangkai dalam kondisi mulut nyengir.


“Situ Gintung ini udah dibangun sejak zaman Belanda, Nak,” kata salah seorang Bapak. “Kira-kira tahun 30-an, deh. Tujuannya buat menyediakan kebutuhan air di wilayah sekitar sini, yakni di Kelurahan Cireundeu, kecamatan Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten.”

Lanjut Bapak tua itu, lokasi Situ Gintung berada di RW 11 Kampung Gunung, Cireundeu. Hebatnya, Kampung yang didiami oleh 2.600 warga atau 700 keluarga ini, nggak terkena pasukan air sedikit pun. Soalnya, Kampung Gunung lokasinya lebih tinggi dari Kampung Poncol dan Kampung Gintung. Sekitar 300-an rumah di dua kampung itu rusak berat. Kalo kita lihat, kejadiannya mirip kayak tsunami di Aceh. Selain dua kampung itu, dua perumahan yang berada di tepi Kali Pesanggrahan juga kena musibah, yakni Perumahan Cirendeu Permai dan Perumahan Bukitt Pratama.

Kalo ditelusuri lebih jauh, ternyata bukan cuma para orang tua dan anak-anak yang datang, beberapa anak muda pun ada di lokasi objek wisata, ups maaf lokasi bencana Situ Gintung ini. Kayak-kayaknya mereka itu masih pacaran. Soalnya mesra banget. Beda kan kalo udah married biasanya nggak semesra pas pacaran. Nah, sambil berpegangan tangan, mereka itu melihat rumah roboh, pohon roboh, jalan aspal terbelah dua, dan pagar ambrol. Kalo ada objek yang menarik, mereka langsung mengambil handphonenya dan foto-foto. Bener-benar mirip suasana di sebuah objek wisata.

Namun, sejumlah Aparat dan Regu Penolong akhirnya menginstruksikan kepada sejumlah warga, agar nggak usah jalan-jalan ke lokasi bencana lagi. Kenapa? Ini akan menyulitkan pencarian orang-orang hilang di sekitar situ, karena terlalu banyak orang. Kalo kebetulan ada orang yang memang niatnya menyumbang atau mengetahui status keluarga, nggak perlu datang ke lokasi. Panitia udah menyediakan posko. Kalo minta info eksistensi keluarga, bisa melihat daftarnya di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan. Kalo niat mau nyumbang, sumbangan bisa diberikan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Achmad Dahlan atau posko Universitas Muhammadyah Jakarta (UMJ). So, for a while objek wisata Situ Gintung ditutup dulu ya, cin!


all photos and video copyright by Brillianto K. Jaya

KENAPA KENCING HARUS JONGKOK SIH?

Gw nggak nyangka masih ada sebagian masjid yang melarang jama'ahnya kencing jongkok. Kok kencing harus jongkok? Emangnya kencing nggak boleh berdiri? Kalo jama'ah yang biasa kencing berdiri apa dipaksa harus jongkok. Nggak demokratis!



Menurut gw masjid-masjid yang memaksa Jama'ah-nya buat kencing jongkok melanggar hak azasi jama'ah. Bukankah Islam menghormati hak azasi manusia? Demokratis? Kecuali ada seruan wajib "kencing jongkok", itu mah nggak bisa ditawar-tawar lagi. Kita kudu mengikuti, soalnya kalo nggak kita lakukan (maksudnya kencing dengan gaya jongkok), kita berdosa.

Beda banget kalo kencing jongkok adalah Sunnah, itu artinya kalo nggak dilakukan nggak berdosa. Artinya, ummat bebas memilih. Yang ada, kalo gw ketemu masjid yang mewajibkan kencing duduk, gw terpaksa tengok kiri-kanan. Kalo nggak ada yang ngeliat, gw kencing berdiri. Giliran ada yang ngeliat pura-pura jongkok alias pura-pura kencing.

Saturday, March 21, 2009

NUNGGU SBY SAMBIL KEROKAN

Namanya juga pesta, ya semuanya harus serba riang gembira. Ini juga dialami dalam pesta demokrasi. Ada tawa dan teriak-teriak. Mulai dari anak kecil sampai Nenek-Nenek yang jalannya udah 5 km/ jam. Bedanya di pesta demokrasi, nggak ada kue tart atau tiup lilin. Yang ada, bendera-bendera partai, kemacetan dimana-mana, dan banyak Penumpang kendaraan umum yang kehilangan angkutan pujaan hati.

Meski cuma dibagi kaos, mereka ini udah girang bukan kepalang. Nggak perlu ikut masuk ke stadion atau minta tanda tangan segala. Yang penting, bisa ikut meramaikan kampanye Partai idola. Tapi ada juga yang merasakan kenikmatan pijatan seorang juru Pijat panggilan di Lapangan Parkir Senayan. Jarang-jarang, lho melakukan aksi pijat memijat di lapangan terbuka. Padahal boleh jadi, habis dipijat, gantian masuk angin.






Entah mereka benar-benar pemilih asli Partai Demokrat atau cuma ikut-ikutan kampanye supaya dapat duit dan kaos. Yang pasti, mereka ini bahasa politiknya floating mass atau masa mengambang. Maksudnya bukan sohibnya tokai yang juga mengambang. Tapi mereka bukan fans berat salah satu partai, tapi potensi buat menjadi pemilih partai yang mereka rasa cocok. Bisa cocok karena duit yang mereka dapat selama ikut kampanye gede, bisa pula memang karena Calon Presidennya oke banget.




Nggak dulu, nggak sekarang, anak kecil tetap aja ikut kampanye. Padahal KPU udah melarang mengerahkan anak kecil ikut kampanye. Serba salah juga sih kalo ajak Emak-Babenya kampanye yang masih punya anak kecil. Mereka lebih milih nggak ikut kampanye daripada harus ninggalin anak sendirian di rumah, ya nggak? Emangnya ada Ketua RT yang mau dititipin anak? Kalo ada, bisa-bisa Ketua RT punya bisnis penitipan anak-anak selama kampanye...





Setiap kali kampanye, apalagi kalo yang kampanye partai besar kayak Partai Demokrat ini, kendaraan umum kayak Metromini, Kopaja, Mayasari Bakti, PPD, maupun Mikrolet disewa partisan. Nggak heran Parkir Senayan udah kayak terminal baru. Sementara di terminal asli, banyak Penumpang keleleran, alias susah nyari angkutan yang biasa membawa mereka ke tujuan. Buat Penumpang, kondisi ini bikin sengsara. Tapi buat Pengemudi atau Pengusaha Angkutan, keadaan ini jadi nampah rezeki. Daripada narik ber-rit-rit nggak nutup setoran, mending dapat uang sewaan partai yang cuma sekali narik langsung untung.




Perjalanan jauh dari rumah menuju Gelora Bung Karno, membuat badan beberapa Penumpang pegal-pegal. Nggak heran kalo kondisi ini dimanfaatkan oleh Pak Ujang. Seorang Tukang Pijit ini kayak dapat rezeki nomplok selama kampanye. Sambil nunggu SBY pidato, adegan pijat-memijat di halaman rumput Parkir Timur pun terjadi.



all photos copyright by Brillianto K. Jaya

SUNDAY AT BUNDERAN HI

Saturday, March 14, 2009

APA KABAR BUSWAY?

Ketika beroperasi tahun 2004, busway mendapat banyak kecaman. Yang paling sering, busway dibilang biang macet. Sebenarnya kecaman itu asalnya dari mereka yang biasa menggunakan mobil pribadi. Bahkan nggak pernah naik kendaraan umum. Artinya, Pengecam itu nggak mewakili mayoritas warga Jakarta.




Meski dihujani kecaman, Gubernur Sutiyoso waktu itu nggak peduli. Doi konsisten dengan jenis angkutan umum masal yang punya jalur sendiri ini. Dengan punya jalur sendiri, moga-moga mereka yang biasa pakai mobil pribadi menggunakan busway sebagai sarana transportasi.


Putaran Busway di Harmoni. Dahulu di putaran ini ada pohon yang menghalangi jalur busway. Konon pohon itu sempat memakan korban, salah satunya korban perasaan.


Betapapun pedas kritikan terhadap busway, angkutan ini tetap dianggap sebagai sebuah sistem transportasi yang bisa menghemat energi. Kenapa begitu? Beberapa pakar transportasi bilang, salah satunya Brillianto, busway menggunakan bahan bakar gas yang jelas nggak berpolusi dan hemat. Lalu, busway bisa mendesak para Pengguna mobil pribadi agar kapok bermacet-macetan di jalan. Kalo udah kapok, mereka akan meninggalkan mobilnya. Dengan begitu, bahan bakar yang biasa diisi ke kendaraan pribadi mereka, bisa dihemat.


Jembatan transit di perempatan Cempaka Putih. Keren, sayang belum dipergunakan. Kalo dipergunakan, Nenek-Nenek dan Kakek-Kakek kayaknya nggak bisa jalan lewat situ deh. Terlalu panjang. Ngerinya belum sampai ke halte, jangan-jangan mereka udah keburu menghembuskan nafas terakhir. Kalo itu kejadiannya, bisa berabe urusannya.



Kalo kita menengok kota-kota besar di luar Jakarta, mereka lebih suka menggunakan angkutan umum. Tengok aja Jepang. Angkutan umumnya kereta listrik (densha), kereta listrik bawah tanah atau subway (cikatetsu). Bahkan Jepang udah mengoperasikan jalur subway jurusan Nagoya-Sakee sejak 15 November 1957. Sekarang ini Jepang udah punya banyak jalur cikatetsu dengan panjang total 89 km. Jalur ini bisa mengangkut Penumpang rata-rata berkisar 1.100.000 orang per hari. Gokil nggak tuh?!


Pintu masuk Penumpang. Ada beberapa halte yang menggunakan kartu. Kartu itu kudu dimasukkan ke dalam kotak yang ada di mesin ini. Begitu kartu masuk, secara otomatis besi penghalang bisa terbuka kalo didorong. Ada pula halte yang cuma pake tiket kertas.


Itu tadi kereta api, gimana busnya? Bus dalam kota udah beroperasi sejak 1 Februari 1930. Sekarang ini, panjang jalur bus mencapai 746 km dan bisa memboyong Penumpang sejumlah lebih dari 400.000 orang per hari.


Demi menjaga kebersihan, di halte busway disediakan tempat sampat. Tapi yang boleh dibuang ke situ sampah-sampah sederhana, nggak bisa sampah masyarakat, cin!


Sekadar info, yang naik angkutan umum kayak kereta api atau bus, bukan cuma kelas menengah ke bawah, cin! Tapi Executive Muda, bahkan Direktur perusahaan yang pake jas, nggak malu naik kendaraan umum. Beda banget di Indonesia ini, khususnya Jakarta. Kita menganut budaya: yang penting gaya dan gengsi. Meski gaji kecil, kudu naik Mercy. Gengsi banget kalo Executive Muda naik busway, apalagi Metromini.


Seorang Petugas penjaga Penumpang masuk. Kalo Penumpangnya sedikit, biasanya Petugas-Petugas ini sibuk ngutak-atik handphone. Kalo nggak main game, ya kirim SMS.


Iya sih sistem transportasi kita belum manusiawi. Iya juga sih kalo penduduk Jakarta udah kebanyakan, sehingga kalo naik kendaraan umum sering umpel-umpelan. Betul juga sih, perbandingan antara jumlah kendaraan bermotor dan luas jalan nggak dipikirin sih. Tiap hari pasti ada mobil baru, motor baru, dan ujung-ujungnya menambah kemacetan baru. Kalo saja Indonesia nggak berhutang banyak ke Jepang, mungkin Pemerintah dengan tegas bisa membatasi pembelian mobil atau motor terbaru. Mereka yang udah punya satu mobil dilarang membeli mobil lagi.


Jubelan Penumpang yang ada halte transit Harmoni. Biasanya halte transit memang penuh orang. Maklum, busway itu murmer. Cuma dengan 3500 perak, bisa keliling Jakarta, bahkan ke Kali Deres, Tangerang segala. Satu-satunya cara supaya nggak bayar ongkos lagi, ya sering-seringlah main ke halte transit.


Nyatanya, ada sebagian besar masyarakat yang sadar juga, mencoba beralih dari mobil pribadi ke busway. Ada yang cuek tetap bermacet-macet ria dengan mobil pribadi, karena udah kadung nyaman hidup dengan mobil yang berpenyejuk udara, yang memiliki seperangkat set audio canggih, dan televisi mungil yang bisa memutar DVD sesuka hati. Meski udah dibuka beberapa Koridor, si Pemilik mobil pribadi ini nggak bergeming buat pindah. At least merasakan kenikmatan hidup bermasyarakat di dalam busway.


Pintu otomatis yang bisa membuka-menutup sendiri tanpa disuruh-suruh. Biar ada pintu otomatis, Penumpang biasanya tetap nggak sabaran masuk ke dalam bus, sehingga nunggunya bukan di depan pintu, tapi di luar pintu.



Kini, usia busway udah memasuki hampir lima tahun. Nggak terasa ya? Habis nggak pernah dirayakan sih ultahnya. Lalu apa kabar busway di usianya yang ke-5 tahun?


Lihat sendiri kan? Pintu otomatis yang dicuekin oleh Penumpang. Kalo pintu itu bisa ngomong, pasti doi protes berat: "Kok aku dicuekin gitu sih? Aku kan pengen hidup bebas?"


Kayak pertama kali beroperasi, busway tetap aja mendapat kritikan tajam. Padahal Gubernur udah bukan Bang Yos lagi, tapi Bang Kumis alias Fauzi Bowo. Kritikan itu bukan cuma soal busway yang bikin macet. Tapi gara-gara banyak Koridor yang belum juga dibuka-buka, dimana halte dan jembatannya udah berdiri dengan gagah perkasa. Padahal untuk membuat halte busway plus tangga ke halte, pasti lebih dari 50 jutaan. Kebayang saat ini banyak halte nganggur, halte yang menunggu busway lewat di situ. Halte-halte kosong itu udah banyak yang berdebu, lampu-lampunya banyak yang dicolongin, jadi tempat laba-laba membuka sarang, dan kalo nggak dipergunakan tahun ini, boleh jadi besi-besinya bakal dicolong maling.


Daripada nunggu lama busway berikut, mending para Penumpang busway rute Kali Deres ini rela umpel-umpelan di dalam bus.


all photos & video copyright by Brillianto K. Jaya

PANTESAN GW NGGAK PERNAH KAYA-KAYA!

Sejak masih di dalam perut Nyokap, cita-cita gw cuma satu: menjadi orang kaya. Lumrah aja, gw bukan dilahirkan sebagai anak orang kaya. Biasanya kalo bayi anak orang kaya lahir, sepatu bayinya udah bermerek. Kalo nggak Nike, ya Lotto. Baju-bajunya juga udah branded.

“Latihan jadi orang kaya sejak dini,” kata teman gw.

Anak orang kaya selalu dengan mudah mendapatkan sesuatu, yang tentu saja sifatnya kebendaan alias matrial. Tapi kalo soal transfer knowladge untuk menjadi kaya, belum tentu. Begitu juga soal karakter humble, kerja keras, toleran, nggak cengeng, dan fighting spirit, belum tentu bisa diwariskan ke anak orang kaya generasi kedua. Kalo pun ada, 1:100 anak orang kaya.

Gw juga bukan terlahir sebagai anak Pejabat. Tahu sendiri, anak Pejabat biasa pergi ke luar negeri seenak udel. Pergi ke luar negeri kayak pergi Jakarta-Bandung. Nggak tahu duitnya dari mana. Yang pasti, kalo mengandalkan gaji doang, nggak mungkin ngajak seluruh keluarga ke luar negeri dengan gaji sekelas Gubernur atau Menteri?

“Pasti duit hasil korupsi!”

“Hush! Jangan tendensius gitu!”

Lebih tepatnya, gw terlahir sebagai anak dari kelas menengah yang mencoba jadi orang kaya. Namun sampai detik ini, belum kaya-kaya. Kenapa? Konon kata Finance Planner, visi dan kebiasaan gw nggak bisa membuat gw jadi kaya. Ingat ya, kaya di sini, lebih banyak ke faktor materialis.

Bukan bermaksud mikirin dunia aja, akhirat jadi di-forget-in, lho. Bukan, bukan itu. Namun, gw percaya pada diri gw. Dengan menjadi kaya, gw bisa melakukan apa aja. Gw bisa menyumbang lebih banyak ke masjid dekat rumah gw yang atapnya udah bolong-bolong dan sering bocor kalo hujan. Gw juga bisa mengangkat anak-anak jalanan sebagai anak gw dan gw sekolahin, karena negara nggak sangup membiayai hidup mereka. Gw akan menambah jumlah rumah sakit gratis khusus orang miskin yang sekarang udah ada satu di Taman Suropati itu. Banyak cita-cita gw yang akan gw realisasikan kalo gw jadi orang kaya.

“Sayang gw belum jadi orang kaya...”

“Elu sih!”

“Gw? Kenapa dengan gw?”

Menurut temen, gw itu kayak pepatah “besar pasak daripada tiang”. Dengan gaji yang cuma 5 juta per bulan, gw selalu hidup seolah mereka yang punya gaji 20 juta atau at least 15 juta sebulan. Gw sok punya Blackbarry yang sebenarnya gak penting-penting banget dalam mengarungi bahtera hidup ini. Buat bisnis? Enggak. Buat kepentingan kantor? Enggak juga. Punya Blackbarry cuma ikut-ikutan trend. Cuma iri ngeliat teman punya, jadi pengin punya juga.

“Kecuali Blackbarry yang elo punya itu hasil keringat dan gaji loe sendiri,” ucap temen gw. “Nah elo, gaji cuma 5 juta, sok-sokan beli Blackbarry. Udah gitu, sok-sokan nyicil mobil baru pula. Mana bisa kaya coy?!”

“Ah, elo itu sirik aja kale! Elo itu cuma iri ngeliat gw punya ini dan itu. Nah, elo punya apa?”

Teman gw diam. Gw merasa menang dalam perdebatan soal gaya hidup gw. Gw merasa teman gw nggak menikmati hidup. Nggak ngitutin trend. Terlalu pelit buat enjoy his life. Padahal hidup ini kudu dinikmati. Bukankah hidup cuma sekali? Karena sekali, jadi sungguh sangat sayang kalo kita lewatkan begitu aja.

“Elo masih mau menyumbang lebih banyak ke masjid, bro?”

“Masih dong..”

“Masih mau membangun rumah sakt gratis buat orang miskin?”

“Ya iyalah...”

“Tentu masih mau jadi orang kaya kan?”

“Pastinya!”

“Ikuti gaya hidup Warren Buffet...”

“Sapa tuh?”

“Orang terkaya di dunia setelah Bill Gates!”

Malam hari, gw baca profil Buffet. Gokil abis, pria yang memiliki kekayaan 31 milyar dollar US ini jauh banget dengan gaya hidup gw. Kalo melihat kekayaan sebayak itu, seharusnya Pemilik perusahaan Berkshire yang udah punya 63 anak perusahaan ini, bisa beli apa aja yang doi mau, termasuk membagikan Blackbarry ke anak-anak miskin yang biasa nongkrong di perempatan Cempaka Putih. Namun, doi nggak melakukan itu. Percaya nggak percaya, doi nggak pernah bawa handphone, bo!

“Masa sih?” kata gw nggak percaya.

Apa lagi kebiasaan yang membuat seorang Buffet bisa menjadi The Richist Man in the World?

• Doi masih tinggal di rumah lamanya di Ohama yang cuma punya 3 kamar tidur. Padahal
kekayaannya bisa beli seluruh rumah di Pondok Indah atau Apartement termahal di Jakarta ini.

• Doi nggak pernah dikawal oleh Bodyguard atau Security berbedan segede gajah. Kalo orang kaya dimana kekayaannya itu dari hasil uang halal, pasti hidupnya aman sentausa. Nggak ada satu orang pun yang benci dan memusuhi. Beda banget dengan orang kaya yang seluruh uangnya dari hasil merampok, korupsi, manipulasi, atau membunuh orang demi eksistensi bisnis. Orang kayak begini, pasti hidup penuh ketakutan. Kalo pun berani, pasti orang kaya ini dikawal oleh Bodyguard atau dapat becking dari Polisi. Hebatnya lagi, selalu membawa senjata diupetin dalam jasnya.

• Buffet nggak pernah berpergian pake jet pribadi. Padahal doi punya perusahaan yang bergerak dalam bidang sewa jet pribadi. Beda banget dengan Pengusaha atau Politikus di tanah air, yang selalu memanfaatkan jet pribadi buat kepentingan bisnis atau negara. Padahal kita bisa mengirit jutaan dolar dengan tidak menggunakan jet pribadi.

• Last but not least, doi nggak pernah melakukan social networking dengan high sociaty sehabis kerja. Buffet lebih suka pulang cepat, ketemu keluarga, dan nonton televisi sambil makan pop corn. Sementara kita? Dikit-dikit Starbuck, dikit-dikit J-Co, dikit-dikit Senci. Apalagi kalo udah Friday, wah, perputaran uang di pusat-pusat hedon meningkat tajam. Gaji yang seharusnya bisa ditabung, menguap percuma. Alasannya, social networking.

Gokil! Inspiratif banget kebiasaan Buffet. Gw jadi malu sendiri membaca profil doi. Bercermin dengan gaya hidup gw, sekarang gw jadi ngerti dan sadar, kenapa gw nggak pernah kaya-kaya. Moga-moga Tuhan masih memberikan kesempatan hidup, buat gw mengejar ketinggalan agar jadi kaya. Moga-moga kalo gw udah kaya, otak gw nggak terkontminasi dan Tuhan tetap mempertahankan cita-cita gw yang mulia tadi itu. Dengan begitu, gw bisa masuk surga.

Sunday, March 8, 2009

INGAT-INGAT PESAN MAMA!

Bentar lagi kita diminta partisipasinya buat mencontreng. Masuk bilik suara, lihat muke-muke Manusia narsis, mikir-mikir sebentar, trus membubuhkan tanda check deh. Yap! Itulah prosedur yang akan dilakukan di Pemilu legislatif udah tinggal menunggu waktu melahirkan aja.

Sebagai warga negara Indonesia yang baik dan benar, katanya kita wajib mengikuti tradisi lima tahunan ini. Nah, sebelum mencontreng, ada baiknya mengikuti petujuk yang gw dapatkan dari Mama. Yang dimaksud Mama di sini bukan Mama Laurent atau Mama Mia. Tapi bener-benar Mama gw yang udah bangkotan berada di jalur politik praktis maupun ekonomis. Gw istilahkan dengan “Pesan Mama”.


Iklan Caleg udah setara derajatnya kayak iklan tempat belanja. Ibaratnya kita disuruh belanja Caleg. Hayu Mang!

Kenapa kita kudu mengikuti “Pesan Mama”?

Lebih baik ikuti “Pesan Mama”, daripada minta petunjuk Bapak Presiden, jadinya mirip-mirip Harmoko. Lebih baik ikuti “Pesan Mama”, daripada nyesel seumur hidup dengan memilih Calon Legislatif A, eh ternyata begitu jadi anggota DPR/ MPR si A jagonya korupsi. Kalo begitu kejadiannya, artinya elo udah mengoalkan si A melakukan hal-hal yang nggak berprikemnusiaan dan prikeadilan. Terakhir, lebih baik ikuti “Pesan Mama”, daripada elo salah pilih Anggota Legislatif yang akan mengangkat Presiden yang udah basi. Emangnya elo mau punya Presiden basi?

Berikut ini beberapa “Pesan Mama” buat elo-elo semua supaya selamat dunia akhirat!


THINK TWICE

Jangan pernah pilih Caleg secara impulsif. Maksudnya, gara-gara Caleg berasal dari anggota keluarga, kita jadi pilih doi. Don’t ever do that! Meski si Caleg dari anggota keluarga, teliti dulu apakah doi memenuhi kriteria menjadi wakil kita? Kalo doi memang jujur, punya jiwa sosial, selalu protes terhadap hal-hal yang melenceng dari jalur prosedur, antikorupsi, bolehlah Caleg model begini dipilih, apalagi kalo Caleg ini berasal dari keluarga sendiri. Tapi kalo Caleg dasarnya udah nggak jujur, nggak pernah aktif di lingkungan sosial, mending ke laut aja. Think twice! Pikir dua kali buat pilih doi.


Caleg rebutan pohon. Gara-gara jumlah batang pohon terbatas, sekarang ini satu pohon diperebutkan empat caleg. Bahkan kalo pohonya udah penuh dengan poster, Caleg yang terakhir menutup poster Caleg sebelumnya. Nggak ada etika berpolitik lagi.


Gw nggak akan pernah mau pilih Caleg sebelumnya kerja di salah satu Departemen yang korup. Memang sih, doi salah satu anggota keluarga gw. Namun, tiap musim Haji, doi selalu memungut biaya Haji nggak sesuai angka yang ditetapkan Pemerintah. Nggak heran kalo kekayaannya berasal dari selisih uang pungutan Haji itu. Sebagai orang yang antikorupsi, gw punya komitmen nggak akan memasukkan Koruptor menjadi wakil gw.

Gw juga akan think twice buat pilih teman SMA gw yang kebetulan jadi Caleg. Terus terang gw nggak pernah melihat sepak terjangnya sebagai Wanita yang peduli kaum Perempuan. Gw juga belum pernah lihat aktivitas sosialnya pada masyarakat. Lebih dari itu, doi juga nggak ramah sama gw. Padahal gw udah mengeluarkan jurus ramah, senyum, menonggolkan gigi, berharap supaya temen gw yang Caleg ini berkomunikasi dengan gw. Eh, nggak loe sodara-sodara. Doi cuek bebek! Nggak tahu deh apa salah gw. Tapi buat gw, orang kayak gini nggak pantas menjadi wakil rakyat.


CAPRES BASI

Menurut elo kalo kita pilih Capres yang pernah jadi Presiden apa namanya? Kalo gw menyebutnya sebagai kemunduran. Kok kemunduran? Sekarang let’s think about it, Presiden yang sudah terpilih pasti udah menjalankan kebijakan-kebijakan atau menelurkan peraturan-peraturan. Meski usia kepresidenannya cuma 2 tahun atau 3 tahun, pastilah mantan Presiden ini udah menjalankan roda kepemerintahannya. Apakah mantan Presiden ini concern terhadap masalah korupsi? Apakah mantan Presiden ini terbuka pada rakyat at least jurnalis? Kalo jawabannya NO, mending elo nggak usah pilih doi deh. Basi!


Ceritanya black champange. Mengkritisi Pemerintahan sekarang yang seharusnya bisa menurunkan harga bahan bakar lebih murah lagi. Lah, dahulu waktu menjabat jadi Presiden kenapa nggak bisa menurunkan bahan bakar kayak sekarang, Cin?! Basi banget!


Gw belum pernah lihat mantan Presiden-Presiden terdahulu concern pada masalah korupsi. Yang mereka pedulikan soal menjual aset atau keterbukaan. Bro, gw nggak kontra dengan yang namanya keterbukaan. Tapi kalo keterbukaan akhirnya jadi kebabalasan, wah itu bahaya, bo! Dengan alasan keterbukaan, segala bentuk aliran agama disahkan. Ujung-ujungnya malah meresahkan warga dan membuat Pemerintah sekarang pusing tujuh keliling. Lihatlah Mahasiwa-Mahasiswa sekarang! Gara-gara Presiden terdahulu terlalu sok menjual keterbukaan sebagai isu politik, Mahasiswa-Mahasiswa sekarang malah anarkis.

Pilih Caleg yang menjagokan Presiden yang nggak basi. Kalo Calegnya memilih Presiden basi, itu namanya mengajak kita ke arah kemunduran. Kok mundur? Yaiyalah! Masa kita udah pernah dipimpin oleh Presiden A, lalu pada Pemilu berikutnya kalah jadi Presiden, terus sekarang mencalonkan lagi jadi Presiden? Kalo elo pengen ada perubahan, pilih Carpes yang belum pernah jadi Presiden. Nggak peduli Capres-nya Laki atau Perempuan. Meski pilih Capres yang belum pernah jadi Presiden, elo kudu selidiki visi ke depan Presiden itu seperti apa. Pilih Capres yang mencampur konsep kepemimpinan Ir. Soekarno sebagai Founding Father dan Soeharto sebagai Bapak Pembangunan Nasional.

Tahu nggak kenapa Indonesia nggak pernah maju? Kata “Mama”, tiap ganti Presiden nggak pernah membawa unsur-unsur kebaikan yang udah ditancapkan oleh Ir. Soekarno dan juga Soeharto. Meski mereka berdua banyak kekurangan, namun suka nggak suka mereka udah berhasil membawa Indonesia lepas dari penjajahan dan negara berkembang dalam hal perekonomian.

Salah menyalahkan lebih dominan daripada koalisi. Capres A mengaku paling jago dari Capres B. Misalnya mampu menurunkan harga BBM lebih murah lagi, membuat peluang kerja yang banyak, atau mengecilkan jumlah penduduk miskin. Kalo yang bicara Capres yang belum pernah jadi Presiden mungkin masih wajar kali ya. Tapi kalo yang bicara Capres yang pernah jadi Presiden, basi banget, cin! Kenapa nggak pas jadi Presdiden dahulu melakukan prestasi turun-menurunkan harga? Membuka peluang kerja? Aneh! Ini kalo dalam pribahasa Bali disebut: apang bisa cara siap nyisik bulu. Yang artinya, nggak usah sok ngritik deh, introspeksi diri aja dulu.

PRESIDEN KOK LULUSAN SMA?

Banyak yang bilang, jadi Presiden nggak ada hubungannya dengan gelar akademis. Presiden ya Presiden, gelar ya gelar. Kalo buat orang tolol, pernyataan itu pasti berlaku. Tapi buat kita-kita, Presiden dan gelar keserjanaan harus satu kesatuan. Integrated, istilahnya. Gw nggak bicara gender. Terus terang gw nggak peduli Presidennya Pria atau Wanita. Yang penting, Presidennya kudu S-1 alias Sarjana. Minimal D-3 lah. Yang penting lulus kuliah. Bukan pernah kuliah.

Why?


Caleg dan orang miskin. Mungkinkah caleg-caleg ini akan ingat orang miskin begitu udah terpilih jadi anggota legislatif? Bagi-bagi duit dan sembako murah lagi? Biasanya sih lupa...

Pertama, kalo cap Presiden pernah kuliah, artinya ada sesuatu yang membuat si Presiden dahulu sampai nggak lulus kuliah. Apakah doi sering bolos kuliah? Apakah nilai-nilainya banyak yang “D”? Apakah doi bermasalah dengan Dosen-Dosennya? Apakah nggak punya uang buat bayar uang kuliah? Kalo nggak bisa bayar uang kuliah, itu masalah lain. Maksudnya, kalo memang otaknya jenius, pasti akan mendapatkan beasiswa. Namun kalo alasannya di luar dari masalah uang kuliah, ya itu mah memang doi bermasalah. Begitu pun kalo alasannya keadaan politik nggak stabil, itu juga nggak masuk akal. Wong banyak Pejuang-Pejuang kita yang tengah berperang sempat menamatkan kuliahnya, kok.

Kedua, mereka yang DO di kampus, nggak patut jadi contoh. Elo mau mencontoh Capres yang DO? Kalo gw mah ogah. “Pesan Mama”, seorang yang patut dicontoh adalah orang yang memiliki latar belakang luar biasa. Lulus kuliah cum laude misalnya. Jangan sok mencontoh Pengusaha sukses kayak Bill Gates yang nggak lulus kuliah. Doi bukan Presiden. Beda Presiden dangan Pengusaha. Pengusaha mau nggak lulus SMP pun nggak masalah, bo! We’re talking about President, bo!

Ketiga, Presiden kudu berhadapan sama Menteri-Menteri yang semuanya Sarjana. Bahkan sekarang ini S-1 aja nggak cukup. Minimal Master alias lulusan S-2. Masa para Sarjana itu diperintah oleh lulusan SMA? Level bicaranya tentu berbeda. Pengetahuannya nggak sebanding. Ini menyebabkan jurang komunikasi. Menterinya bicara A, Presidennya menanggapi D. Kacau deh!


KALO PERLU BODYNYA KAYAK ADE RAE

Kata Mama, jangan pilih Capres yang nggak sehat secara fisik. Elo nggak mau kan punya Presiden yang dikit-dikit sakit, dikit-dikit hidungnya meler, dikit-dikit masuk rumah sakit check up. Presiden kayak gini bakalan ngabisin duit. Bisa-bisa dana APBN habis buat ngrusin kondisi fisik si Presiden.

“Masa Presiden kalo jalan kudu dituntun oleh orang lain? Yang ada setiap pembicara pasti akan didengar oleh si Penuntun itu atau si Penuntun itu jadi pembisik Presiden. Kalo gw mah ogah punya Presiden kayak gitu. Kelaut aja tuh Presiden!”


Nggak ada pohon, jembatan pun jadi. Pokoknya selalu memanfaatkan fasilitas umum yang bisa dilihat oleh khalayak ramai.

Makanya Capres kudu sehat jasmani maupun rohani. Capres badannya kudu segar. Kalo jalan tegap. Matanya nggak bermasalah alias nggak buta atau semi buta. Sering olahraga dan antirokok. Dengan begitu, si Presiden akan menjadi contoh buat seluruh rakyatnya. Kalo perlu Presiden ikut body building. Bodynya dibentuk kayak Ade Rae.

“Kalo body kayak Ade Rai, begitu ada Menteri yang bandel, Presiden bisa ngajakin panco. Kalo Menterinya kalah, langsung dimutasi...”


CAPRES BLACKLIST

Belakangan banyak Capres yang nggak tahu malu. Mereka seolah melupakan masa lalunya, entah itu sebagai musuh bebuyutan Mahasiswa maupun memiliki catatan korupsi.


Banyak juga caleg yang memanfaatkan kendaraan umum buat sarana promosi mereka.

Tentu elo masih ingat beberapa tahun lalu, ketika Orde Baru masih berkuasa, banyak Mahasiswa yang ditangkap-tangkapin. Mending kalo ditangkap dan dimasukkan ke sel. Paling-paling cuma disiksa sebentar. Yang terjadi, beberapa Mahasiswa yang dianggap “meresahkan” negara, langsung diculik dan hilang dari peredaran. Siapa yang melakukan? Sampai detik ini nggak ada yang mengaku dan buang badan semua. Hati-hati kalo ada Capres yang dahulu memainkan peran ini.

Sementara Capres yang memiliki catatan korupsi juga berbahaya kalo terpilih. Masa sih kita pilih Capres yang udah jelas-jelas pernah masuk dalam daftar penyelidikan KPK? Biasanya kalo ada mantan Menteri atau mantan Presiden yang sempat dipanggil KPK pasti ada keterkaitan dengan kasus korupsi. Nggak mungkin ada orang yang berani mengadukan mantan Pejabat tanpa ada alasan. Meski si Pejabat atau mantan Menteri atau mantan Presiden nggak terbukti bersalah, tetap Capres kayak gini harus dimasukkan ke daftar Capres blacklist.


INTROVERT DAN NGGAK GAUL

“Pesan Mama” yang terakhir, jangan pilih Capres yang introvert alias tertutup. Pilih Capres yang terbuka pada setiap orang. Nggak cuma sama orang-orang tertentu, tapi kepada Jurnalis, Pemilik Televisi, Tukang Parkir, Musisi, dan profesi lain. Gimana mau menyampaikan komunikasi dengan rakyat kalo hubungan dengan orang nggak bagus? Pilih-pilih. Too picky. Ini menjadi contoh yang nggak baik buat rakyat. Even seorang Presiden Negara Adidaya Barrack Obama aja bisa bekomunikasi dengan siapa aja. Masa Presiden Indonesia intovert sih?


Kalo anggota Legislatif-nya sekelas Mandra, Indonesia bakal kayak apa ya? Wong yang orang-orang pinter aja masih banyak yang dibodohin, gimana orang bodoh? Nggak mungkin dipinterin kan?


Gara-gara introvert, biasanya Capres model begini nggak bakalan mau hadir bersama Capres-Capres lain. Doi takut basa-basi. Sok eksklusif. Alasannya kebetulan ada meeting lain. Lah, pertemuan dengan Capres-Capres lain merupakan agenda penting selain menjalankan sholat lima waktu dan puasa di bulan Ramadhan. Kenapa penting? Yang namanya Presiden nantinya akan menjadi orang yang mempersatukan elemen-elemen yang berpengaruh di negeri ini.

Capres introvert sama aja Presiden nggak gaul. Menutup pintu komunikasi antarcapres lain. Padahal kalo saja Capres membuka diri, hadir dalam pertemuan dengan Capres-Capres lain, barangkali akan terjadi koalisi yang kuat. Jika seorang Capres yang udah biasa gaul terpilih, doi akan menjadi motor buat perubahan dan kekuatan bangsa. Dengan begitu, warga akan mencontoh ke-humble-an Capres tersebut. Merendahkan hati buat mengompakkan seluruh Capres. Nggak cuma meng-add Capres-Capres itu buat memenuhi temen-temannya di Facebook doang. Status kudu selalu di-updates, khususnya status hubungan politik.

Nah, itulah beberapa “Pesan Mama”. Semoga berguna. Jangan lupa sebelum nyontreng, berdoa dulu menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Berdoa.....dimulai!


all photo copyright by Brillianto K. Jaya

MERUSAK JALAN ATAU JALANAN RUSAK?

Nggak terjadi cuma pada saat musim hujan. Ketika musim panas, manusia seperti kita pasti berhadapan dengan jalanan rusak. Ada lubang. Ada galian. Entah itu galian kabel telepon, kabel listrik, PDAM, selokan air, atau galian singset.



Dari jalanan mulus, menjadi jalanan rusak. Nggak tahu kenapa mereka merusak jalan? Kenapa jalan nggak pernah mulus? Mungkin memang udah takdir jalanan diperlakukan seperti itu kali. Dimana yang mendapatkan proyek siapa, yang dikorbankan siapa.

Ironisnya, udah merusak jalan, cara memperbaiki jalanannya seenak udel. Yang ada jalanan jadi rusak. Tapi memang beda tips antara jalanan rusak dan merusak jalanan. Sama-sama dilakukan oleh oknum yang nggak pernah akan mau tanggungjawab. Oknum ini adalah manusia-manusia tolol yang perlu disekolahin lagi.

SERING-SERING KAYAK GINI YA PAK KUMIS...

Pas pemilihan Gubernur DKI Jakarta tempo hari, terus terang gw nggak nyobolos Fauzi Bowo. Ada banyak alasan kenapa gw nggak tertarik pilih doi. Dua diantaranya, doi bukan dari kalangan militer. Menurut gw, ngatur orang yang tinggal di Jakarta kudu bertangan besi kayak Sutiyoso. Maklum, banyak yang nggak disiplin dan selfish.

Dengan tangan besi, mereka yang sok preman bisa dilibas. Gubuk-gubuk liar, tukang-tukang yang mengganggu Pejalan Kaki, dan beberapa hal lain tanpa basa-basi langsung digusur. Nggak mungkin berani gusur kalo Gubernurnya bukan dari kalangan militer dan nggak punya tangan besi.


Kendaraan bermotor dilarang masuk jalur cepat. Ada juga motor yang nekad, meski akhirnya ketahuan polisi juga.


Terus terang gw setuju gusur menggusur yang dilakukan Bang Yos. Kalo bukan karena tangan besi doi, nggak mungkin Jakarta jadi rada "bersih" dari Pemulung. Jakarta jadi nggak lagi bersarang pasukan Kapak Merah yang biasa mangkal di perempatan Cempaka Putih.

Tapi banyak hal yang dilakukan Bang Yos yang nggak sempat dikelarin dan mencurigakan banyak pihak. Sebut saja contoh proyek Monorail dan beberapa koridor busway. Buat tiang-tiangnya udah bikin macet, buat halte buswaynya udah bikin lalu lintas padat, eh begitu kelar proyeknya terbengkalai.

Hal kedua kenapa gw nggak pilih Fauzi Bowo, karena gw geli sama Kumisnya. Padahal saat pemilihan Gubernur tempo hari, jargon doi: "Coblos Kumisnye". Ternyata jargon itu nggak ngaruh buat gw. Sekali lagi, gw geli lihat kumisnya.

Namun pagi ini, gw salut sama Bang Kumis Gubernur kita. Pasalnya, hari ini hari pertama jalanan sepanjang Kuningan ditutup. Dari jam 06:00 sampai jam 14:00, jalan besarnya khusus buat mereka yang mau berolahraga.

Gw puas banget memanfaatkan jalan Kuningan yang gw kenal sebagai jalan yang juga macet tiap hari kerja. Sambil cari keringet, gw ngayuh sepeda dari ujung Kuningan yang ke arah Mampang menuju ujung Kuningan yang ke arah Menteng. Nggak tanggung-tanggung, pagi itu gw bisa bolak balik dua kali. Widih!


Sepi euy! Jalan ini biasanya macet tiap pagi dan sore. Pagi itu, serasa jalan milik sendiri.


Gara-gara acara tutup-mentutup Kuningan, gw jadi tahu tahun pembuatan jembatan layang Kuningan yang ada monumen Angkatan 66, yakni tahun 1976. Artinya dua tahun setelah kelahiran gw. Sekarang, jembatan layang yang diresmikan Ali Sadikin itu udah direnovasi. Sekarang lebih luas dan nggak jadi bottle neck lagi alias titik kemacetan.


Monumen angkatan 66 yang ada di samping hotel Four Seasson, sempat dipindah tempat, gara-gara pelebaran jembatan layang Kuningan.


Sebetulnya gw nungguin sohib-sohib gw yang tergabung dalam Bike to Work buat rendenvouz di Kuningan. Entah kenapa Kang Edon, Bang Sora, Kang Ucup, Bang Rosihan, Kang Asep, Bang Remy, dan Kang Veven kagak muncul-muncul. Pasti mereka masih sibuk benerin selimut karena kedinginan. Padahal kapan lagi menikmati jalanan Kuningan tanpa kemacetan.


Kapan lagi main bola di jalanan?


Moga-moga aja hari tanpa sepeda di Kuningan kayak begini, bukan cuma hari ini. Sering-sering aja kayak begini ya Pak Kumis. Kalo ente bikin rutin, sapa tahu gw bisa mengerahkan masa buat mencoblos ente Pak Kumis di periode berikut. Lumayan kan gw punya sekitar 10 orang dari keluarga inti gw. Nanti gw bilang ke masa gw, coblos kumis ente deh Pak Kumis. Bagusnya kumis yang kanan ato kumis yang kiri ya Pak?


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

UDAH BUKAN RAHASIA LAGI, CIN!

Pagi ini akhirnya Oncel berhasil melihat video mesum Dhea Imut. Terus terang awalnya si Oncel nggak percaya sama gosip-gosip yang beredar soal video mesum ini. Kata doi, terlalu naif kalo Dhea mau melepaskan kegadisannya dengan pria jelek bermata sipit yang dikenal sebagai Produser sinetron terkenal itu. Kata Oncel pula, nggak berkepriibuan kalo Ibunya Dhea sebagai Manager, tega menjerumuskan putrinya cuma gara-gara nilai kontrak sinetron yang konon jumlahnya milyardan. Tapi pagi ini Oncel bener-benar kaget bukan kepalang. Wajah yang nampak di video itu, Dhea yang Oncel kenal sebagai Penyanyi dan Bintang Sinetron. Gokil!!!!!!

“Ah, mungkin itu video rekayasa,” kata temannya Oncel, Junaedi, sok membela, padahal bukan Pengacara. “Pasti itu rekayasa Photoshop. Hari gini di zaman teknologi media kan bisa aja semua direkayasa..”

“Tolol banget sih loe, bro! Mana bisa Photoshop membuat foto bisa kayak video? Namanya juga Photoshop, ya Photo yang di-shop-shopin...”

Dibilang begitu, Junaedi mikir. Apa yang dikatakan Oncel bener juga. Teknologi media boleh, tapi aplikasi tetap beda wahana. Nggak mungkin Photoshop melakukan rekayasa kayak begitu. Photoshop kan khusus buat still photo. Kalo memang photoshop itu dibuat moving alias difilmkan, gerakannya pasti beda banget dengan video. Hal itulah yang membuat Junaedi rada percaya. Apalagi setelah berkali-kali memutarkan video mesum itu dan mem-freeze wajah wanita yang ada di situ, Junaedi tambah yakin wanita itu mirip banget Dhea Imut.



Junaedi lesu. Oncel bingung kenapa tiba-tiba rekan seperjuangannya ini nggak vokal lagi. Diam seribu bahasa. Padahal sebelumnya doi membela habis-habisan soal Dhea yang nggak mungkin mau melakukan itu dengan Produser sinetron terkenal itu. Padahal juga, doi nggak yakin Mamanya Dhea mengizinkan Dhea berdua-dua dengan Produser itu, apalagi sampai merestui berdua di sebuah kamar. Amit-amit!

“Gw sekarang sadar...”

“Maksud loe?”

Junaedi kini jadi berpikir ribuan kali untuk mengorbitkan anaknya jadi Selebriti. Terserah jadi apa, yang penting terkenal dan ujung-ujungnya kaya raya. Sebelumnya, Junaedi ngotot banget pingin anaknya jadi bintang sinetron dan film terkenal kayak Luna Maya. Habis jadi bintang sinetron, melangkah jadi penyanyi terkenal. Begitu udah namanya harum semerbak, jadi bintang iklan dimana-mana kayak Luna Maya.

“Kalo elo jaga anak loe baik-baik dan nggak tergiur sama kontrak yang nilainya gede, gw yakin anak loe akan selamat dunia akhirat,” kata Oncel menasehati Junaedi yang nampak lesu.

Sebenarnya Junaedi udah tahu kalo di kalangan entertainment, kondisi calon artis “dimakan” Produser udah bukan rahasia lagi. Produser memanfaatkan calon-calon artis dengan cara melakukan pelecehan atau one night stand atau bahkan sampai dihamili dan dijadikan istri simpanan. Bukan rahasia lagi. Itu udah dari dulu. Udah jadi rahasia umum.

“Tapi waktu itu gw cuma denger-denger dari teman yang kebetulan kerja di dunia infotainment,” kata Junaedi.

Junaedi juga mendengar, nggak cuma calon artis yang sering “dipake” Produser. Calon-calon artis tersebut kadang juga digilir. Maksudnya “dipake” juga oleh Director, Director of Photography (DOP), bahkan Unit Manager. Gokil nggak? Mending Produsernya ganteng kayak Brat Pitt atau Nicholas Saputra. Mending Director-nya keren kayak Kevin, Nick, atau Joe dari Jones Brothers. Kalo pun ganteng, ya harusnya nggak pake acara “dipake” atau “digilir” kali ya? But, hal tersebut udah bukan rahasia umum lagi, bro! Mau di Hollywod, Bollywood, Hongkongwood, Malaywood, Thaiwood, Tankiwood, maupun di Cempaka Putihwood, calon artis atau artis yang siap dikontrak mahal siap “dipake”.

“Nggak semua artis bisa digituin kale,” kata Oncel yang gantian membela kaum selebriti.

“Iya sih. Tapi mayoritasnya digituin kalee!”



Statement itu akhirnya keluar dari mulut Junaedi. Kali ini dia begitu yakin, udah jadi rahasia umum soal calon artis siap "dipake". Bahkan Junaedi juga banyak mendengar, para Pengisi Acara juga sering dimanfaatkan oleh Producer atau Director. Entah itu Penari, Penyanyi, atau bahkan mereka yang baru di-casting jadi Pemain. Kalo udah “dipake”, biasanya si Producer atau Director jadi subjektif terhadap Talent itu. Tiap ada acara, Talent itu yang dikontrak. Mau bagus, mau jelek, Talent itu yang jadi Host atau pemain utamanya.

"Gw pernah punya temen yang nyeritain ada karyawan salah satu stasiun televisi yang manfaatkan Dancer buat memenuhi kebutuhan seksnya. Gokilnya mereka melakukannya di studio pula," kata Junaedi.

Video mesum mirip Dhea itu rupanya menyadarkan Junaedi ke jalan yang benar. Doi yang tadi udah menyiapkan segala kebutuhan Putrinya buat jadi Artis, mulai dari wardrobe, sepatu, dan aksesori, dijual-jualin ke Pasar Jembatan Serong, Jakarta Pusat. Formulir pendaftaran buat ikut kontes-kontesan di televisi, disobek-sobek. Kartu nama para Produser Film yang semula dikumpulin di sebuah kotak kecil, dibakar-bakarin. Too much sih alias terlalu berlebihan sih sikap Junaedi kayak begitu. Tapi itu udah keputusan doi, mau diapain lagi?

“Cuma manusia tolol yang mau menukar keperawanan anak dengan selembar kontrak sinetron atau film. Kalo nuker panci rombeng di rumah sih, oke-oke ajah!”


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

MUNGKIN NGGAK YA KALI JAKARTA JADI BERSIH?

Sejak kecil sampai sekarang mau mengecil lagi, kayak-kayaknya gw belum pernah melihat kali di Jakarta bersih. Saking bersihnya, gw jadi bisa lihat paling dasar kali itu. Gw tahu, itu cuma hayalan tingkat tinggi. Soalnya, sampai sekarang gw belum pernah menemukan detail, tahun berapa kali Jakarta masih bersih. Jangan-jangan dari dulu memang udah kotor?

Melihat kebiasaan Manusia-manusia yang tinggal di bantaran kali, memang bikin gemes gw. Kenapa? Buat mereka, membuang sampah di kali udah bukan sebuah kesalahan. Malahan kalo sampah nggak dibuang di kali rasanya nggak afdol. Kebiasaan mereka udah turun temurun. Anak yang dididik orangtuanya buang sampah sembarangan udah punya anak lagi, bahkan mungin udah punya cucu yang juga ikut-ikutan buang sampah.

Mungkin udah puluhan instansi menasehati soal akibat membuang sampah di kali. Meski udah diceramahi, meski udah dinasehati, meski udah pernah merasakan akibat sampah yang dibuang di kali, Manusia-Manusia yang ada di bantaran kali tetap aja dableg alias nggak peduli.


Salah seorang Tukang Bersih kali di Kali Sunter, Jakarta Pusat


Mungkin nggak ya kali Jakarta jadi Bersih?

Sebuah pertanyaan naif dan bodoh. Tapi sebetulnya patut menjadi pemikiran kita bersama, terutama mereka yang tinggal di bantaran kali dan sering membuang sampah di kali.Mereka harusnya tahu, kali yang bersih itu akan menguntungkan kita bersama. Gw ngebayang, kalo kali bersih, banyak anak-anak yang akan berenang di kali. Bukan cuma anak-anak, gw juga pasrah diceburin di kali. Syaratnya, kali kudu bersih dulu. Kalo sekarang elo ceburin, yang ada tiap kerja gw garuk-garuk body. Maklum, kulit gw sensitif, apalagi kalo kena air kali yang baunya naudzubillah min dzalik dan berwarna pekat itu.

Sebagai Pembersih Kali, mungkin Bapak-Bapak ini nggak berharap kali akan bersih. Meski doi membersihkan kali tiap hari, toh kalo yang buang sampah lebih banyak daripada Pembersih Kali, ya sami mawon, ya nggak? Sebagai intelektual, rasanya dari kita patut ngasih contoh ke Manusia-Manusia yang masih nggak disiplin soal membuang sampah di kali, deh. Nggak perlu melakukan perubahan besar, at least anak-anak kita, tetangga-tetangga kita, dan teman-teman kita yang lain nggak akan pernah membuang sampah sembarangan.

"Kalo ente perlu tong sampah, ane sanggup nge-drop-in di rumah situ. Tapi delevery tong sampahnya ada ongkos kirimnya, lho. Emang perusahaan kurir doang yang meng-charge ongkos kirimnya? Kite juga pingin untung tong!"

video copyright by Brillianto K. Jaya

LADY JADI ROCKER

Terus terang gw nggak nyangka, suara Mel Shandy masih dahsyat kayak 10 tahun yang lalu. Suaranya masih melengking. Beda banget sama suara gw. Mau 10 tahun yang lalu atau sekarang, suara gw bikin kuping orang budeg. Melengking sih melengking. Tapi yang keluar suara yang fals.

Memang sih, antara gw dan Mel Shandy sulit ditandingin. Maksudnya, Mel jauh banget suaranya dibanding suara gw yang acak adul. Tapi gw selalu positive thinking. Suara Mel dahsyat gara-gara doi penah jadi Lady Rocker. Konon pernah juga jadi juara MTQ alias perlombaan baca Al-Qur'an nggak tahu tingkat apaan. Sedang gw? Gw boro-boro juara MTQ, juara balap kerupuk aja kalah terus. Udah suara nggak ok, gw nggak mau kursus vokal pula.


Juara ngaji yang memilih jadi Lady Rocker daripada jadi Ustadzah


Gw nggak nyesal punya vokal nggak sama kayak Mel. Dahulu memang nggak banyak kursus vokal kayak sekarang. Sekarang tinggal pilih, mau di Purwatjaraka, Elfa's Studio, atau Chick Music, dan banyak lagi. Kalo dulu, latihan vokal mungkin cuma bisa di kamar mandi. Itu pun nggak bisa latihan berjam-jam. Soalnya, pasti kalo udah kelamaan, pintu kamar mandi ada yang akan menggedor-ngedor.

"Hey mas! Kalo pup jangan lama-lama dong! Kita juga kan mau pup. Apa kita bisa melakukan duet pup di kamar mandi?"


Anaknya boleh tiga, tapi lengkingan suaranya masih dahsyat, cin!


Sedih juga suara gw disamain sama pup. Memang sih kalo nafas suara gw keluar, ada yang bilang rada bau. Katanya gw kurang gosik gigi. Padahal bukan kurang gosok gigi, jarang gosok gigi lebih tepatnya.


Mantan vokalis band SMA sedang beraksi membikin budeg kuping audience di venue.


Waktu zaman Mel, Lady Rocker memang banyak sekali. Angkatannya Mel ada Nicky Astria, Hilda Ridwan Mas, Renny Jayoesman, Atiek CB, dan beberapa nama lain. Lady Rocker ibarat jamur di musim hujan. Bermunculan satu per satu. Yang paling banyak memang asalnya dari Bandung. Nggak tahu kenapa Bandung bukan jadi jins atau belanja pas weekend, tapi jadi pusat Lady Rocker.

Di era 2000-an, Lady Rocker jarang banget. Yang ada si Lady yang pengen jadi Rocker. Lady sebenarnya nama Wanita yang nggak bisa nyanyi. Suaranya pas-pasan. Tapi lebih bagu nggak usah nyanyi. Namun menjadi Rocker adalah impiannya. Nggak heran di kamarnya dipajang poster-poster panyanyi rock internasional, mulai dari Bon Jovi, Aerosmith, U2, sampai grup dangdut kaliber kampung-kampung.

Lady Rocker muncul nggak sendirian. Nggak kayak dahulu, tanpa grup band, Lady Rocker bisa ngetop. Entah kenapa trend-nya di tahun 2000-an ini kayak begitu. Sebagai contoh Ayu dari band Garasi. Doi kudu berjuang bersama kedua rekan-rekannya. Ayu sendiri selain nyanyi, juga main gitar.

Tiba-tiba munculah Melani Soebono yang mengisi kekosongan Lady Rocker yang benar-bener Penyanyi solo. Meski doi nggak pengen disebut sebagai Rocker yang berjenis kelamin Lady, toh lagu-lagu yang dibawakannya berirama rock'n roll. Nggak mungkin kan kalo si Melani nyanyiin lagu rock kita sebut doi sebagai Lady Keronconger atau Lady Jazzer? Yang ada kalo begitu diomelin praktisi Keroncong atau Jazz.


Mumpung belum sesulit kayak Lady Rocker Hollywood sana, gw foto bareng sama Melani Soebono.

Soal suara Melani pas-pasan atau serak-serak becek, itu bukan kapasitas gw. Maaf gw bukan Pengamat Musik atau Praktisi Musik. Gw cuma Bintanag jalang dari kumpulan yang terbuang. Lho kok kayak puisinya Chairil Anwar ya? Maksudnya dalam tulisan ini, gw lebih melihat keberanian Melani Soebono tampil sendirian sebagai Lady Rocker di tengah keberagaman band-band rock tanah air. Eksistensi Melani boleh jadi obat kekangenan Lady Rocker yang belakangan nggak ada lagi. At least doi bakal bersaing sama Lady si Rocker tadi itu, yang suaranya nggak banget, cin. Anyway, gw pribadi memang kangen juga mengenang masa-masa Nicky Astria menyanyikan lagu Tangan-Tangan Setan diiringi oleh Ian Antono, atau Nike Ardila menyenandungkan Seberkas Cahaya Terang bersama Deddy Dores, atau Anggun C. Sasmi nyanyi Mimpi.


Dalam hitam, gelap malam,
ku berdiri, melawan, sepi…
Disini, di pantai ini,
telah terkubur sejuta kenangan
Dihempas keras gelombang,
yang tertimbun batu karang,
yang tak ‘kan mungkin, dapat terulang

Wajah putih, pucat pasi,
tergores, luka di hati
Matamu, membuka kisah,
kasih asmara yang telah ternoda
Hapuskan semua khayalan,
lenyapkan satu harapan
Kemana lagi, harus mencari

Kau sandarkan, sejenak beban diri
Kau taburkan, benih kasih, hanyalah emosi

[Reff:]
Melambung jauh, terbang tinggi, bersama mimpi
Terlelap dalam, lautan emosi
Setelah aku, sadar diri, kau t’lah jauh pergi
Tinggalkan mimpi, yang tiada bertepi

Kini hanya rasa rindu, merasuk di dada
Serasa sumpah melayang pergi,
terbawa arus kasih, membara


Nah, berikut ini ada beberapa video live dari Lady Rocker Indonesia, antara lain Mel Shandy yang menyanyikan lagu milik Guns'n'Roses, Sweet Child O' Mine, Nicky Astria lewat lagu Misteri Cinta. Semua saya download dari YouTube. Selamat menikmati...









all photo copyright by Brillianto K. Jaya

Saturday, March 7, 2009

PERCAYA NGGAK PERCAYA: 80% BERITA INFOTAINMENT BENAR!

Kadang kita terlalu munafik buat menyebut diri infotainmentmania. Padahal kita sebagai manusia selalu ingin tahu Selebritis siapa yang sedang jadi berita. Padahal pula, alasan tiap kali beli tabloid adalah membaca berita terkini soal Selebritis. Kalo pun beli koran atau majalah, yang dibaca duluan adalah berita soal Selebritis.

Suka nggak suka, begitulah keadaannya. Kita malu dicap penggemar infotainment. Kita juga malu dicap penggemar berita-berita Selebritis. Konon kabarnya, infotainment cuma buat konsumsi Ibu-Ibu Rumah Tangga yang nggak ada kerjaan atau para Pembantu yang udah menyelesaikan tugas rumah tangga di siang hari. Padahal...

Infotainment ibarat sebuah panggung rumah tangga yang dikemas via audio visual yang masuk ke ruang keluarga. Panggung bisa berasal dari kisah nyata, bisa pula diambil dari fiksi yang direkayasa. Percaya nggak percaya, 80% berita yang ada di infotainment itu benar adanya.


Mel Shandy, Mellani Subono, dan Remy Soetansyah. Nggak lepas dari gosip.


Terus terang angka 80% masih perlu pembuktian lagi. Kudu ada Lembaga Survey yang membantu mengakurasi angka tersebut. Angka itu sebenarnya buat menunjukkan bahwa berita infotainment nyaris kejadian sesungguhnya. Nggak percaya? Coba sebutkan berita yang dianggap gosip ternyata cuma isapan jempol? Coba beri contoh kasus yang dianggap membohongi publik ternyata adalah sebuah fakta?

Berita perselingkuhan Dewi Sandra dengan Glen Fredly saat Dewi masih resmi jadi istri Surya Saputra, ternyata bukan gosip. Padahal sebelumnya baik Dewi maupun Glen mengelak. Toh akhirnya kisah cinta mereka retak juga. Mungkin ini hukum karma akibat percintaan dengan latarbelakang perselingkuhan (baca: merebut istri orang).

Gosip Mayangsari yang dekat dengan Bambang Triatmodjo juga sempat dianggap bohong. Bahkan Mayang sempat menantang Wartawan buat membuktikan kedekatannya dengan Bambang. Siapa yang berhasil punya bukti, akan diberikan imbalan uang. Kalo nggak salah angkanya mencapai milyard deh. Eh, ternyata seiring waktu, gosip itu nyata. Mayang ada “main” sama Bambang Tri.

“Harusnya Wartawan nagih janji Mayang tuh!”

Hayo apa lagi? Perselingkuhan Annisa Tribanowati dengan Sultan Djorgi saat Annisa masih resmi jadi istri Adjie Pangestu. Kayak kisah Dewi-Glen, baik Annisa maupun Sultan mengelak digosipkan saling cinta. Saat itu mereka bilang, mereka teman main di satu sinetron. Namun beberapa bulan kemudian, setelah Annisa cerai, Annisa-Sultan mulai berani mendeklarasikan kisah cinta mereka. Mereka kemudian meresmikan hubungan lewat tali pernikahan. Guna meninggalkan masa lalunya, Annisa ganti nama. Nama belakangnya diganti jadi Trihapsari. Katanya pergantian nama itu bukan gara-gara masa lalu. Tapi nama “Banowati” dalam dunia Pewayangan artinya “Buto” atau Raksasa Jahat.

Banyak contoh gosip-gosip yang dianggap gosip padahal berita benar. Kalo diurutkan, nggak akan pernah habis. Ada Marcell yang menyimpan keretakan hubungannya dengan Dewi Lestari. Ada Luna Maya yang menampik hubungan cintanya dengan Ariel Peter Pan. Ada pula yang zaman dulu sangat tabu diberitakan soal hubungan mantan Menteri Sekretaris Negara Moerdiono dengan Penyanyi Dangdut Machica Mochtar. Masih soal dangdut, ada pula gosip Angel Lelga yang menjadi istri raja Dangdut Rhoma Irama.

Oleh karena 80% gosip di infotainment benar, nggak heran kalo Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat mengharamkan para Penonton menyaksikan infotainment. Wajar sih, MUI pasti melihat ada unsur kebenaran di berita itu. Karena benar, jadi nggak bagus kalo rumah tangga orang diketahui oleh khalayak ramai. Masa orang cerai diumbar-umbar di depan umum sih? Masa perselingkuhan diceritakan di hampir seluruh ruang keluarga Indonesia yang tercinta ini?

Gara-gara sering nonton infotainment, mayoritas Infotainmentmania udah bisa membedakan mana gosip yang memang cuma gosip alias rekayasa, sama gosip yang sebenarnya kisah nyata. Maksudnya rekayasa? Buat menjaga popularitas supaya nggak nge-drop, sebuah organisasi PR meng-create popularitas berita si Selebriti. Dengan begitu, seorang Selebiti akan tetap eksis di dunianya.

Organisasi PR ini bisa dari Management si Selebriti itu sendiri, bisa pula hasil kreativitas Wartawan yang dekat si Selebriti tersebut. Kedua elemen (Management Artis dan Wartawan) saling membutuhkan. Bahasa kerennya, symbiosis mutualist. Wartawan butuh berita, si Management Artis butuh publikasi.

“Kalo kisah Dewi Persik gimana, bro? Apakah berita-berita doi hasil rekayasa?”

Infotainmentmania bilang, berita Dewi Persik itu 50% real 50% rekayasa. Dewi udah jago berakting kayak Wakil Rakyat. Pandai menangis, pandai mengiba, dan pandai marah-marah. Padahal ada yang dilakukan karena akting. Kata salah seorang Infotainmentmania yang nggak mau disebutkan namanya, hal tersebut dilakukan demi popularitas. Maklum, job-nya nggak banyak. Job-job yang sebelumnya ada, dibatalkan gara-gara Pemda setempat mencekal.

Meski 50% berita hasil rekayasa, berita soal Dewi di infotainment tetap aja menarik. Padahal udah berlebihan banget. Too much! Kayaknya hampir tiap minggu, ada aja berita soal doi. Hitung aja berapa berita soal Dewi sejak cerai dari Saiful Djamil yang menjajah infotainment kita. Mulai dari perang dengan Managernya dan terakhir pernikahannya dengan Aldy Taher.

“Kasihan deh loe Dew!”

Lepas dari rekayasa atau membohongi publik, Dewi tetap dianggap berani mengekploitasi diri. Demi popularitas, doi nggak segan “terbuka” dengan pers. Dewi pasti udah sadar, banyak teman Selebritis-nya yang mau muntah dengan Dewi. Tapi kayaknya doi cuek tuh! Mungkin doi berani bilang: “Gw nggak munafik butuh publikasi supaya tetap ngetop!”

Dunia kita memang penuh kemunafikan. Di sisi kita, munafik sok nggak mau nonton infotainment padahal doyan. Di sisi Selebritis, munafik juga nggak mengakui kebenaran terhadap masalah yang mereka hadapi. Jawabannya pasti: “No comment!” atau “Ah, nggak ada apa-apa kok. Hubungan kami baik-baik saja” atau “Kenapa sih saya nggak dikasih sedikit privacy?”. Nasibmu para Selebriti. Begitu jadi orang terkenal, ya harus menerima kondisi yang nggak mengenakan kayak begitu. Kecuali elo-elo semua nggak macem-macem, sehingga nggak perlu ada kemunafikan. The choice is yours......

DARIPADA DIANGGURIN, MENDING DIMANFAATIN

Di tengah gedung gedung pencakar langit, perkantoran, serta apartemen di kawasan SCBD, ada dua underpass alias terowongan bawah tanah yang nggak dipergunakan semestinya. Maksudnya, yang namanya terowongan, yang harusnya menjadi jalanan kendaraan untuk menuju titik A ke titik B, agar lebih cepat. Nah, yang ada, terowongan di SCBD ini digunakan buat parkir motor para karyawan yang kebetulan kerja di SCBD.

Lucu tapi nyata. Harusnya gw ketemu dengan Arsitek kawasan SCBD. Mau tanya, kok ada dua underpass yang gak dipakai? Why? Kedengarannya iseng, tapi dasarnya gw pengen tahu aja. Soalnya, gw jadi berpikir Arsitek itu membuat blueprint kawasan SCBD tanpa perencanaan dong?!


Terowongan tempat parkir motor itu persis di depan kantor dan studio JakTV.


"Ini merugikan keuangan gue tahu?!"

"Kok jadi elo yang marah? Emang SCBD punya Bapak Moyang loe apa?"

Iya sih, bukan punya gw. Buat apa gw marah-marah kayak gitu? Yang punya SCBD juga nggak peduli terowongannya fungsional atau nggak. Doi buang-buang duit trilyunan buat kesalahan perencanaan mah, cincay coy! Doi pasti nggak akan peduli sama gw anggota masyarakat cemen yang duitnya jauh banget dibanding doi. Ibarat langit dan tanah. Doi punya duit setinggi langit, sedang gw punya duit setinggi tanah.


Lebih dari seribu motor biasa parkir di sini tiap hari.

"Tapi duit gw duit halal, bro. Nggak ada satupun duit gw yang berasal dari judi, merampas hak orang lain, atau malakin pengusaha..."

"Emang yang punya SCBD dapat duit haram?"

"I don't know! Tanya aja sendiri. Lagipula gw nggak peduli siapa yang punya SCBD..."

"Oh iya, satu hal juga. Buat dapat duit, gw nggak pake backing-backingan. Gw nggak kenal Kapolri, atau Kapolda, atau Kapolsek. Yang gw kenal hansip-hansip di rumah gw."


View parkir dari dalam terowongan. Nggak habis pikir, gimana caranya mereka bisa mengenali motor mereka ya? Nggak ada lampu penerangan, lho. Cuma mengandalkan sinar matahari yang masuk ke terowongan itu.

Buang-buang duit buat terowongan mah kayak buang tokai di kali. Duitnya paling cuma berapa milyard? Nah, daripada nggak dimanfaatkan, terowongan yang nggak dipakai itu (sekali lagi) difungsikan buat parkir motor karyawan SCBD.

Di terowongan ini lebih dari seribu motor parkir setiap hari. Hebatnya, yang parkir di sini nggak perduli motor dari negara manapun. Mau motor keluaran Jepang, China, India, Pakistan, Afrika Utara, atau motor buatan Irlandia Utara, bisa parkir di sini. Merekanya pun nggak peduli Honda, Yamaha, Kawasaki, atau Harley Davidson. Semua setara. Equal. Nggak kayak di Mal-Mal yang sangat diskriminatif, dimana motor yang boleh parkir di situ cuma Harley Davidson. Motor selain Harley, silahkan parkir di basement atau ke laut aja. Biar membedakan motor orang kaya dan motor orang miskin gitu. Padahal orang kaya banyak juga yang pake Honda bebek.


Ada tukang jualan di dalam terowongan. Sambil berdagang, sambil jagain motor yang diparkir. Maklum rawan pencurian.


Terus terang gw salut dengan mereka yang memarkirkan kendaraan di terowongan ini. Kenapa? Mereka bisa-bisanya mengenali motor dengan sempurna. Padahal mereka parkir begitu rapat. Warna-warna motor mirip satu sama lain. Apalagi kalo parkirnya kebagian di dalam terowongan yang nggak ada lampu. Cuma mengandalkan sinar matahari yang menembus terowongan itu. Jangan-jangan mereka kompakan, kalo motor mereka ketukar, besok harap dibawa kembali ke terowongan ini.

Ada tiga orang Security dari pihak SCBD yang menjadi Penjaga di pos depan. Satu orang yang bertugas memungut retribusi parkir seharga seribu perak ini. Sementara dua Security mengatur lokasi parkir si Pengendara motor dan mengawasi area. Ada juga orang yang ikut membantu mengawasi jalannya perparkiran. Doi bukan dari kalangan Security, tapi Pedangang yang kebetulan berjualan di dalam terowongan. Kayak warung di pingir jalan, Pedagang ini menjual rokok, teh botol, dan makanan kecil. Kalo elo mau cari minuman keras, nggak mungkin ada di situ.

"Tapi ada papan catur di situ. lho!"

"Berarti kita bisa main catur di situ ya?"


Ada sekitar tiga Security yang khusus ngejaga terowongan parkir motor ini. Duitnya lumayan buat disetor ke management SCBD, juga buat insentif si Security.


Buat Pengguna terowongan itu alias Pemilik motor, terowongan yang dialihkan sebagai tempat parkir sangat membantu. Pasalnya, mereka jadi nggak perlu bayar parkir mahal kalo parkir di gedung perkantoran atau di mal dekat situ. Maklumlah, gini hari duit-duit kudu diiritkan. Kalo nggak perlu-perlu amat, ya ditabung. Lumayan kalo dari parkir bisa irit 200 ribu sampai 300 ribu sebulan, ya nggak?


all photos copyright by Brillianto K. Jaya