Saturday, July 31, 2010

TANDA YANG NGGAK MUNGKIN ADA DI LUAR NEGERI: A STORY ABOUT "TERORIS PAKU"

Barangkali saya terlalu yakin dengan judul tulisan ini. Tapi buat saya tidak masalah, karena pasti saya akan mendapatkan pencerahan dari teman-teman jika saya keliru. Bahwa judul tulisan saya ini berasal dari foto ini. Perhatikan baik-baik...



Foto tersebut di atas saya ambil ketika berkesempatan ngacir melalui jalan by pass, tepatnya setelah perempatan Utan Kayu, Jakarta Timur menuju ke Rawasari, Jakarta Pusat. Di atas jalan layang tersebut ada tanda yang Anda bisa lihat di sebelah kiri foto. Tanda yang diberi judul: "RAWAN PAKU".

Anda pasti tahu kenapa tanda lalu lintas tersebut judulnya "RAWAN PAKU". Sebab, di jalan tersebut sering ada paku. Bukan paku yang tidak sengaja berada di jalan tersebut, tetapi paku yang ditaburi oleh oknum-oknum yang sengaja ingin memanfaatkan jalan yang banyak dilalui oleh aneka kendaraan, baik itu mobil atau motor.

Tujuan oknum tersebut menaburi paku tak lain tak bukan agar ban kendaraan yang melintas di situ kempes. Jika kempas, otomatis Anda memberhentikan laju kendaraan Anda. Mending kalo kendaraan Anda dalam kondisi pelan. Bayangkan jika laju kendaraan Anda dalam kondisi ngebut, ban yang tiba-tiba kempes akan sangat berbahaya.

Namun itulah pekerjaan oknum itu, yang saya sebut saja sebagai "teroris paku". Sebetulnya saya tidak mau menuduh, tetapi oleh karena banyak kejadian dan beberapa orang mempunyai pengalaman yang sama, ya terpaksa saya harus menuduh. Bahwa ada dua oknum yang menjadi "teroris paku" ini. Pertama tukang tambal ban dan penjambret yang mangkal di sekitar situ.




Kenapa tukang tambal ban? Sebab, mereka butuh customer. Nah, customer mereka adalah para pemilik kendaraan yang ban mereka kempes. Kalo ban kempes wajar, tentu tukang tambal ban ini akan menunggu tanpa kepastian. Harap maklum, mayoritas nggak percaya rezeki pasti datang dari Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, tukang tambal ban ini pakai cara short cut, yakni dengan menaburi paku beberapa meter dari tempat tambal ban. Berharap paku-paku yang mereka taburi akan menunjukan hasil yang cukup baik untuk bisnis mereka.

Kenapa penjambret? Sebab, ketika ban kendaraan kita kempes, mau tak mau kita akan melihat. Nah, pada saat kita lengah, tak waspada, penjambret tersebut memanfaatkan situasi tersebut. Pertama si penjambret sok ingin membantu, padahal ada salah satu orang yang "menggerayangi" isi di mobil Anda. Pasti Anda atau teman Anda punya pengalaman ini.

Nah, oleh karena sering ada "teroris paku", maka Polisi membuat tanda lalu lintas berjudul "RAWAN PAKU". Saya pikir tanda ini nggak mungkin ada di luar negeri. Sebab, di luar negeri tukang tambal ban nggak kayak di Indonesia ini, ada di pingir-pingir jalan, dimana mereka siap menerima hasil korban "taburan paku". Memang nggak semua "teroris"...

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

MESKI SUDAH CUKUP BUKTI, TAPI BELUM ADA YANG MASUK BUI

Lewat e-mail, Tri Novianti Ida atau akrab disapa Ida mengirimkan beberapa bukti mengenai indikasi korupsi yang terjadi di SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi, Jakarta Timur memang sudah lama terjadi. Ida adalah satu dari beberapa orangtua murid yang melapor ke Indonesian Corruption Watch (ICW), karena perjuangannya dan teman-teman membongkar dugaan korupsi ini dianggap fitnah.

"Bahkan kata Kassie, dia akan menuntut balik, karena pencemaran nama baik," tulis Ida di SMS yang dikirmkan ke saya pada tanggal 28 Juli 2010 pukul 17:09 wib. "Bagaimana mau nuntut balik, wong ada bukti, kok?!"

Setidaknya ada tiga surat yang Ida kirimkan ke saya. Kedua surat ini diedarkan pada saat Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) masih dijabat Prof. Bambang Sudibyo. Sekolahnya pun belum diberi embel-embal Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), tetapi masih bernama SD Negeri Percontohan Kompleks IKIP Jakarta.


Kanan, surat dari Irjen Diknas


Surat pertama berasal dari Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional (Irjen Diknas) M. Sofyan, SH, M.Si tertanggal 9 Mei 2008 yang ditujukan kepada Mendiknas. Dalam surat itu Irjen Diknas merekomendasikan kepada Mendiknas agar Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) serta Kepala Dinas Pendidikan Dasar Privinsi DKI Jakarta agar menegur secara tertulis Kepala SD Negeri Percontohan Kompleks IKIP Rawamangun, Jakarta Timur. Sebab, ada kelalaian tidak mencantumkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) tahun 2005/2006.

Surat kedua datang dari Kepala Badan Pengawasan Daerah (Banwasda) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta Ir. Nurfakih Wirawan kepada Gubernur DKI Jakarta yang pada saat itu masih dijabat oleh Mayjen (Purn.) Sutiyoso. Surat tertanggal 29 Agustus 2008 itu mengenai laporan hasil pemeriksaan atas pengaduan Forum Komunikasi Orangtua Murid SD Negeri Percontohan Kompleks IKIP Rawamangun, Jakarta Timur.



Kiri, surat dari Banwasda

Dalam salah satu point di surat Banwasda itu, ada indikasi penyimpangan dana pendidikan dari tiga sumber. Sumber pertama dari masyarakat, dalam hal ini orangtua murid. Kedua dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dimana terdapat dana BOS dan BOS buku. Terakhir dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yakni BOP.

Seperti diketahui, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sejak tahun ajaran 2006 telah menggelontorkan dana BOS untuk berbagai keperluan sekolah, termasuk BOS buku, setiap tahun dua buku wajib, buku bahasa Indonesia dan matematika untuk SD, kelas I-IV (2006), untuk kelas II-V (2007), dan kelas III-VI (2008). Namun Kepala Seksi Perencanaan dan Pendayagunaan Tendik Dinas Pendidikan Dasar (Dikdas) Agus Bambang (pemberi dana BOS) dan Kepala Sekolah SD Negeri IKIP RSBI Tin Yuniarti tidak bisa mempertanggungjawabkan dana senilai Rp 600 juta yang sudah digelontorkan pemerintah pusat ke sekolah ini.

"Agung Bambang pernah mengatakan bahwa SD IKIP Rawamangun tidak mendapatkan dana BOS buku sehingga para orangtua murid, dalam tiga tahun terakhir, membeli buku-buku wajib sebesar Rp 300.000. Namun anehnya, saat Agus Bambang dikonfirmasi oleh Pak Syaifullah, kita ternyata telah mendapatkan BOS buku," kata Heru Narsono, Humas Forum Komunikasi Orang Tua Murid SD Negeri IKIP Rawamangun tahun 2008 (Suara Karya Online, Senin, 13 Oktober 2008).


Belum cukup dua surat itu, Ida juga mengirimkan ke saya via e-mail mengenai laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana melalui loket sekolah pada tahun ajaran 2008/2009. Sekadar mengingatkan Anda, Ida ini adalah mantan Bendahara yang dipecat oleh Ketua Komite Sekolah. Jadi, Ida tentu tahu sekali cash flow dana yang dikelola Komite Sekolah.


Anggota Komite Sekolah bersama Kepala Sekolah Drs. H. Yitno Suyoko, M.M dan Ketua Komite Sekolah Hj. Elva Waniza Nano yang ada di Jurnal edisi 05, Desember 2009.

Dalam laporan tersebut, ada tiga laporan yang mencurigakan. Pertama Family Gathering Keluarga Besar Sekolah di Puncak, dimana menghabiskan dana hingga Rp 25 juta. Ada nama Ismet di sampaing laporan itu. Entah apa yang ada di benak Anda, ada pungutan di sekolah, tetapi punggutan itu tidak dipergunakan untuk kepentingan pendidikan di sekolah seperti Family Gathering ini. Kalo buat saya, ini sungguh aneh.

Kecurigaan berikut adalah soal dana Tali Kasih Rp 5 juta dan Representasi Ketua Komite yang menghabiskan dana Rp 14.200.000. Di samping nilai uang itu ada nama Elva yang tak lain adalah Ketua Komite Sekolah itu. Terus terang, Ida dan beberapa orangtua murid yang melapor heran, maksud dari representasi itu apa. Saya pun bingung.

Nah, surat-surat tersebut menjadi satu paket dalam laporan ICW. Dimana paket laporan tersebut juga berisi dugaan korupsi dana blockgrant RSBI, dana BOS, dan dana BOP pada 2007, 2008, dan 2009.


Kanan, laporan penerimaan dan pengeluaran dana melalui loket tahun ajaran 2008/2009. Ada keganjilan.

Bukti-bukti sudah kuat, tetapi ironisnya tetap tidak ada penyelesaian. Hebatnya, Kepala Seksi Pendidikan Dasar Kecamatan Pulogadung (Kasi Dikdas) H. Usman tetap merasa benar. Ini terbukti saat 20 orang yang tergabung dalam Front Pengawal Program Pro Rakyat Jakarta Timur atau FP3R Jakarta Timur menggelar aksi demo di depan kantor Seksi Pendidikan Dasar Kecamatan Pulogadung di Jalan Kakap Raya 36 A, Rawamangun, Kamis (29/7/2010).

Pendemo itu mendesak agar Usman tidak lagi menjabat Kasi Didas, karena mengintruksikan kepada Kepala Sekolah SDN RSBI Rawamangun 12 agar tidak mengizinkan lima siswa sekolah tersebut untuk mengikuti ulangan umum dan bahkan diancam dikeluarkan oleh pihak sekolah akibat sikap kritis orangtua mereka. Terakhir, seperti kehilangan akal, H. Usman membuat surat yang isinya meminta kepada Gubernur DKI agar mencabut status Okky Sofyan dan Tayasman Kaka (dua orangtua murid yang mencoba membongkar indikasi korupsi) sebagai warga negara DKI. Namun apa respon dari Kasi ini?

"Saya tidak akan pernah mau meminta maaf karena tidak salah,” ujarnya saat menerima para pendemo tersebut di kantornya (Kompas.com, Kamis, 29 Juli 2010 | 16:23 WIB). Luar biasa bukan?

INTIMIDASI YANG SISTEMATIS

Simaklah pernyataan berikut ini:

Kalau mereka tidak nyaman di sekolah itu, dipindahkan saja ke sekolah lain”.

Pernyataan itu saya kutip dari Media Indonesia, Jumat, 30 Juli 2010 di halaman 5, yang menanggapi keresahan orangtua murid SDN RSBI 12 dan SMPN 99 Rawamangun, Jakarta Timur akibat terintimidasi. Anda tahu pernyataan itu keluar dari mulut siapa? Yang mengeluarkan kata-kata itu adalah Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta Taufik Yudhi Mulyanto.


Ini dia Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta Taufik Yudhi Mulyanto yang membuat pernyataan tanpa tahu masalah sesungguhnya. Atau pura-pura nggak tahu?

Begitu membaca, saya jadi ilfil dan nggak respek dengan Kepala Disdik itu. Betapa tidak, buat saya pernyataan itu tidak layak diucapkan oleh seorang pejabat. Pertama, tidak memberikan solusi atas masalah yang dihadapi. Apakah dengan pindah sekolah kasus korupsi yang dialamatkan ke dua sekolah tersebut selesai? Sepertinya tidak. Substansi korupsi yang digelorakan tidak diatasi, tetapi justru mereka yang berjuang untuk melakukan advokasi pada orangtua murid yang menjadi korban

Bahwa Indonesian Corruption Watch (ICW) yang diwakili oleh aktivis Febri Hendri menyampaikan aspirasi orangtua murid SDN RSBI 12 dan SMPN 99 yang merasa terintimidasi pihak sekolah dan pejabat Disdik. Intimidasi ini gara-gara beberapa orangtua murid mencoba membongkar dugaan korupsi di dua sekolah tersebut.

Menurut Handaru Widjatmoko, orangtua murid SDN RSBI 12 Pagi Rawamangun, ia diintimidasi Kepala Seksi (Kassie) Pendidikan Dasar Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, H. Usman, yang meminta ia dan beberapa orangtua lain untuk tidak membongkar korupsi di sekolah tersebut.




Surat mosi tidak percaya (foto kiri).

Ia juga mengatakan pernah dipaksa mencabut laporannya ke Polda Metro Jaya terkait dengan praktik korupsi di sekola tersebut. “Saat itu anak saya tidak boleh mengikuti ujian jika belum mencabut laporan ke Polda.”

Selain tidak memberikan solusi secara konprehensif, pernyataan Kepala Disdik DKI Jakarta di atas tadi pun jelas mengisyaratkan beliau tidak tahu permasalahannya. Bahwa salah satu orangtua pelapor, Tri Novianti Ida atau Ida, yang dahulu sempat menyekolahkan kedua anaknya di SDN RSBI 12, memang sudah keluar. Kedua anaknya itu adalah Achmed Kevin Syahlintang (terakhir duduk di kelas 4C) dan Achmed Gabriel Noorsetiawan (kelas kelas 2A).

Menurut Ida, kedua anaknya yang bersekolah di SDN 12 RSBI sudah tidak tahan, karena diintimidasi guru-guru dan jadi didiskriminasikan oleh para orangtua murid yang kebetulan “takut” dianggap pro terhadap perjuangan kelima orangtua murid ini. Padahal mereka tahu ada ketidakberesan dalam akuntabilitas dana di sekolah ini.

“Tiap kali anak saya bertanya pada guru, gurunya tidak mau menjawab. Kok begitu ya perlakukan guru?” ujar Ida geram.

Ibu Ida memindahkan anaknya ke Jakarta Islamic School, Kodam, Jakarta. Selain nggak tahan diintimidasi oleh guru, didiskriminasi oleh orangtua murid, anak-anaknya capek ditanya teman-temannya kalo ia mau dikeluarkan.

“Anak saya nggak terima diperlakukan begitu,” kata Ibu Ida lagi. “Ia pun nggak terima saya diperlakukan nggak baik oleh pihak sekolah. Ia bilang, ‘kan mama banyak sekali bantu sekolah, ekskul sekolah, jadi bendahara komite, setiap kegiatan keluar, nyumbang, kok dibilang musuhi guru?’”

Kurangnya pengetahuan Kepala Disdik DKI Jakarta atas masalah, sehingga mengeluarkan pernyataan bukan cuma yang di atas itu tadi, tetapi ada lagi. Coba simak lanjutan pernyataannya yang masih saya kutip dari dari Media Indonesia, Jumat, 30 Juli 2010 di halaman 5.

Mereka (orangtua yang memprotes karena merasa terintimidasi-pen) seharusnya mempertanyakan masalah pungutan yang dianggap ada unsur korupsi itu kepada komite sekolah, bukan langsung ke manajemen sekolah”.

Taufik Yudhi Mulyanto tidak tahu, bahwa mereka yang memprotes terjadinya dugaan korupsi adalah mantan para anggota Komite Sekolah tahun 2008-2010 yang sudah menjalankan prosedur. Berawal dengan surat mosi tidak percaya tertanggal 12 Oktober 2009, yang ditandatangi oleh Ida Tri Novianti (Bendahara), Riaulina (Sekrataris), Megawati (Wasbag), dan Esa Aisyah (Wasbag). Selain mereka, ada tujuh anggota lain yang turut menandatangani mosi tidak percaya itu.

Dalam surat mosi –yang lampirannya ditujukan ke Kadis Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Kasudin Diknas Jakarta Timur, Walikota Jakarta Timur, dan Kepala Sekolah SDN RSBI 12 Rawamangun- tidak percaya itu terdapat beberapa point yang dipertanyakan oleh seluruh anggota terhadap Ketua Komite Sekolah, dalam hal ini Hj. Elva Waniza . Tertulis dalam surat itu, bahwa Ketua selalu mengambil keputusan secara pribadi tanpa melibatkan anggota. Lalu pungutan, penerimaan, dan pembelanjaan dana masyarakat tanpa mengikuti mekanisme yang ada dan lagi-lagi tanpa kordinasi dengan pengurus lain.



Surat pemecatan yang dilakukan oleh Ketua Komite (foto kanan).

Surat mosi tidak percaya tersebut ternyata tidak ditanggapi dengan arif dan bijaksana oleh Ketua Komite. Wanita yang menjabat sejak 11 Oktober 2009 langsung meng-counter para anggota yang tidak percaya itu dengan mengeluarkan surat pemberhentian tertanggal 17 Oktober 2009. Inti dari surat bernomor KS-Kep/096/X/2009 itu adalah Ketua Komite Hj. Elvawaniza memberhentikan Ida Tri Novianti, Yulia Fatmariza (Kesiswaan), Hj. Megawati, dan Hj. Esa Aisyah. Sementara Riaulina yang sebelumnya menjadi sekretaris sudah terlebih dahulu mengundurkan diri.

Surat mosi tidak percaya dan surat pemberhentian sepihak tersebut sudah jelas menunjukan, bahwa para orangtua yang merasa terintimidasi itu sudah melakukan sesuai dengan prosedur, yakni ke Komite Sekolah. Artinya, pernyataan Kepala Disdik DKI Jakarta itu jelas tidak mengerti persoalan, atau memang pura-pura tidak tahu? Kalau pura-pura tidak tahu, lengkaplah sudah penderitaan para orangtua murid yang terintimidasi ini. Kenapa? Sebab, mereka sudah terperangkap dalam sebuah sistem yang membuat mereka akan terus terintimidasi.

Sekadar info, menurut Ida Tri Novianti, dalam SMS-nya menulis, ada saksi bahwa saat pendaftaran ulang, Komite Sekolah dan Panitia Penerimaan Siswa Baru tahun 2009-2010 melakukan intimidasi pada para calon orangtua murid. Mereka –para orangtua murid- diminta membuat surat pernyataan atas kesanggupan membayar dana Rp 6,2 juta dalam waktu 5 hari. Jika dalam tempo 5 hari tidak menyanggupi, mereka dianggap menggundurkan diri.


Kepala Sekolah SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi sebetulnya pernah meraih Kepala Sekolah Berprestasi se-DKI tahun 2007. Bahkan sebelumnya pada tahun 2006, ia meraih Indonesian the Best Profesional of the Year versi Yayasan Penghargaan Prestasi Indonesia. Namun kalo ia berada dalam sistem, prestasi tersebut bisa hilang, kecuali ia terbuka dan berani membongkar dugaan korupsi.

“Saat itu Kassie (Kepala Seksi Pendidikan Dasar Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur-pen) berada di situ, sehingga tahu persis apa yang terjadi,” ungkap Ida. “Namun Disdik hanya mengambil sikap memindahkan dan mengganti Kepsek.”

Apa yang dikatakan Ida jelas mengindikasikan intimidasi yang sistematis. Ida dan para orangtua murid yang protes ini geram. Mereka ingin mencoba mengungkap indikasi korupsi agar sekolah aman dari pungutan-pungutan yang akuntabilitasnya dipertanyakan, justru malah dikatakan sebagai “penyulut api”. Hebatnya lagi, Kasie ingin menuntut balik kepada para orangtua yang protes itu.

“Kata Kasie itu kami dianggap mencemarkan nama baik. Bagaimana mau menuntut balik, wong kita punya banyak bukti-bukti, kok?” ujar Ida yang seraya tak gentar menghadapi Kasie maupun Disdik ini.

Friday, July 30, 2010

Saturday, July 24, 2010

PIHAK SD TOLAK BERI KETERANGAN, PEJABAT TERKAIT NGOMONG BERBELIT-BELIT

Menyaksikan Kabar Petang di tvOne sore (26/07) ini, rasanya nggak ada penyelesaikan yang akan dilakukan, baik oleh pihak sekolah maupun pemerintah. Pihak SDN RSBI 12 Rawamangun, Jakarta Timur tetap tidak mau memberikan keterangan atas dugaan korupsi. Ini jelas menimbulkan kecurigaan besar. Kenapa? Kalo memang dugaan itu tidak benar, kenapa pihak sekolah menutup diri?

Ketika dimintai keterangan oleh tvOne, para pejabat yang berada di lingkup Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) juga nampak berbelit-belit memberikan penjelasan. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto maupun Sekretaris Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Bambang Indriyanto juga tidak memberikan solusi praktis.







Taufik misalnya. Ia malah mempermasalahkan soal pencabutan KTP yang akan diminta oleh Kepala Seksi (Kassie) Pendidikan Kecamatan Pulogadung pada para orangtua murid SDN RSBI 12 Rawamangung yang dianggap vokal. Ia tidak bertekad sama sekali mempertanyakan temuan Indonesian Corruption Watch (ICW) atas dugaan korupsi di sekolah itu.

Setali tiga uang, Bambang juga begitu. Ia malah menjelaskan, bahwa di Kemendiknas sudah buku pedoman mengenai RSBI. Ia bisa memberikan kepada siapa saja yang butuh informasi mengenai hal itu. Substansi mengenai dugaan korupsi malah tidak disinggung sama sekali.




Sebagai stasiun televisi berita, sebenarnya tvOne sudah berusaha memediasi antara pihak orangtua yang merasa terintimidasi dengan pihak-pihak terkait, baik itu pihak sekolah maupun pejabat berwenang. Namun nampaknya "perang" belum usai. Kita belum tahu siapa yang akan menang.

ICW sebagai institusi yang mencoba mengungkap praktek korupsi ini berusaha melindungi para orangtua murid. Sebagai orangtua saya mendukung penuh perjuangan ICW maupun para orangtua yang berjuang untuk kebenaran. Sebab, sekolah adalah tempat untuk mengajarkan hal-hal yang baik. Apa jadinya kalo pendidik mengajarkan anti-korupsi ternyata ia sendiri justru terlibat korupsi?

Thursday, July 22, 2010

Friday, July 16, 2010

BISA-BISANYA MEMINTA GUBERNUR UNTUK MENCOPOT KTP DKI....

Itulah inti surat bernomor 299/ 073.526.07 tertanggal 12 Juli 2010 yang dibuat oleh Kepala Seksi (Kassie) Dinas Pendidikan Dasar Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, H Usman. Ia meminta Gubernur DKI Fawzi Bowo mencabut KTP DKI dari empat orangtua murid SDN RSBI 12 Rawamangun, Jakarta Timur. Keempat orangtua murid itu adalah Tayasmen Kaka (orangtua murid Shafa Ayuthaya, kelas 5C), dr. Okky Sofyan (orangtua murid Muhammad Abrar Adheyasa, kelas 4B), Ida Tri Noviati (orangtua murid Achmed Kevin Syahlintang, kelas 4C, dan Achmed Gabriel Noorsetiawan, kelas 2A), dan Herunarsono (orangtua murid Punoti Widiastuti, kelas 3A).

Seperti diberitakan sebelumnya, bahwa 4 orangtua murid tersebut mencoba membongkar praktek dugaan korupsi di jajaran sekolah yang berada di kompleks Universitas Negeri Jakarta (dulu IKIP Jakarta) ini serta dugaan penggelapan uang IPDB oleh Ketua Komite Sekolah. Mereka (orangtua murid yang dianggap vokal itu-pen) hanya meminta transparasi dana-dana yang sudah dipungut dari para orangtua murid dibeberkan agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Namun sayang, perjuangan mereka membongkar dugaan korupsi ini dianggap sebagai pengganggu pihak sekolah, termasuk guru-guru. Padahal menurut sumber yang sempat bersekolah di SDN RSBI 12 Rawamangun, tidak semua guru bertingkah “aneh” terhadap keempat orangtua murid yang vokal itu, juga kepada anak-anak mereka. Hanya beberapa guru yang diduga kuat memprovokasi seluruh guru agar memusuhi keempat orangtua murid dan selanjutnya berimbas pada peserta didik.

Hebatnya, persoalan internal sekolah ini didukung penuh oleh Kassie Dinas Pendidikan Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur H. Usman. Ia akan melawan orangtua murid yang dianggap vokal, karena menurutnya ia tidak sanggup melihat guru-guru dibilang korupsi, termasuk dirinya. Hebat sekali bukan Kassie seperti ini?
Kalo Anda baca di Kompas.com, komentar-komentar pembaca yang masuk bukan malah mendukung Kassie ini –yang katanya memperjuankan guru-guru-, malah justru mengecam. Coba perhatikan beberapa komentar di bawah ini:


Surat buat Gubernur untuk mencopot KTP orangtua murid. Norak!

Instruksi yang konyol. Kepala Seksi Dinas Pendidikan Dasar Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, H Usman melakukan balas dendam yang tidak layak. Jalur hukum yang ditempuh orang tua murid sudah benar. Jadi lawan saja di jalur hukum.
(Dorna Kumbayana, Senin, 7 Juni 2010 | 20:34 WIB)

Kasie Pendidikan kok bisa-bisanya sewot ya, apa ada janjian saling menutupi karena kebagian juga. (Maman Suarman, Selasa, 8 Juni 2010 | 11:13 WIB)

Mendiknas sebaiknya tindak Kasi pendidikan itu. Kalau meman tidak ada penyelewengan dana kan bisa dibuktikan, berani menghadapi sidang pengadilan. Beres kan. Guru2 kenapa takut kalau memang tidak melakukan penyelewengan dana. kan bisa diusut tu siapa yg main. (Sigit Sedianto, Selasa, 8 Juni 2010 | 10:10 WIB)

Begini jadi Kasi pendidikan, pecat aja orang model begini. Apapun ceritanya anak didik harus tetap ikut ujian, terlepas ada masalah antara sekolah, dinas pendidikan, dan orang tua mereka. Soal ada penghinaan, kalo merasa terhina tuntut pencemeran nama baik dan tindakan tidak menyenangkan, tapi kalau terbukti sebaliknya yah harus rela terima konsekuensi pak. (Wira Yudi, Selasa, 8 Juni 2010 | 09:22 WIB)

Sebelum mengusulkan pencopotan KTP DKI keempat orangtua murid, H. Usman sempat diberitakan di Kompas.com, pada Senin (31/5/2010) mengizinkan Kepala Sekolah (Kepsek) sekolah ini untuk malarang Aria Bismark Adhe (saat itu masih tercatat sebagai siswa kelas VI di sekolah itu) mengikuti ujian akhir sekolah (UAS). Adhe diminta keluar dari ruang ujian oleh pihak sekolah, setelah sebelumnya diberikan sebuah surat pemberitahuan untuk diberikan kepada orangtuanya, Drs Handaru Widjatmoko. Namun, pada hari ketiga UAS, Adhe akhirnya diperbolehkan mengikuti ujian.

Selain Adhe, ada lima siswa lainnya yang saat itu juga diancam tidak mengikuti ulangan umum yang berlangsung mulai Senin (7/6/2010), dan bahkan diancam akan dikeluarkan dari sekolah. Namun, sejak ditengahi oleh Komnas Perlindungan Anak (PA), kelima anak tersebut bisa kembali mengikuti ulangan umum. Kelima anak tersebut adalah putra-putri dari orangtua murid yang kini akan dicabut KTP DKI-nya jika Gubernur DKI mengabulkan permohonan Kassie Dinas Pendidikan Kecamatan Pulogadung ini.

"Saya akan ambil langkah-langkah, apa pun risikonya. Saya tak rela guru-guru saya diperlakukan seperti itu. Mereka didalangi mafia, yaitu mafia pendidikan dan saya akan membongkar ini semua," ujar Usman kepada Kompas.com di Jakarta, Senin (7/6/2010).


Surat ketika Aria Bismark Adhe dilarang ikut ujian. Kenapa murid yang jadi korban ya?

Dua dari lima anak yang dimusuhi sekolah akhirnya “menyerah”. Mereka adalah Achmed Kevin Syahlintang dan Achmed Gabriel Noorsetiawan. Menurut orangtua anak tersebut, Tri Noviati Ida atau Ida, kedua anaknya yang bersekolah di SDN 12 RSBI Rawamangun sudah tidak tahan, karena diintimidasi guru-guru dan jadi didiskriminasikan oleh para orangtua murid yang kebetulan “takut” dianggap pro terhadap perjuangan kelima orangtua murid ini. Padahal mereka tahu ada ketidakberesan dalam akuntabilitas dana di sekolah ini.

“Tiap kali anak saya bertanya pada guru, gurunya tidak mau menjawab. Kok begitu ya perlakukan guru?” ujar Ida geram.

Ibu Ida memindahkan anaknya ke Jakarta Islamis School, Kodam, Jakarta. Selain nggak tahan diintimidasi oleh guru, didiskriminasi oleh orangtua murid, anak-anaknya capek ditanya teman-temannya kalo ia mau dikeluarkan.

“Anak saya nggak terima diperlakukan begitu,” kata Ibu Ida lagi. “Ia pun nggak terima saya diperlakukan nggak baik oleh pihak sekolah. Ia bilang, ‘kan mama banyak sekali bantu sekolah, ekskul sekolah, jadi bendahara komite, setiap kegiatan keluar, nyumbang, kok dibilang musuhi guru?’”


B for better Indonesia

Thursday, July 15, 2010

ROKOK, PEREMPUAN, DAN DUNIA PENDIDIKAN KITA

Bukan rahasia lagi, rokok dan dunia pendidikan ibarat pepatah “malu-malu tapi mau”. Betapa tidak, ketika dunia pendidikan kita “memusuhi” rokok, namun pada kenyataannya iklan rokok justru masuk ke dalam dunia pendidikan itu sendiri. “Malu-malu” melarang para perokok di area sekolah maupun kampus, tetapi hampir semua aktivitas ekstrakulikuler yang diselenggarakan di sekolah maupun di kampus “mau” menerima sponsor dari perusahaan rokok.

Memang sungguh ironis, tapi begitulah kenyataannya. Kondisi ini juga sangat dikhawatirkan oleh anggota DPR Komisi X Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP. Lebih-lebih ketika mengetahui penetrasi iklan rokok sudah masuk ke area sekolah-sekolah dan kampus.

“Kenapa harus di area sekolah dan kampus?” tanya anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini. "Mengapa tidak mencari tempat yang jauh dari sekolah?" katanya.

Penetrasi iklan rokok memang luar biasa dalam dunia pendidikan kita. Ketika melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke Sulawesi Tenggara belum lama ini, anggota Komisi X ini menemukan fakta yang cukup mengagetkan. Iklan rokok terpampang di bawah papan nama fakultas di Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tengah. Kalau dalam dunia periklanan, ibaratnya fakultas tersebut disponsori oleh produk rokok.
Selain di papan nama fakultas, iklan-iklan rokok terdapat di billboard tidak jauh dari gerbang sekolah. Ada pula lukisan di tembok (mural) yang sudah jelas logo perusahaan rokok di lapangan basket.

“Tampaknya iklan rokok sudah dilakukan sangat sistematis dengan menyasar kelompok anak sekolah dan mahasiswa,” komentar Hetifah dengan nada kecewa. “Pemerintah seharusnya bisa menertibkan hal ini.”

Kekhawatiran Hetifah pada persoalan ini seperti juga Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (KNPT). Para pengiklan rokok akhir-akhir ini memang lebih senang memberikan sponsor terhadap kegiatan pekan seni dan olahraga di kalangan mahasiswa dan sekolah.

Dalam event-event yang kebanyakan dihadiri oleh kalangan pelajar dan mahasiswa, selalu memakai sponsor perusahaan rokok. Ironisnya, event olahraga pun kebanyakan disponsori oleh rokok. Jelas ini sangat bertolak belakang dengan semangat kesehatan. Bahkan belakangan ini, penetrasi perusahaan rokok bukan sekadar sebagai sponsor olahraga, melainkan sebagai pemberi beasiswa, baik bagi mereka yang tidak mampu menyelesaikan studi di sekolah, maupun mereka yang ingin melanjutkan ke jenjang S2. Inilah yang seolah membuat dunia pendidikan kita sudah tidak bisa dipisahkan dari industri rokok.

Sebagai aktivis yang juga concern pada masalah wanita, Hetifah juga sedih dengan peningkatan perokok pada perempuan yang cenderung meningkat dengan tajam. Menurut data KNPT, jumlah perokok aktif perempuan meningkat, dari 17 persen (1995) menjadi 44 persen (2009). Sekitar 70 juta perempuan Indonesia terkena dampak asap rokok orang lain (perokok pasif-pen) atau menjadi perokok aktif.

“Jumlah ini tentulah sangat mengkhawatirkan jika tak ada penanganan atau mewaspadai bahaya ataupun epidemic rokok terhadap perempuan,” kata Ketua KNPT Profesor F.A. Moeloek (Tempo, 13 Juni 2010, hal 82)

Kematian akibat kebiasaan merokok tercatat 427.948 ribu orang per tahun atau 1.172 orang per hari. Epidemi merokok di Indonesia semakin memprihatinkan. Bayangkan, saat ini jumlah batang rokok di Indonesia sudah mencapai 220 miliar per tahun.

Seperti juga anggota Komisi X Hetifah yang protes terhadap iklan rokok di sekolah, Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga melakukan itu. Bahkan tanpa basa-basi, WHO telah merekomendasikan agar melarang iklan rokok dimana pun juga. WHO menyatakan perang besar-besaran terhadap iklan rokok.

Seperti juga di Indonesia, penetrasi iklan rokok begitu gencar dan kreatif. Menurut Direktur Antitembakau WHO Douglas Bettcher, iklan rokok memang sangat agresif. Di Jepang, salah satu produk rokok dikemas dengan warna merah mudah (pink). Jelas, warna ini ditujukuan untuk segmentasi perempuan. Bahkan di Mesir, saking ingin mengaet konsumen rokok perempuan, salah satu produk rokok ditambah dengan aroma parfum.

Thursday, July 8, 2010

Tuesday, July 6, 2010

PEMBANGUNAN YANG ANEH

Entah saya yang naif (kata lain untuk mengganti "bodoh"), entah memang sudah bukan rahasia lagi, ada sebuah pembangunan yang menurut saya aneh. Meski belum dapat izin dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, sebuah proyek pembangunan apartemen tetap dilakukan. Setidaknya ini dikatakan oleh penduduk setempat.

Tepat di wilayah belakang Universitas Katholik Parahyangan (Unpar), Bandung, tidak akan lama lagi akan berdiri sebuah apartemen megah. Anehnya, apartemen ini berdiri di tanah yang konon belum dapat izin dari Pemkot.



"Tapi nggak tahu pembangunan tetap berangsung," ujar seorang ibu salah satu warga di situ.

Namun anehnya lagi, ada warga yang mengatakan, pembangunan yang sudah berlangsung selama tiga bulan ini sudah mendapatkan izin sah.

"Yang akan dibangun adalah kos-kosan mahasiswa," ujar warga sekitar situ juga. "Kalo nggak salah kos-kosan itu lima lantai dan pake lift pula."

Wow?! Kos-kosan lima lantai dengan lift? Hebring amat! Tapi begitulah gosip yang beredar. Jangan tanya harganya, kos-kosan itu pasti bakal mahal banget! wong kos-kosan dengan luas 3X5 m persegi harganya sudah 1,5 juta per bulan, apalagi yang pake lift segala ya.


Papan pelarangan ya dididirikan di situ, pembangunan ya jalan terus. Aneh!

Konon yang punya kos-kosan ini adalah seorang pengusaha asal Surabaya yang kabarnya merupakan orang pertama yang membuat kos-kosan pertama di daerah itu. Pengusaha ini kabarnya lulusan salah satu perguruan tinggi terkenal di Bandung. Setelah lulus, ia melanjutkan studi di Jerman.

"Istrinya seorang dokter gigi. Tapi mereka nggak punya anak," ungkap warga lain.

Konon pengusaha ini memang dikenal sebagai "konglomerat" kos-kosan di Bandung. Kos-kosan dan tanah di Bandung tersebar. Namun untuk proyek di daerah Ciumbeuleuit ini, ia nampak begitu "ngotot" tetap membangun kos-kosan tanpa dapat izin.

Setidaknya itu terbukti dari papan larangan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (PU) yang ada di dekat proyek. Sudah ada tiga papan yang dipasang di situ, dimana semuanya melarang segala bentuk pembangunan. Namun, selama tiga hari di Bandung, saya melihat pembangunan itu tetap berlangsung. Luar biasa pengusaha ini ya?




"Harusnya kalo proyek yang sampai triliunan rupiah kayak begini ya minta izin ya," komentar warga. "Apalagi saya dengar bukan cuma kos-kosan 5 lantai yang akan dibangun, tetapi ada 300 kamar di basement dan penginapan di situ."

Selain konon belum dapat izin dari PU, saya juga nggak yakin mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengingat studi analisa dampak lingkungan (AMDAL) perlu dipertanyakan.

Bayangkan, di sekitar proyek terdapat sungai. Ada pemukiman penduduk di dekat sungai. Kalo kos-kosan maupun penginapan berdiri di situ, dikhawatirkan jika terjadi hujan, sungai akan meluap dan menyebabkan banjir.

"Kemarin saja beberapa perumahan di situ longsor, apalagi nanti kalau sungai menguap," ujar warga.



Barangkali itulah yang menyebabkan "hukum karma" berlaku. Jembatan yang dibuat oleh pengusaha ini ambruk dua kali. Jembatan yang sudah menghabiskan semen 300 sak ini rencananya akan dibuat sebagai akses bagi mobil yang nantinya akan ke kos-kosan dan penginapan yang akan dibuat ini.

Dua kali dibangun, dua kali ambruk. Aneh kan? Yang makin membuat Anda yakin kalo kejadian ini aneh adaleh, konon yang membuat konstruksi jembatan adalah insinyur dari Jerman. Meski belum tentu sama dengan insinyur lokal yang menangani proyek pemerintah, tapi insyinsur Jerman tentu punya kredibilitas yang luar biasa dong. Jerman gitu, loh!

all photos copyright by Brillianto K. Jaya