Wednesday, December 23, 2009

SAMA-SAMA MELANGGAR PERATURAN

Nggak usah ngomong dulu mau tunduk hukum. Nggak perlu juga menunjuk orang lain agar mematuhi peraturan. Kadang kala diri kita atau institusi yang kita pimpin seringkali juga nggak beres.

Kemarin saya iseng-iseng mampir ke kampus almamater. Saya sengaja mampir ke Situ Universitas Indonesia yang dahulu kala tempat pacaran dan latihan mobil di tahun 80-an. Ternyata eh tenyata, sekarang bertambah fungsi. Bukan cuma pacaran, sekarang juga jadi tempat arena mancing. Padahal jelas-jelas di situ ada tanda dilarang memancing, karena Situ UI dianggap sebagai tempat konservasi.




Nyatanya tanda larangan nggak digubris oleh orang-orang. Pihak UI-nya pun membiarkan orang-orang itu mancing. Dan jadilah Situ sebagai tempat mancing. Gara-gara ada arena mancing, di sekitar situ banyak tukang jualan. Bukan cuma penjual minuman, tetapi ada tukang mie pangsit, ketoprak, dan lain-lain. Padahal jelas-jelas di situ juga jelas-jelas ada tanda dilarang jualan.



Entahlah apa yang membuat pihak UI tidak mengusir orang-orang yang sibuk mancing dan para pedagang di sekitar Situ. Kelihatannya jadi nggak konsisiten, ya nggak? Ada aturan yang sudah ditetapkan tapi dilanggar dan dibiarkan begitu saja. Padahal setahu saya, mahasiswa-mahasiswa UI banyak yang berteriak pada pemerintah agar tunduk dengan peraturan. Nah, ndilalah kenapa di lingkungan kampus sendiri nggak lebih dulu perbaikan. Kesannya malah jadi sama-sama melanggar.




Ah, barangkali memang begitu sifat manusia. Berteriak dahulu pada orang lain, sementara diri sendiri sebetulnya perlu diteriaki. Padahal ada baiknya memperbaiki diri dulu, yakni konsisten dengan aturan yang sudah ditetapkan, lalu dijalani, dikontrol, dan evalusai, baru deh kalo sudah benar-benar taat hukum, para mahasiswa menegakkan supremasi hukum.

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Saturday, December 19, 2009

CONGRATS TO "LASKAR PELANGI!"

Setelah meraih Golden Butterfly Award di International Festival of Films for Children & Young Adults di Hamedan, Iran pada Agustus 2009 lalu, Sabtu kemarin (19/12), film Laskar Pelangi berhasil meraih penghargaan sebagai film terbaik Festival Film Asia Pasifik ke-53 di Kaohsiung, Taiwan.

Selain film yang disutradarai oleh Riri Riza itu, ada dua film Indonesia lain yang juga mendapatkan penghargaan di festival itu adalah Jamila dan Sang Presiden dan Perempuan Berkalung Sorban. Kalo film Jamila yang disutradarai oleh Ratna Sarumpaet itu meraih penghargaan tata musik terbaik, sementara film Perempuan meraih penghargaan aktris pendukung terbaik yang disabet aktris senior Widyawati.

Festival Film Asia Pasifik ini diikuti 58 judul film dari 16 negara yang berada di wilayah Asia Pasifik. Menurut sekretaris delegasi Indonesia di Festival Film Asia Pasifik (FFAP) ke-53, Firman Bintang, yang penulis kutip dari Kompas Minggu (20/12) mengatakan, tahun 2009 ini Indonesia mengirimkan empat film cerita panjang dan dua film dokumenter.























Tuesday, December 15, 2009

SAY NO TO STATUE OF OBAMA

Patung Obama tiba-tiba menjadi heboh. Sebenarnya kalo patung itu nggak diletakkan di sebuah taman umum di Jakarta, Indonesia ini barangkali nggak akan heboh. Namun dengan sadar dan tanpa mengerti akibatnya, Pemda mengizinkan patung seharga 100 juta perak itu berdiri di Taman Menteng, Jakarta Pusat.

Patung Obama ini diresmikan pada Kamis 10 Oktober, dimana secara bersamaan di hari yang sama, Obama menerima Nobel Perdamaian di Swedia. Patung ini terbuat dari perunggu seberat 30 kg dengan tinggi 110 cm. Patung ini berdiri di atas sebuah kotak semen berbentuk persegi, dimana di setiap sisinya terdapat marmer yang ada tulisan.

Sisi depan yang searah dengan pandangan Barry ada tulisan dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia: "Si kecil Barry, bermain bersama ibunya, Ann di daerah Menteng ini. Dia tumbuh menjadi Presiden Amerika Serikat Ke 44 dan Penerima Nobel Perdamaian Barack Obama".

Di sisi kiri, terdapat tulisan: "Supported By: Rudy Pesik, Mien R Uno, Judith Soeryadjaja, Hasyim Djojohadikusumo, Prananda Surya Paloh, Norman Chen, Benny Suyudono, Adisatrya Sulisto, B Chanel (Television), Pertners For Compassion". Lalu di sisi kanan tertulis: "Dedicated To The Children Of Indonesia By: Governor Fauzi Bowo, Friends Of Obama Ron Mullers, Dalton Tanonaka, December 10, 2009". Sedang di sisi belakang tertulis: "The Future Belongs To Those Who Believe In The Power Of Their Dreams".

Entahlah sejak Obama belum terpilih, apalagi sudah terpilih, sebagian kecil warga Indonesia tergila-gila dengan yang namanya Obama. Baiklah kalo dia pernah tinggal di Indonesia dan disebut sebagai anak Menteng (ingat! bukan Menteng kawasan elit, lho, tetapi Menteng Dalam, bo!).

Baiklah, Obama bukan cuma pernah tinggal di Indonesia, tetapi bersekolah. Baiklah dia menjadi sebuah inspirasi buat sebagian orang di dunia. Tetapi buat Indonesia so what gitu loch? Saya termasuk orang yang antipendirian patung di Taman Menteng ini. Nggak penting banget, sih!



Saya setuju dengan alasan beberapa orang yang menentang. Apakah nggak ada pahlawan bangsa yang layak dijadikan patung daripada seorang Obama yang belum (boleh dikatakan nggak) memberikan kontribusi ke bangsa Indonesia. Memberikan hutang ke negara ini sih, iya.

Sesungguhnya, saya pun sejak mengetahui Obama nggak begitu simpati dengan warga Palestina, menjadi muak. Intinya, sebagai orang Islam saya nggak begitu bernafsu menyukai Presiden Amrik ke-44 yang kulit hitam. Beberapa foto jelas mengisaratkan ia pro pada Israel atau kaum Yahudi. Anehnya, banyak umat yang seagama dengan saya tetap respek dengan Obama.



Kunjungan-kunjungannya ke negara-negara Arab sampai masuk ke masjid segala cuma basa-basi politik. Tapi itikad buat menolong warga Palestina dari penindasan kaum Yahudi, nggak ada sama sekali. Apakah ini cermin sebuah inspirasi dari seorang bernama Obama? I don't think so!

Itulah mengapa Patung Obama yang didukung oleh beberapa nama orang Indonesia (Rudy Pesik, Mien R. Uno, Judith Soeryadjaya, Hashim Djojohadikusumo, dll) itu ditentang pendiriannya. Mereka yang menentang berasal dari berbagai pihak, termasuk para pengguna situs jejaring sosial, Facebook. Penggagas grup yang menentang yang diberi judul “Turunkan Patung Barack Obama di Taman Menteng” adalah Heru Nugroho.

Menurut Heru, Obama bukan siapa-siapa bagi sejarah bangsa Indonesia yang berdaulat dan berjati diri sebagai bangsa merdeka.

“Jika boleh dibilang, Obama hanya pernah numpang makan dan berak di Menteng saja. Selanjutnya hari harinya adalah kehidupan sebagai orang Amerika,” tuturnya.

Seperti yang penulis kutip dari detikINET, Rabu (16/12/2009). Per pukul 15.15, grup ini telah mendapat dukungan sebanyak 20.551 anggota. Padahal awalnya target dukungan cuma ingin memperoleh minimal 100 ribu. Sebab dengan 100 ribu dukungan, Heru cukup yakin bisa melakukan dialog dengan pihak pemprov atau DPRD.

Ketua Yayasan Friends of Obama, Ron Muller sangat menyayangkan banyak orang yang menolak pendirian Patung Obama ini.

“Saya rasa ini menyedihkan. ada sedikit orang dari banyak orang yang mendukung patung ini,” katanya. Menurutnya, ini bukan patung Presiden Amrik, tapi patung anak kecil yang pernah bersekolah dan tinggal di Indonesia. “Yang suka makan bakso, sate, dan nasi goreng,” ujarnya.

Lah kok ukurannya makan doang? Kontribusi buat bangsa Indonesia apa Ron? Buat warga Palestina yang tertindas oleh Israel gimana? Jangan cuma makan doang diurusin!

Tuesday, December 8, 2009

STORY ABOUT PRITTA: BISA NGGAK YA SALING MEMAAFKAN?

Antusiasme warga Indonesia untuk mengumpulan koin buat membantu Prita Mulyasari luar biasa! Nggak cuma dilakukan oleh Ade Novita sebagai Kordinator Koin Peduli, tetapi hampir seluruh warga, termasuk para pelajar, melakukan aksi yang sama. Tapi hati-hati!

Terkadang momentum penggalangan dana ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang nggak bertanggung jawab. Bilangnya cari dana buat Prita yang butuh dana Rp 204 juta, tetapi ujung-ujungnya buat kepentingan pribadi. Maklum, audit penggalangan dana model mengumpulkan koin ini nggak jelas. Siapa sih penyumbang yang bisa protes kalo dananya dikorup? Wong cuma koin gitu, lho!


Ade Novita, Kordinator Koin Peduli. Koin adalah lambang kerakyatan. Kalo dengan koin bisa mengumpulkan Rp 204 juta, artinya itu dukungan asli dari rakyat.

Barangkali Anda pernah melihat sejumlah mahasiswa atau warga masyarakat yang meminta-minta sumbangan di jalan raya. Dengan bermodal kardus bekas dan tulisan kotak sumbangan untuk bencana ini-itu, mereka itu dengan mudah turun ke jalan. Tentu banyak orang yang peduli dengan aksi mereka, tetapi tidak sedikit pula yang antipati. Sebab, kenapa mesti dengan cara seperti itu? Ngerti spontan. Tetapi apakah mereka nggak tahu kalo orang yang antipasti itu sudah menyumbangkan ke badan yang lebih legal? Mereka antipasti, karena ausitnya nggak jelas.

Ah, marilah kita positif thinking aja. Positif, bahwa mereka yang menggerakkan dana setelah Ade, adalah orang-orang yang bertanggugjawab, jujur, dan ikhlas melakukan penggumpulan koin.

Anyway, saya jadi penasaran terhadap pihak Rumah Sakit (RS) Omni International yang menuntut Prita sehingga Prita diwajibkan membayar ganti rugi atas kasus pencemaran nama baik senilai Rp 204 juta. Mereka itu apa nggak malu ya? Nggak malu kalo seluruh warga masyarakat jelas-jelas mendukung Prita. Sebab, dengan mempertahankan tuntutan mereka, citra RS Omni International jadi dipertaruhkan.




Saya tidak tahu pasti perasaan kedua belah pihak (Prita maupun Direksi RS Omni International). Namun saya berharap masing-masing bisa berbesar hati dan akhirnya saling memaafkan. Bisa nggak ya?

Menurut Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) RS Omni International yang ketika saya menulis ini tampil di program Kabar Petang di tvOne mengatakan, sebenarnya pihak RS secara perdata sudah mencabut tuntutan sebesar Rp 204 juta. Artinya, RS nggak lagi membebankan Prita dengan uang sebanyak itu. Namun secara pidana, nggak bisa. Nah, lho! So, sekarang ini tinggal dari pihak pengadilan, nih!


all photos copyright by Brillianto K. Jaya





Saturday, December 5, 2009

FILM "SANG PEMIMPI": DAN ARIEL 'PETER PAN' PUN MENEMUKAN IMPIANNYA...

Sebuah gulungan poster film seks dipasang. Ikal, Arai, dan Jimbron memandangi poster yang dipajang di bioskop di samping rumah kontrakan mereka di Magai itu. Alam pikiran ketiga sahabat ini terganggu. Di satu pihak mereka penasaran ingin menonton film dewasa, namun di pihak lain mereka takut ketahuan Kepala Sekolah mereka, Pak Mustar.

Berhari-hari poster bergambar wanita seksi berambut panjang yang memegang anjing pudel ini mengganggu pikiran mereka, terutama Ikal. Buatnya, wanita berbetis mulus yang tidak mengenakan pakaian dalam itu begitu menggoda, apalagi dalam lamunannya seolah mata wanita itu berkedip padanya.

Arai terus menerus mengganggu Ikal agar mau menonton film itu. Ikal tergoda juga dengan bujuk rayu Arai. Mereka kemudian nekad menonton. Awalnya mereka juga masih ragu boleh diizinkan oleh petugas tiket bioskop. Tetapi berkat akal bulus Jimbron, mereka bisa masuk, yakni dengan cara menutup kepala mereka dengan sarung agar wajah mereka tak terlihat.


Film Sang Pemimpi menjadi opening film 11th Jakarta International Film Festival (JiFFest)

Malang tak dapat ditolak. Ketakutan Ikal terjadi juga. Ketika film yang diputar tiba-tiba berhenti pada saat setengah diputar, tanpa mereka duga Pak Mustar masuk ke dalam bioskop. Dengan wajah kecewa, Pak Mustar yang Kepala Sekolah ini memerintahkan Ikal, Arai, dan Jimbron agar segera keluar dari bioskop.

Salah satu scene film Sang Pemimpi tersebut secara jelas menggungkapkan problematika yang terjadi dalam dunia remaja. Meski terjadi dan dialami oleh remaja asal Belitung, namun masalah yang digambarkan Riri Riza (Sutradara) juga terjadi di kalangan para remaja di kota-kota besar. Bahwa rasa penasaran terhadap apa yang belum pernah dilakukan –dalam konteks di scene tersebut, yakni menonton “film panas”-, pasti semua remaja mengalami. Ada rasa takut bersalah, tetapi juga penasaran.

Dalam sekuel novel Laskar Pelangi ini, Riri memang memotret kisah tiga sahabat yang mengejar mimpi. Sementara Ikal dan Arai bermimpi ingin pergi ke Paris, Perancis, Jimbron selalu bermimpi ingin menunggang kuda.

Tentu buat sebagian besar orang, mimpi-mimpi mereka sungguh “keterlaluan”, tak masuk akal. Sikap skeptis tersebut beralasan. Baik Ikal, Arai, maupun Jumbron adalah pemuda miskin. Dalam alam nyata, kita seringkali menemukan kondisi skeptis seperti ini. Sebuah stereotype yang sudah menjurus pada prejudice, bahwa orang miskin dilarang bermimpi. Mereka yang boleh bermimpi hanyalah orang-orang kaya.

Novel Laskar Pelangi menepis stereotype yang selama ini terjadi dalam masyarakat. Orang miskin asal Pulau Belitung juga bisa punya cerita mirip Cinderella, dimana hidup dalam dunia kemiskinan juga mampu mengejar mimpi dan kemudian berhasil. Apalagi Pak Mustar selalu memberikan semanggat pada Ikal soal mimpi-mimpinya. Ditambah lagi Arai yang selalu optimis dan tidak mudah putus asa.

Momentum mengejar impian terjadi ketika Ikal melihat ayahnya yang tetap tegar menerima raport Ikal. Padahal Ikal tahu, seharusnya ayahnya patut kecewa. Sebab, nilai-nilai di raportnya buruk, karena selama ini ia dan Arai serta Jimbron tidak fokus belajar. Sekolah bagi mereka nomor dua. Mereka lebih suka bekerja serabutan dan main.

Ikal kecewa pada dirinya yang telah mengecewakan ayahnya. Padahal ia sudah berjanji tidak akan mengecewakan ayahnya untuk yang kedua kali. Janjinya ini ia patenkan di hatinya, ketika sang ayah begitu berbesar hati menerima cobaan ketika tidak dipromosikan di kantornya di PT. Timah sampai gelombang besar yang membuat ayahnya di-PHK.

Ikal berlari menembus semak belukar hingga di jalan. Ini ia lakukan buat mengucapkan sebuah permohonan maaf pada ayahnya. Kisah haru inilah yang kemudian menjadi momentum Ikal buat menggejar impiannya dan momentum penonton untuk meneteskan air mata.


Lukman Sardi (kiri) berperan sebagai Ikal besar, sedangkan Ariel 'Peter Pan' (kanan) berperan sebagai Arai besar. Dengan impian yang kuat, mereka akhirnya berhasil menjajakan kaki di Perancis lewat beasiswa.


Film maupun novel Sang Pemimpi memang lebih banyak mengangkat kisah tentang ayah. Di pembukaan novel Andrea Hirata tertulis: “untuk ayahku Seman Said Harun. Ayah juara satu seluruh dunia”. Hal yang sama juga dilakukan oleh Riri dan Mira Lesmana, dimana pada closing film tertulis: film ini didedikasikan untuk ayah mereka.

Berbeda sekali dengan di film dan novel sebelumnya yang lebih banyak bercerita soal Ibu Muslimah, yang juga menjadi tokoh sentral. Ini pula yang oleh Riri diadaptasi dengan mengambil benang merah kisah ayahnya Ikal. Bab-bab di novel Sang Pemimpi yang tidak banyak berhubungan dengan ayah, terpaksa tidak difilmkan.

Seperti Laskar Pelangi, Riri tidak akan memasukkan semua bab yang ada di dalam novel Sang Pemimpi. Dari 18 bab di Sang Pemimpi, Riri hanya memfilmkan sekitar 10 bab. Kisah-kisah yang diadaptasi dari novel jelas kisah-kisah yang mengharukan, sehingga bisa membuat kita berlinangan air mata, dan tentu saja membuat kita tersenyum.

Kisah soal film bioskop misalnya. Di novel Sang Pemimpi ada di Bab 9, yakni Biokop (lihat hal 95-114). Sedang scene Bang Zaitun mengajarkan main gitar pada Arai diadaptasi dari Bab 14 berjudul When I Fall in Love (hal 83-205). Memang jika Anda sudah membaca novelnya, film Sang Pemimpi akan terkesan meloncat-loncat. Scene yang muncul tidak berdasarkan urutan Bab. Mohon jangan membandingkan novel dengan filmnya.

Sebagai Sutradara, Riri tidak punya kewajiban mengikuti alur sesuai Bab. Ingat! Medium film berbeda dengan novel. Dan ini yang seringkali disalahartikan oleh Penulis novel maupun Sutradara. Penulis novel selalu mewanti-wanti Sutradara agar membuat film harus sama persis dengan novel. Padahal tidak seperti itu. Beruntunglah Riri yang diberikan kebebasan penuh oleh Andrea Hirata.

Kali ini Riri tidak banyak menambah pelaku yang tidak ada di novel, sebagaimana di film Laskar Pelangi yang menambah sosok Pak Zulkarnaen dan Bakri. Namun Riri dan tentu saja Mira Lesmana sebagai Produser masih tetap mempercayai sistem bintang sebagai nilai jual sebuah film. Jika di Laskar Pelangi ada Tora Sudiro, maka di Sang Pemimpi, Riri dan Mira memasang Ariel “Peter Pan” sebagai Arai dewasa. Buat saya, kehadiran Ariel di film Sang Pemimpi bolehlah menjadi daya tarik calon penonton buat menonton. Meski begitu, tetap perlu pembuktian lebih lanjut. Sebab segmentasi penonton Sang Pemimpi sudah beda, bukan anak-anak lagi, melainkan remaja. Jadi soal bisa menandingi film Laskar Pelangi yang berhasil mencapai 4,6 juta penonton, ya perlu strategi pemasaran film ini lagi. Bukan mentang-mentang Laskar Pelangi sukses, tim sukses Sang Pemimpi tidak perlu kerja keras.

Terlepas dari soal pembuktian tadi, menurut saya kehadiran Ariel jauh lebih baik daripada hanya mengandalkan sosok Nugie yang buat saya sudah tidak happening lagi dalam dunia popularitas kaum pesohor. Baik di segmentasi AB atau CD, nama Nugie dalam bahasa televisi sudah tidak akan dapat rating. Lihat saja bandnya yang bernama Dance Company yang tidak terlalu bagus penjualan albumnya. Barangkali jika saya harus memilih, saya lebih suka memasang Coki Sitohang. Nama terakhir ini belakangan lagi naik daun. Program yang dipadunya, Take Me Out Indonesia meraih rating lebih dari 20%. Itu artinya 20% rakyat Indonesia menyaksikan program franchaise berkonsep perjodohan ini.

Anyway, film Sang Pemimpi sarat dengan pesan. Seperti pada Laskar Pelangi, Riri membalut pesan dalam rangkaian kisah. Pesan-pesan agama, budi pekerti, kegigihan, serta tampa pamrih digambarkan pada sosok Pak Harfan dan Bu Muslimah. Selain mereka, Laskar Pelangi juga memotret sosok Lintang sebagai murid yang gigih memuntut ilmu, meski dalam mencapai sekolah SDN Muhammadyiah anak pasisir yang jenius ini harus menempuh berkilo-kilo meter.

Riri punya pesan, saya pun ada. Pesan saya pada para pembaca novel, begitu Anda masuk bioskop, nikmati kisah Sang Pemimpi sebagai film, bukan sebagai novel. Pesan saya yang kedua, film ini film remaja. Jadi, pastikan Anda mendampingi anak Anda pada saat menyaksikan film Sang Pemimpi ini, terutama mereka yang masih di bawah 15 tahun. Terakhir pesan saya, hati-hati dengan mimpi Anda. Tidak perlu menjadi orang kaya terlebih dahulu untuk bermimpi. Anda yang merasa miskin pun bisa bermimpi. Sekali terucap dan gigih berjuang, Insya Allah mimpi Anda akan terwujud, sebagaimana mimpi Ikal dan Arai untuk pergi ke Perancis.