Tuesday, May 29, 2012

Yuke Semeru: Mantan Rocker Indonesia Penghafal Al Quran

Siapa pencinta musik rock Indonesia yang tak kenal Gong 2000? Selain Ian Antono dan Ahmad Albar, ada nama Yuke Sumeru yang bertindak sebagai pemain bas di band ini. Selain dengan Gong 2000, ia sudah berkeliling dari satu band ke band lain. Maklumlah, ia dikenal sebagai jawara pemain bas kebanggan Bandung. Bukan cuma musik rock, ia pun mahir memainkan musik jazz.

Bloggers, bakat musik Yuke ditemukan oleh almarhum Harry Roesli. Oleh Harry, Yuke dicekoki wawasan  mendengarkan sejumlah piringan pirinagn hitam kolekasi Harry Roesli seperti Brand X,Weather Report. Selain itu, ia mendengarkan jawara bass seperti Jeff Berlin,Jaco Pastorius,Percy Jones,Ralph Armstrong dan lain-lain.

Popularitas Yuke mulai menanjak pada 70-an lewat ban rock bernama trio G'Brill (akronim dari Generasi Brillian). Trio asal Bandung ini membawakan repertoar Emerson Lake & Palmer (ELP). Selain membawakan ELP, sekitar 1978-1979, G'Brill mulai mencoba membawakan karya-karya jazz rock Return To Forever-nya Chick Corea.

Pada paruh 1984-1985, Yuke mulai mondar-madir Jakarta-Bandung. Kesibukannya itu gara-gara proyek dengan band Exit bersama Indra Lesmana (keyboards),Gilang Ramadhan (drums),Dewa Budjana (gitar) dan Oding Nasution (gitar). Di puncak kesusksesannya bermusik itu, ia kemudian memilih kehidupan yang diridhoi oleh Allah swt dan serius mendalami Islam dan al-Qur’an.

13493129551945806401
Dulu semua hal bisa saya dapatkan, namun semua tetap kosong dan hambar,” ujar Yuke.
Bloggers, tentu apa yang dikatakan Yuke benar. Sebagai pemain band, pasti bisa mendapatkan apa saja. Harta, tahta, dan tentu wanita. Band yang terkenal, pasti akan mendapatkan puja-puji dari jutaan fansnya. Honor pun mereka terima, baik tiap kali manggung maupun dari penjualan album maupun bonus dari perusahaan rekaman.

Untuk anggota band pria, pasti akan selalu dikelilingi oleh wanita-wanita cantik yang siap untuk diajak melakukan apa saja, termasuk melakukan seks bebas. Ariel adalah salah seorang contoh nyata, betapa seorang anggota band –apalagi berwajah tampan, kharismatik, dan playboy-, akan mudah mendapatkan fans tipe apapun. Itu baru aktivitas seks bebas, belum termasuk aktivitas lain seperti mabuk-mabukan maupun menggunakan narkoba.

Itulah yang membuat Yuke Sumeru sadar. Tak peduli dengan karir bermusikyang penuh dengan kemaksiatan, matrialistik, dan hedonis, Alhamdulillah ia pun segera berhijrah. Ia meninggalkan dunia musik dan belakangan menikmati Islam. Keputusan Yuke sungguh tepat, sebagaimana firman Allah swt di dalam Al-Qur’an surah Al-An’am, Al-Ankabut, dan surah Muhammad berikut ini:


"Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" (Surah Al-An'Am ayat 32)
"Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui." (Surah Al-Ankabut ayat 64)
"Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu." (Surah Muhammad ayat 36)

Bloggers, demi keseriusannya mendalami agama Allah swt, selama tujuh tahun ia kuliah dan menuntaskan gelar Master of Al-Qur’an (MA) di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an di Jakarta. Dan kini ia menjadi hafidz alias penghafal al-Qur’an.

Yuke kini memilih jalan dakwah untuk menyebarkan ajaran Allah swt. Namun, tak seperti Ustaz-Ustaz selebriti yang sering muncul di televisi dan hanya mengandalkan pendapatan dari berdakwah dengan memasang tarif, Yuke memilih ikuti cara Rasulullah SAW, yakni menjadi pengusaha. Ia justru menolak menerima bayaran dari setiap aktivitas dakwahnya. Tak heran, fokus dakwahnya justru pada rakyat miskin yang tak mampu membayar Ustaz atau Kiai.

Demi cintanya pada agama Allah swt, kini ia harus membatasi pergaulan dengan teman-temannya di masa jahiliyah (baca: anak band). Oleh karena itu, ia terpaksa mengganti nomor telepon dan pindah rumah.
Kehidupan sederhana dengan harta utama Islam, telah membuat saya merasa hidup ini lebih tenang dan lengkap,” ujarnya.

Bloggers, apa yang dijalankan Yuke mirip seperti (alm) Gito Rollies, Harri Moekti, Edi Kemput (Grass Rock), dan Sakti (Sheila on 7), dan beberapa musisi lain. Sebelum ajal memanggil, mereka telah berhijrah ke agama Allah swt. Insya Allah saat mereka wafat ke pangkuan Allah swt dalam kondisi yang baik dan diridhoi oleh Allah swt, atau husnul khotimah.

Tuesday, May 22, 2012

PERJUANGAN BELUM BERAKHIR: A STORY ABOUT PANGERAN KUNINGAN

Dalam tulisan saya sebelumnya, Menyusuri Pangeran Kuningan, ternyata informasi tentang Pangeran Kuningan belumlah lengkap. Banyak sekali informasi yang kemudian saya gali lagi, baik dari warga senior yang menjadi ahli waris maupun melakukan studi literatur dari dua buku, yakni Mengungkap Kampoeng Koeningan: Nilai Sejarah dan Warisan Sosial Budaya Kota Jakarta (Sudarman Juwono dan Wardie Asnawie; November 2005; Kuningan Press) dan Makam Pangeran Kuningan Jakarta dan Mesjid Tua Bersejarah ‘Al-Mubarok’ (1986; Yayasan Pangeran Kuningan). Hasilnya, silahkan Anda baca dalam tulisan kali ini yang saya kasih judul: Perjuangan Belum Berakhir.

Setelah berhasil membereskan Kerajaan Islam Banten, bersama Falatehan, Adipati Keling, dan Pangeran Cakrabuana, Pangeran Kuningan mengusir pasukan Portugis dari Indonesia di Sunda Kelapa. Kemenangan pasukan Demak Cirebon dengan keempat pimpinan pasukan mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527 diploklamirkan sebagai hari kelahiran Jakarta.


Masjid Al Mubarok, masjid tertua di Jakarta yang didirikan Pangeran Kuningan. Dari masjid ini, Pangeran Jakarta mendidik murid menyiarkan agama Islam.

Kehadiran Falatehan, Adipati Keling, Pangeran Cakrabuama, dan Pangeran Kuningan ke Banten sebenarnya ada hubungannya dengan perjuangan menegakkan agama Islam. Pada tahun 1526, terjadi pembrontakan di Banten yang dikuasai oleh Padjajaran. Kenapa? Pada saat itu, agama Hindu yang dibawa Padjajaran ingin menguasai Banten. Namun, sebagian besar tentara ingin memeluk agama Islam. Alhamdulillah Pangeran Sebakingkin -putra dari Sunan Gunung Jati dari ibu Putri Ratu Kawunganten- berhasil menggempur negara bagian Banten yang mencoba meng-Hindu-kan seluruh Banten. Pada tahun 1527, sebagian Banten sudah memeluk agama Islam.

Rupanya berita tentang pecah perang di Banten terdengar sampai ke kuping Sunan Gunung Jati. Oleh karena itu, pada tahun 1526, Gusti Sinuhun Sunan Gunung Jati dan Sultan Trenggono Sultan Demak III mengirim pasukan berupa tentara gabungan Demak Cirebon yang dipimpin oleh Falatehan. Pria terakhir ini digelari Penglima Besar, mirip kayak Jenderal Soedirman yang kita kenal belakangan.

Pasukan tentara gabungan ini berjumlah 1918 orang. Panglima dari Cirebon terdiri dari Pangeran Carbon (Putra Panglima Besar Carbon Pangeran Cakrabuwana), Dipati Keling, dan panglima lain. Dalam pasukan gabungan ini ada pula Dipati Cangkuang yang kelak dikenal sebagai Pangeran Awangga atau Pangeran Kuningan.

“Mereka (pasukan tentara gabungan-pen) ini ada yang jalan laut, ada yang jalan darat,” jelas Ketua Yayasan Pangeran Kuningan Soleh Manaf, yang pada tahun 1973 turut serta melakukan ekspedisi ke Cirebon untuk merekonstruksi sejarah Pangeran Kuningan. “Pasukan yang melewati jalan darat, mereka berjalan dari Cirebon melewati Kerawang, Pakuan Bogor, baru menuju ke Banten. Anda bisa bayangkan jarak tempuh perjalanan mereka? Luar biasa!

Setelah mengalahkan pasukan tentara Padjajaran, tentara gabungan Demak Cirebon melanjutkan perjuangan melawan penjajahan Portugis yang dipimpin oleh Fransisco de Sa. Kehadiran armada perang besar Portugis di Sunda Kelapa ini dikarenakan ingin melanjutkan deal-deal yang sudah dilakukan antara Hendrixus Leme dengan pihak Padjajaran. Selain itu, Portugis juga ingin menyebarkan ajaran Kristen dan menjajah bangsa Indonesia. Alasan-alasan itulah yang menyebahkan Falatehan dan panglima-panglima lain tidak bisa menerima. Mereka pun berperan dan Alhamdulillah menang. Momentum kemenangan di Sunda Kelapa itu yang kelak lahir nama Jayakarta yang artinya kemenangan.

Percaya nggak percaya, pada saat perang melawan Portugis, pasukan gabungan Demak Cirebon Cuma menggunakan senjata ‘blandringin batu bata’ dan senjata bambu kuning yang ujungnya diruncingkan. Sementara pasukan Portugis menggunakan senjata laras panjang dan meriam. Namun toh Portugis keok juga. Mereka meninggalkan Sunda Kelapa pada tahun 22 Juni 1527 menuju ke Basem Pasai yang memang sudah menjadi jajahan mereka sebelumnya.

Pasukan tentara gabungan Demak Cirebon yang tersisa kembali ke kota masing-masing. Selain pasukan, Adipati Keling dan Pangeran Cakrabuana pun kembali ke Demak dan Cirebon. Sementara Falatehan dan Pangeran Kuningan tetap tinggal di ibukota Batavia. Sepeninggal Falatehan (belakangan dikenal dengan nama Fatahillah) yang sempat memegang tampuk pimpinan sebagai Adipati I atau setingkat dengan Gubernur, Pangeran Kuningan lah yang menggantikan sebagai Adipati ke-II. Pelantikan dilakukan oleh Sunan Gunung Jati.

Tidak seperti Falatehan, Pangeran Kuningan malah menggerakkan roda pemerintahan di daerah Selatan. Beliau melipir via Sungai Krukut menuju ke wilayah baru yang masih hutan belukar, dimana sulit mencapai wilayah baru ini melalui darat. Dengan menggunakan perahunya, Pangeran Kuningan dengan sebagian pasukan tersisa melintas dari kota ke wilayah yang kelak menjadi kampung Kuningan.

Sekadar info, sungai Krukut ini merupakan pecahan dari satu sumber sungai, dimana alirannya pecah menjadi dua bagian dari wilayah kota. Aliran pertama menjadi sungai Ciliwung, aliran kedua ya sungai Krukut itu. Sampai saat ini, sungai Krukut masih ada. Anda bisa melihat di antara gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan gedung Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM). Selain mengalir melewati pinggir jalan Gatot Subroto, sungai Krukut mengalir juga ke arah Jeruk Purut.

Seperti juga Falatehan, Pangeran Kuningan yang bernama lain Adipati Awangga ini dianggap sebagai proklamator Jayakarta. Artinya, beliau termasuk pendiri dari kota Jakarta ini. Hal tersebut banyak orang yang tidak mengetahui hal ini. Selain itu, tentu saja beliau cukup berjasa mengusir penjajah dan menolak kolonialisme di bumi Nusantara ini. Lebih dari itu, beliau merupakan penyebar ajaran Islam yang kedudukannya tidak kalah penting dengan Walisongo di pulau Jawa.

Menurut sejarawan Cirebon Pangeran Rachman Sulendraningrat, Pangeran Kuningan lahir kira-kira tahun 1449 Masehi di desa Cangkuang, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Beliau masih kerabat dengan Gusti Sinuhun Sunan Gunung Jati.

Pada tahun 1481 Masehi, Pangeran Kuningan mendapat predikat ‘Dalem Babakan Cianjur’. Tahun itu, ia datang ke Cirebon khusus buat memeluk Islam dan berguru pada Sinuhun Sunan Gunung Jati.

Gelar Pangeran Kuningan sebenarnya merupakan anugerah dari Sunan Gunung Jati. Ceritanya putra Sunan Gunung Jati dari perkawinannya dengan Ong Tien Nio yang bergelar Ratu Rara Sumanding ini masih kecil. Oleh karena masih kecil, maka harus ada orang yang menjadi wali. Pangeran Awangga dinobatkan menjadi wali anak Sunan Gunung Jati dan diberi gelar Pengeran Kuningan.

Pusat pemerintahan Pangeran Kuningan berada di masjid Kuningan yang kini dikenal dengan nama Al Mubarok yang berada di jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Ternyata butuh perjuangan yang cukup panjang buat menjadikan Pangeran Kuningan sebagai the real hero of Jakarta. Selama ini warga hanya mengenal Fatahillah sebagai satu-satunya pahlawan Jakarta. Bahkan pemerintah sendiri kurang mempublikasikan literatur tentang Pangeran Kuningan ini. Anda tahu, kalo saja tidak ada Drs. H. Wardie Asnawie, barangkali sosok Pangeran Kuningan nggak akan pernah kita kenal. Gara-gara tokoh masyarakat asli Kuningan, Jakarta Selatan ini, masjid Al Mubarok maupun nisan makam Pangeran Kuningan di dalam kompleks Gedung Telkom, jalan Gatot Subroto, nggak akan pernah ada.

“Beliau memang sangat concern dengan sejarah Pangeran Kuningan dan mengumpulkan situs-situsnya,” ujar Achmad Syarif Hidayatulloh, putra ke-5 dari (alm.) Drs. H. Wardie Asnawie.

Barangakali kalo nggak ada (alm.) Asnawie, masjid Al Mubarok nggak akan pernah berdiri sampai sekarang. Padahal masjid tersebut adalah masjid tertua di Jakarta, karena dibangun pada tahun 1527 M. Kenapa masjid ini nggak mungkin eksis tanpa Asnawie? Sebab, Dewi Soekarno pernah meminta suaminya Presiden RI ke-1 Ir. Soekarno membongkar masjid peninggalan Pangeran Kuningan pada tahun 1963. Itu baru masjid, makam Pangeran Kuningan pun begitu.

Makam Pangeran Kuningan berada di sebelah utara masjid Al Mubarok. Pada saat Jakarta dipegang Gubernur Ali Sadikin, makam Pangeran Kuningan dan makam-makam yang lain di sekitar tanah bekas eigendom verpoding nomor 6242 dan 8012 di Desa Koeningan sebalah barat itu digusur.

“Dulu Ali Sadikin memang dikenal sebagai Gubernur penggusur kuburan,” ujar Achmad Syarif.

Gara-gara digusur, makam Pangeran Kuningan hilang. Bagi ahli waris dan juga mayoritas warga setempat, penggusuran makam Pangeran Kuningan sama saja sebagai upaya penghilangan sejarah. Padahal sudah jelas, Pangeran Kuningan adalah tokoh pejuang yang turut andil menaklukkan penjajahan Portugis. Lebih dari itu, beliau juga tokoh penyebar agama Islam di tanah air. Itulah yang membuat Asmawie berjuang menegakkan sejarah. Masa demi pembangunan kita melupakan sejarah?

Perjuangan Asmawie bukan cuma sampai menyelamatkan makam yang digusur di zaman Ali Sadikin, tetapi ketika tanah makam yang kosong kemudian ingin dipindahkan oleh PT. Telkom pada tahun 1986. Perusahaan pemerintah ini ingin mendirikan bangunan Witel IV di bekas makam-makam itu, termasuk bekas makam Pangeran Kuningan. Dalam surat tertanggal 18 September 1986, Asmawie selaku Ketua Yayasan Pangeran Kuningan memohon pada Kepala Wilayah Usaha Telekomunikasi IV, Jakarta agar tidak memindahkan makam Pangeran Kuningan.



Masa makam pahlawan cuma diletakkan di bawah tangga? di trotoar pula. Meski cuma nisan (di bawah tangga dekat AC), seharusnya makam Pangeran Kuningan diberi pelindung, entah itu besi atau dibuatkan rumah kecil. Ya, beginilah kalo kita kurang menghargai para pahlawan.

Di tahun 1986, antara Yayasan Pangeran Kuningan dan pihak Telkom memang sedikit tegang. Pasalnya, tanah wakaf seluas 1.000 m2 di tanah makam yang akan dipakai PT. Telkom akan dikurangi lagi luasnya. Pihak ahli waris sempat merelakan tanah seluas 500 m2 untuk diberikan ke PT. Telkom lagi, sehingga tanah wakaf tinggal 500 m2.

“Saya masih ingat lawyer pihak Telkom pernah meminta almarhum (Drs. H. Wardie Asnawie-pen) buat memindahkan makam,” jelas Achmad Syarif. “Almarhum malah bertanya pada yang menawari. Kalimatnya begini,’kira-kira menurut Anda kalo gadung teks proklamasi dipindah ke Cirebon gimana?’. Jawab lawyer tersebut,’Ya jangan lah. Itu sama saja menghilangkan sejarah!’. Almarhum langsung komentar,’Nah, itu sama saja dengan memindahkan makam Pangeran Kuningan ini’.”

Nggak cuma Yayasan Kuningan yang mengirimkan surat permohonan agar makam Pangeran Kuningan jangan dipindah. Pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta bidang permuseuman, sejarah, dan purbakala juga turut membantu. Atas nama Kepala Kanwil Depdikbud DKI Jakarta Hermansyah, sebuah surat tertanggal 26 September 1986 dilayangkan ke Kepala Wilayah Usaha Telekomunikasi IV.

Perjuangan buat menghormati makam Pangeran Kuningan ini memang panjang banget. Meski pada akhirnya gedung Telkom berdiri dan tanah wakaf yang dahulu tersisa tinggal 500 m2 sudah tidak ada lagi, toh Asmawie tetap berjuang. Perjuangannya terakhir sebelum beliau meninggal pada 7 Janurai 2008, terjadi pada tahun 2004. Pada tahun itu, tepatnya 17 Juni 2004, Yayasan Pangeran Kuningan berhasil meletakkan batu nisan di dalam kompleks gedung PT. Telkom. Itulah satu-satunya petunjuk seorang pahlawan Jakarta bernama Pangeran Kuningan dimakamkan.

“Sebetulnya nisan itu bukan perjuangan terakhir almarhum,” jelas Achmad Syarif. “Beliau pernah meminta Telkom untuk membuatkan pagar di sekitar nisan agar orang bisa menghargai Pangeran Kuningan. Tapi sampai sekarang belum juga direalisasikan.”


(alm.) Drs. Wardie Asnawie (kanan) ketika bersama (alm.) Presiden RI ke-2 Soeharto pada tanggal 3 Agustus 1980 saat meninjau Tapos. Selain sebagai Ketua Yayasan Pangeran Kuningan, Asnawie juga dikenal sebagai Ketua Koperasi Perternak Susu Sapi Perah DKI Jakarta.


Memang sih ketika saya berkunjung ke makam Pangeran Kuningan, nggak terlihat kesan di tempat itu sebagai tempat peristirahatan terakhir Pangeran Kuningan. Bayangkan, lokasi makan di pojokan dan berada di sebuah trotoar yang ada di lokasi parkir. Menyedihkan bukan? Kalo orang yang nggak ngerti perjuangan Pangeran Kuningan, nisan itu barangkali jadi tempat duduk. Sambil nunggu majikan lagi berkantor di gedung Telkom, sang sopir duduk di batu nisan. Inilah yang membuat kita kurang menghargai sejarah dan mereka yang pernah memerdekakan negara ini dari penjajah.

“Perjuangan memang belum selesai!” tegas Achmad Syarif. “Sebenarnya ada satu keinginan almarhum yang juga belum sempat terwujud. Memang sulit, tetapi sebenarnya bisa dilakukan, yakni menjadikan nama Pangeran Kuningan sebagai nama jalan sebagaimana nama Pangeran Antasari atau Pangeran Diponegoro. Masa nama pejuang dari daerah dijadikan nama jalan di Jakarta, eh sementara pejuang yang memperjuangkan Jakarta malah nggak dijadikan nama jalan? Masa pemerintah lebih suka menamakan jalan Warung Buncit ketimbang nama-nama pahlawan? Warung Buncit itu kan cuma sebuah warung etnis Tionghoa yang berperut buncit. Kontribusi Pangeran Kuningan terhadap perjuangan lebih besar daripada si Buncit itu.”


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Sunday, May 20, 2012

KENAPA NGGAK BOLEH TIDUR SIH?

Barangkali saya cukup mengerti kenapa kebanyakan masjid atau musholla melarang orang tidur di situ. Biasanya kalo tidur, tanpa sadar seseorang akan mengeluarkan air liur, dimana aliran air liur itu dari sisi sebelah kanan atau kiri mulut menetes jatuh ke karpet atau lantai masjid atau musholla tersebut. Yang namanya air liur, pasti menampilkan bau yang kurang sedap. Bayangkan kalo semua karpet di masjid berisi air liur para penidur, sudah dipastikan pada saat bersujud di waktu sholat, jamaah akan mencium hal-hal yang tidak diinginkan.


Karena takut di-complain, tidur nggak bisa telentang di lantai, tetapi cari tembok dan bersandar. Kenikmatan seseorang kalo sudah letih, sama aja.
Itu baru soal air liur, belum soal lain. Mari kita menginjak ke masalah mimpi. Bayangkan kalo ada orang yang dibiarkan tidur terlelap, sehingga menyebabkan orang ini bermimpi, maka bisa menimbulkan dua efek. Kalo efek positif, Alhamdulillah. Tapi kalo efek negatif, misalnya sampai mimpi basah, dimana basahannya bisa menetes ke lantai atau karpet masjid atau musholla, dijamin jamaah yang terkena tetesannya akan mendapatkan najis.

Apapun alasan orang nggak boleh tidur di masjid, sesungguhnya nggak begitu saya setujui 100%. Saya tetap mempertanyakan kenapa orang nggak boleh tidur di masjid atau di musholla? Apakah sekadar memejamkan mata itu dosa? Apakah tidur tanpa mengeluarkan air liur atau sampai bermimpi-mimpi basah diharamkan oleh Allah? I don't think so, deh.


Memang nggak ada yang bisa menjamin, orang yang tidur di masjid atau musholla akan mengeluarkan air liur atau mimpi basah. Namun hal tersebut bukan berarti orang nggak boleh tidur di masjid.

Tidur biasa dengan Ittikaf itu memang beda. Ittikaf lebih sering dilakukan pada saat puasa. Namun bermalam di masjid, itu juga diizinkan buat tidur, lalu pada saat tengah malam bangun buat sholat sunnah. Nah, kalo Ittikaf saja boleh, kenapa hari-hari yang bukan Ittikaf nggak boleh dilakukan?

Saya justru berpikir, masjid itu tempat dimana semua orang Islam boleh masuk dan melakukan peribadatan. Semua orang ini biasanya dari berbagai tempat. Terkadang, mereka butuh "rumah singgah". Nah, masjid bisa dijadikan "rumah singgah", tempat beristirahat. Setelah melakukan sholat atau sebelum melanjutkan perjalanan, orang-orang ini bisa beristirahat terlebih dahulu. Mau cuma nyeder-nyender di tembok, memejamkan mata, atau tidur beneran, ya monggo aja.

Saya paling risi kalo melihat di masjid atau musholla ada tulisan: DILARANG TIDUR DI DALAM MASJID. Saya lebih suka memasang tulisan: SILAHKAN TIDUR DI MASJID, KECUALI DI KARPET. Kenapa? Kalo di karpet, air liur atau air mani hasil mimpi basah sulit buat dihilangkan, kecuali dicuci. Selama belum dicuci, bisa mengharamkan sholat kita. Berbeda kalo di lantai. Begitu selesai tidur, pihak pengelola dengan bantuan cleaning service bisa segera mengepel lantai.


Gara-gara sudah lelah, tanda dilarang tidur pun diacuhkan.

Saya lebih suka pihak pengelola masjid memikirkan bagaimana masjid itu makmur. Bukan takut kalo masjid atau musholla-nya ditiduri oleh orang. Soal memakmurkan masjid, terkadang pengelola atau pemilik masjid masih ketakutan dengan masjid bakal dicuri atau dirampok. Gara-gara takut, majid atau musholla nggak dibuka sepanjang hari. Pintu muasjid atau musholla cuma dibuka satu jam sebelum sholat dan satu jam sesudah sholat. Di luar jam itu, silahkan sholat di teras. Lah, kok orang mau sholat dibatasi? Aneh! Ini terjadi di beberapa masjid, salah satunya masjid di Depok yang banyak emasnya. Ngapain juga memamerkan emas sebanyak-banyaknya di masjid kalo peribadatan kita dibatasi?

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Saturday, May 19, 2012

Food Revolution, Gerakan Mencintai Pangan Lokal, Sehat, dan Mandiri


Saat ini penderita obesitas meningkat. Baru-baru ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)merilis laporan yang menyebutkan pada 2015 nanti, jumlah penderita obesitas atau kelebihan berat badan di dunia akan mencapai 2 sampai 3 miliar orang.  Angka ini naik hampir 50 persen dari tahun 2005 lalu, yang hanya 1,6 orang.

Menurut Dr. Damayanti R. Syarif, Sp. A (K), dari hasil penelitian yang dilakukan di 14 kota besar di Indonesia, angka kejadian obesitas pada anak tergolong relatif tinggi, yakni antara 10-20% dengan nilai yang terus meningkat hingga kini.

Bloggers, besitas merupakan permasalahan yang sudah lama muncul di dunia. Bahkan WHO telah mendeklarasikan obesitas sebagai epidemik global. Prevalensinya meningkat tidak saja di negara-negara maju, tetapi juga di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Menurut spesialis anak RSAB Harapan Kita dr. Tinuk Agung Meilany SpA,sekitar 95 persen obesitas anak disebabkan aspek nutrisional, sedangkan 5 persen disebabkan aspek lain, seperti penyakit atau kelainan hormon. Nutrisi berkaitan dengan pola makan mulai dari jenis makanan sampai perilaku makan yang berlebihan — baik porsi maupun frekuensinya. Tentunya, aktivitas fisik yang kurang, akibat obat (steroid),atau faktor gaya hidup juga amat berpengaruh .

Dewasa ini, anak-anak memang lebih suka memakan junk food di restoran fast food. Namun lebih dari itu, ada faktor lain yang tidak kalah penting, yakni kini semakin banyak ibu yang tidak pandai memasak makanan sehat untuk anak-anak mereka. Oleh karena tidak pandai memasak, maka ibu-ibu ini lebih suka ‘membiarkan’ anak-anak mereka makan di restoran fast food dengan mengkonsumsi junk food atau memasak masakan instan, yang kadar vitamin dan mineralnya sudah tidak baik.

Bloggers, ibu yang pandai memasak biasanya pasti mengerti sayuran dan lauk pauk yang baik. Sayuran yang baik tidak mengandung zat-zat kimia, dimana berasal dariobat yang digunakan oleh para petani, seperti pestisida atau pun insektisida. Sebetulnya, zat tersebut digunakan sebagai pembasmi hama. Namun, efek yang ditimbulkan dari zat-zat melalui sayur-sayuran atau buah-buahan, sangatlah berbahaya bagi tubuh kita. Jadi, sayuran yang baik adalah sayuran yang tidak mengandung pestisida atau insektisida alias sayuran organik.

Sayuran organik kan mahal?

Berangkat dari sinilah sebuah gerakan Food Revolution digagas di tanah air. Sebetulnya, gagasan Food Revolution ini datang dari Jamie Oliver. Chef yang tersohor ini heran dengan semakin banyak anak kecil mengalami obesitas. Oleh karena itu, kemahirannya memasak membuat dirinya mengkampanyekan Food Revolution ini.

Seperti kita ketahui, sayuran organik adalah sayuran yang seluruhnya berasal dari organisme hidup. Dimana dalam perawatan tanamannya, menggunakan pupuk kompos dari dedaunan yang membusuk. Sayuran organik betul-betul memanfaatkan bahan-bahan dari alam dan bebas dari bahan kimia dalam proses penanamannya.

Lalu hubungannya dengan Food Revolution apa?

Bloggers, Food Revolution ini menggajak kita untuk mengembangkan potensi ekonomi yang dihasilkan dari kebun sendiri. Inilah yang dikembangkan di konsep urban farming yang sudah dilakukan oleh komunitas Indonesia Berkebun. Selain ekologi, urban farming juga menumbuhkan perekonomian dan wadah edukasi. “Urban farming is the urban lifestyle,” begitu ungkap Sindhi D. Savira, pegiat Jakarta Berkebun lewat twit-nya.

Food Revolution adalah gerakan yang ingin menanamkan pentingnya peduli pada pangan. “Tidak hanya ketahanan pangan, tetapi harus kedaulatan pangan,” ujar Tince perwakilan dari Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam diskusi tentang Food Revolutionpagi ini di Warung Kopi Nusantara, Warung Buncit Raya no 40, Jakarta Selatan.

Selama ini darimana nasi dan sayur yang kita makan sehari-hari? Impor? Padahal dengan kedaulatan pangan, warga Indonesia punya hak untuk memilih pangan sehat dengan membeli pangan lokal yang sehat. Dengan begitu, kita bisa menguntungkan konsumen maupun produsen lokal. Tahukah Anda? Menurut SPI, saat ini ada 28 juta petani di Indonesia. “Jadi, kenapa harus impor pangan? Memangnya kita gak bisa produksi sendiri?

Kearifan pangan lokal kita ini luar biasa. Melalui Food Revolution, kita juga akan mengenali dan mencintai pangan lokal. Sehingga kita akan sadar, bahwa local food is real food. Selain membeli pangan lokal, dalam Food Revolution kita juga diajar untuk memproduksi pangan sendiri. Tentu pangan yang sederhana untuk kita konsumsi di rumah.

Kangkung adalah salah satu tanaman yang bisa diproduksi di ladang kita. Anda tidak perlu memiliki ladang luas untuk menanam kangkung. Di media tanam apapun bisa dilakukan, termasuk pot di rumah yang sempit. Panen kangkung pun cepat, yakni setiap 18 hingga 21 hari. Selain jadi lebih hemat, sayuran ini pun sehat, karena menggunakan pupuk kompos dari dedaunan yang membusuk.

Bloggers, saat ini gerakan Food Revolution sudah menyebar ke beberapa kota besar. Selain Jakarta, ada Bandung, Semarang, Surabaya, Malang, dan Bali. Acara Food Revolution yang berlangsung di Sabtu ini, kabarnya diselenggarakan serentak bersamaFood Revolution Day di 450 kota dan hampir 50 negara. Yuk! Gabung di gerakan Food Revolution ini.

MENCONTOH SURABAYA MENGHILANGKAN CITRA 'KOTA SEJUTA PSK'


Selama ini dikenal sebagai kota lokalisasi Pekerja Seks Komersial (PSK) terkenal. Predikat ini tentu bukan sebuah kebanggaan dan inspiratif. Namun itulah kenyataan. Sebab, di kota ini banyak lokalisasi, baik di Bangunsari, Jarak, Dolly, Morosenang, Tambaksari (Kremil), dan Semimi. Bahkan Dolly tersohor sebagai lokalisasi terbesar di Asia Tenggara dengan jumlah PSK saat ini mencapai 1.200 orang.

Menurut data, pada 1970-1980, jumlah PSK di Dolly kalah dibanding dengan lokalisasi Bangunsari. Di tempat ini, terdapat 15 Rukun Tetangga (RT), dimana 90% warga bekerja sebagai PSK. Jika dihitung dengan angka, jumlah PSK pada saat itu mencapai 3.000 orang. Wow!

 Predikat ‘Kota Sejuta PSK’ tentu tidak ingin terus disandang oleh Surabaya. Baik Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, DPRD Jawa Timur (Jatim), dan Pemprov Jatim sepakat untuk terus menjalankan gerakan “sapu bersih” prostitusi di provinsi dengan penduduk 35 juta jiwa ini.
Hasilnya?

Untuk 2011 lalu, lokalisasi PSK di Kota Surabaya yang jumlahnya cukup banyak tinggal 6, bahkan 2012 ini angka ini turun lagi. Di Bangunsari yang dahulu dijuluki “Kampung Seribu Satu Malam” itu, yang sebelumnya terdapat 3000-an PSK, kini tinggal 210 PSK. Itu pun jumlah di 2 RT.

Surabaya memang sangat peduli dengan pengurangan PSK ini. Bahkan Pemprov Jatim sendiri sempat mengalokasikan dana sebesar Rp 2,5 miliar pada 2011 untuk masalah ini. Menurut Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf, anggaran itu digunakan untuk modal usaha bagi para mantan PSK yang akan dipulangkan ke kampung mereka.

Modal usaha untuk tiap orang berbeda, sesuai kebutuhan,” ujar Yusuf yang penulis kutip dari Kompas.
Sebelum dipulangkan ke kampung, mereka diberikan pelatihan terlebih dahulu, mulai dari menjahit, bordir, dan salon kecantikan. Meski modal usaha yang diberikan berbeda-beda, tetapi rata-rata mereka mendapatkan Rp 3 juta.

Tentu yang terpenting, Pemprov Jatim menjamin pemasaran hasil karya mereka. Sebab, jika mereka sudah bekerja keras menghasilkan karya, namun karena produk karya mereka sulit pemasarannya, mantan PSK ini putus asa dan kembali ke dunia prostitusi.  

Bloggers, langkah Pemprov Jatim ini jelas patut dijadikan contoh kota-kota lain di Indonesia ini. Sebab, mengurangi dengan cara mengundang penceramah agama dan penyuluhan HIV/ AIDS tetap akan sulit. Namun ketika PSK dilatih dan diberikan pengetahuan enterpreunership plus menjamin pemasaran produk, bukan tidak mungkin mereka lebih suka berbisnis dengan mendapatkan uang halal.


Sunday, May 13, 2012

SEHARUSNYA KITA JAUH LEBIH BERSYUKUR

Selama ini istilah "anak kolong" itu identik dengan anak tentara. Nggak semua "anak kolong" anak tentara. Ada anak kolong yang benar-benar anak yang hidup sehari-hari di kolong, lebih tepatnya di kolong jembatan. Mereka nggak cuma makan dan tidur, tetapi belajar, berak, ngobrol, dan bermain juga dilakukan di kolong jembatan.

Kalo Anda mau lihat, di Jakarta ini banyak anak-anak yang hidup di kolong, karena orangtua mereka memang nggak punya rumah. Boro-boro beli bahan baku buat bangun rumah, buat beli tanah aja nggak mampu.




Mereka memang serba salah. Tapi kalo mau jujur ya seharusnya mereka juga sadar, hidup di kota besar kayak Jakarta ini kudu tahan banting. Kalo nggak menggusur, ya kegusur. Mereka yang nggak punya duit, udah pasti kegusur. Bagi yang nggak punya duit, kudu cukup sadar diri dan tinggal di kolong-kolong jembatan kayak anak-anak yang saya temui beberapa hari lalu.

Saya bersyukur bisa punya teman baru lagi, yakni anak-anak kolong jembatan, tepatnya di jembatan layang Kampung Melayu. Mereka adalah another anak kolong yang ternyata nggak semuanya badung dan kriminal. Ini setelah saya ngobrol dari hati ke hati dengan mereka. Dari cara bicara dan tingkah laku pun bisa terlihat, kok. Bahkan luar biasanya, satu dari anak-anak kolong ini selalu juara kelas, mengalahkan anak orang mampu.



Tampak dalam (foto atas) dan tampak luar (foto bawah). Sebelum ditutup, di kolong jembatan ini ada pasar yang sudah ada beberapa tahun. Pasar ini gusuran dari samping Kelurahan Pasar Bukit Duri, Manggarai. Setelah ditutup, pasar tetap ada tetapi nggak dikolong, melainkan di pinggir jalan raya Casablanca. Sementara beberapa keluarga tetap tinggal di kolong dengan kondisi gelap gulita. Itu kondisi pada siang hari (foto atas), bagaimana malam hari ya? Sudah pasti tidur sama tikus dan ular.
Meski dengan keterbatasan fasilitas, anak-anak ini tetap ceria. Dengan baju kumal, wajah kusam, masih ada tawa di antara mereka. Padahal mereka nggak tahu kalo ada banyak anak kecil seusia mereka sudah mendapatkan Blackbarry dari orangtua, dimana harga Blackbarry mereka sama dengan setengah tahun pendapatan orangtua anak-anak kolong ini. Padahal anak-anak kolong ini pun nggak pernah tahu kalo ada anak-anak yang saat ini sedang menikmati liburan di sebuah kapal pesiar dan keliling Eropa. Sementara anak-anak kolong ini cukup menikmati sebuah ayunan yang terbuat dari karet ban bekas yang digantung di batang pohon atau petak umpet.



Bolongangan itu bukan jendela (foto atas), tetapi tembok yang dibolongin buat udara dan sinar masuk. Padahal udara yang masuk itu berasal dari sungai kotor Kampung Melayu dan asap kendaraan yang berasal dari terminal. Meski begitu, ada tanah sedikit buat anak-anak main ayunan.
Kalo kita berada di situ, pasti rasa syukur kita pada apa yang kita miliki sekarang ini muncul. Kita nggak terlalu ngotot mengejar harta atau tahta dengan cara salah. Kita pasti akan melakukan cara yang biasa, namun tetap yakin Allah akan melihat aktivitas kita dan memberi yang terbaik. Sayang, kita nggak terlalu nafsu buat berkunjung ke orang-orang kayak begini. Coba kalo Anda turun ke kolong jembatan dan melihat bagaimana mereka hidup, seharusnya kita bisa jauh lebih bersyukur dan akan ucap: Alhamdulillah ya Allah!


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Wednesday, May 9, 2012

HATI-HATI ADA MAFIA DI IDUL ADHA



Tak hanya di dunia peradilan atau perpajakan ada mafia, di saat Idul Adha seperti hari ini, ada juga mafia. Saya menyebutnya mafia kupon dan kulit hewan qurban. Kenapa saya sebut mafia? Sebab, oknum mafia ini mengambil keuntungan dari perhelatan Idul Adha, khususnya saat pemotongan hewan qurban.

Mafia ini bisa berasal dari panitia masjid, bisa pula orang lain yang punya akses dengan panitia masjid. Setidaknya ada dua modus operandi yang dilakukan oleh mafia ini. Pertama adalah jual-beli kupon jatah daging qurban.

Seperti Anda tahu, jatah daging qurban itu wajib diberikan kepada fakir miskin. Namun yang terjadi, seringkali yang mendapatkan jatah daging qurban tidak sesuai dengan harapan. Yang diberi bukan golongan tak mampu, yang tidak pernah atau jarang menikmati daging kambing atau sapi. Justru orang-orang yang sebetulnya mampu yang mendapatkan jatah. Kupon yang sudah disiapkan oleh panitia tidak sampai ke fakir miskin, tetapi diterima oleh orang yang tidak berhak (baca: orang mampu).

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhp1vP8bZFKkegtGSnZTeOOKddVem7WpDFDWGQMNu3Fza5iKcSBrj5XvItucD3Zu4H0cWdwsejZM0P0xe1QBd-nKcCP5ZCC_WBzfdDmFNCvCRymplkv0egNABjHLRYJHDYcDIDj8GbsvR4/s320/PB272964.JPG
Tidak ada istilah tukang potong hewan qurban.

Oleh karena kupon tidak dipegang oleh mereka yang seharusnya berhak mendapatkan jatah daging, maka terjadi jual-beli kupon. Mafia menjual kupon seharga jumlah daging yang dia miliki. Ada pula mafia yang membeli kupon-kupon dari panitia masjid, karena kebetulan mafia ini dekat dengan pengurus masjid.

Modus kedua adalah mafia kulit kambing dan sapi. Sebagaimana yang dikatakan Ustadz saya, bahwa apa yang ada di hewan qurban itu wajib diberikan terlebih dahulu pada fakir miskin. Memang panitia dan si pemilik hewan qurban juga mendapatkan jatah daging qurban, tetapi bukan kulit hewan yang diqurban. Namun yang terjadi, begitu kambing dan sapi dikuliti, panitia mengumpulkan kulit-kulit tersebut dan kemudian menjualnya. Padahal kulit-kulit hewan qurban itu juga hak fakir miskin. Panitia tidak berhak menjual, lalu uangnya digunakan untuk kebutuhan masjid.

Selama ini, ketika di masjid-masjid memotong hewan qurban, beredar mafia yang mencari kulit-kulit hewan qurban. Mafia-mafia ini biasanya berasal dari teman panitia atau memang orang asing yang sudah terbiasa menawar kulit-kulit hewan qurban yang nantinya akan dijual kembali. Mereka ini mencari keuntungan di tengah perhelatan yang seharusnya ditujukan untuk kaum fakir miskin.

Menjual kulit hewan qurban adalah kesalahan yg kemudian menjadi kebiasaan. Hukumnya sudah jelas.

Silahkan tanya ke bbrp Ustadz atau baca kitab Bidayatul Mujtahid, dimana mengharamkan menjual daging hewan qurban. Dalilnya adalah sabda nabi SAW: “Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak memperoleh qurban apapun”.(HR Hakim)

Al-Hakim menshahihkan hadits ini dalam kitab Al-Mauhibah jilid 4 halaman 697.

Hal yang sama juga terdapat di dalam kitab lainnya seperti Busyral Karim halaman 127 dan kitab Fathul Wahhab jilid 4 halaman 296-299 serta kitab Asnal Matalib jilid 1 halaman 525.

Haramnya menjual kulit hewan qurban ini juga tela ditetapkan oleh Keputusan Muktamar ke-27 Nahdhatul-Ulama di Situbondo pada tanggal 8-21 Desember 1984. Bunyinya: “Menjual kulit hewan qurban tidak boleh kecuali oleh mustahiqnya (yang berhak atas kulit-kulit itu) yang fakir/miskin. Sedangkan mustahiq yang kaya, menurut pendapat yang muktamad tidak boleh”.

Menurut Ustadz Ahmad Sarwat, Lc., (silahkan buka: http://www.ustsarwat.com/web/ust.php?id=1167277320) panitia penyembelihan dan pendistribusian hewan qurban seharusnya mereka punya kas tersendiri di luar dari hasil hewan yang diqurbankan. Boleh saja panitia mengutip biaya jasa penyembelihan kepada mereka yang meminta disembelihkan. Hal seperti ini sudah lumrah, misalnya untuk tiap seekor kambing, dipungut biaya Rp 30.000 s/d Rp 50.000. Biaya ini wajar sebagai ongkos jasa penyembelihan hewan dan pendistribusian dagingnya, dari pada harus mengerjakan sendiri.

Tetapi panitia penyembelihan hewan qurban dilarang mengambil sebagian dari hewan itu untuk kepentingan penyembelihan. Baik dengan cara menjual daging, kulit, kepada atau kaki. Demikian pula dengan masjid, tidak perlu masjid dibiayai dari hasil penjualan daging qurban, sebab daging atau pun bagian tubuh hewan qurban itu tidak boleh diperjual-belikan.

Termasuk dalam hal ini jasa para tukang potong, haruslah dikeluarkan dari kas tersendiri, di luar dari hewan yang dipotong.

Kami sepakat tidak boleh menjual daging kurban, karena memang tujuan disyariatkan penyembelihan hewan kurban, antara lain, untuk dimakan dagingnya, terutama untuk disedekahkan kepada fakir miskin,” demikian bunyi fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah.“Demikian pula terhadap penjualan kulitnya, pada dasarnya kami sepakat untuk tidak dijual sepanjang dengan membagikan kulit itu dapat mewujudkan kemaslahatan,” tutur para ulama Muhammadiyah dalam fatwanya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimpPk8LZmhXdex8bZX5QfNTavz30MZnS4QqPI8yJ7ybC8Wb07AwRiUI9vPQdjglQsHCBHeroYMD36nWYHNUwp9K5F51XhVFk_uJR2h9M3u4ouGMPyXkHzKAaX9KcAIJzMXBv_uwzZrgGc/s320/PB283192.JPG
Ini antrean daging qurban di Istiqlal. Mereka membawa kupon dan menukarkan dengan daging. Ketika saya memantau langsung ke Istiqlal, banyak orang yang tak layak dapat kupon. Saya jadi curiga mereka tersebut mafia daging qurban

Hukum tentang qurban sudah jelas. Bahwa semua bagian yang dapat dimakan dan diuangkan termasuk kaki dan kulit, adalah milik fakir miskin. Hanya milik fakir miskin. Ini adalah harga mati, tidak bisa ditawar-tawar lagi

Nah, pagi ini kebetulan saya dan panitia masjid di dekat rumah saya sudah mengantisipasi mafia-mafia tersebut, sehingga Alhamdulillah upacara pemotongan dan pembagian jatah daging qurban berjalan dengan lancar. Yang pasti daging qurban di masjid kami diterima sesuai dengan target, yakni golongan tak mampu.

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Saturday, May 5, 2012

AL-QUR'AN CUMA JADI PENGUSIR SETAN

Sungguh, ini memilukan. Al-Qur’an yang merupakan sekumpulan firman-firman Allah SWT yang diwahyukan ke Nabi Muhammad saw, ternyata lebih banyak dijadikan mantra pengusir setan. Lihatlah di sejumlah rumah orang Islam, terdapat pajangan kaligrafi berukir ayat-ayat Al-Qur’an. Barangkali sebagian kecil dari mereka mengerti bacaan serta makna dari bacaan tersebut. Namun sebagian besar hanya menjadikan kaligrafi Al-Qur’an itu sebagai pajangan dan pengusir setan.

Ada lagi contoh, bagaimana Al-Qur’an cuma dijadikan sebagai jimat. Entah Anda pernah lihat atau bahkan sering lihat, di atas pintu warung makanan -yang paling sering warung Tegal (Warteg)- ada secarik kertas bertuliskan huruf Arab. Ada yang diambil dari ayat Al-Qur’an, ada yang sekadar kalimat dalam bahasa Arab yang tidak ada di dalam Al-Qur’an. Itulah mantra.

Contoh lain, seorang jagoan yang memiliki jimat. Jimat ini bisa berupa benda yang sudah dibacakan mantra-mantranya dengan ayat Al-Qur’an, bisa pula secarik kertas kecil bertuliskan bahasa Arab, yang disimpan dompet kecil di sabuknya. Oleh karena memiliki jimat itu, jagoan ini tidak mempan dibacok, bahkan tidak mati ketika ditembak. Ia pun mampu menghilang.

Manusia itu percaya, bahwa Al-Qur’an lah yang melindungi dirinya. Padahal tidak. Kata Ustaz saya, mereka itu telah bersekutu dengan setan untuk menjadikan diri mereka kuat. Boleh jadi, mereka yang biasa menjadikan Al-Qur’an sebagai pengusir setan atau jimat, kalah hebat membaca Al-Qur’an-nya dengan setan itu sendiri.

Saya mendapat data dari Ustaz Bachtiar Nasir Lc., MM, ternyata baru 12% penduduk Indonesia yang memiliki mushaf qur’an. Dari angka 12% yang memiliki mushaf qur’an ini, ternyata hanya 2% yang pernah khatam. Itu khatam sekadar membaca terjemahnya, belum ayat-ayat Qur’an-nya. Ini menunjukan, Al-Qur’an belum dipandang sebagai petunjuk dari Allah atau sebuah kebenaran. Al-qur’an hanya sebagai pajangan di rak buku atau sekadar jimat pengusir setan di rumah. Astagfirullah.

Saya merasa malu mengetahui data tersebut. Betapa tidak malu, Indonesia dikenal sebagai negara muslim terbesar, namun ternyata yang menjadikan Al-Qur’an benar-benar sebagai petunjuk umat Islam tidak banyak. Padahal jelas-jelas dalam surat Al-Baqarah ayat 2 menyebutkan:

Kitab ini (Al-Qur’an) tidak mengandung suatu keraguan, petunjuk bagi yang bertaqwa“.

Meski sudah dikatakan sebagai petunjuk, sebagian besar umat Islam jarang sekali membaca Al-Qur’an, termasuk men-tadabbur-i Al-Qur’an. Oleh sebab itu, ketika Ar-Rahman Quranic Learning (AQL) ingin membuat acara Wakaf Qur’an dan acara tadabbur Al-Qur’an, saya memberikan dukungan.

Dalam acara Wakaf Al-Qur’an dan tadabbur Al-Qur’an, AQL akan membagikan lebih dari 2.500 Qur’an di Sumbawa, mulai 18 sampai 20 Januari 2012 ini. Lalu pada 21-23 Januari 2012, AQL akan berlanjut ke Bali, dimana akan membagikan 5.000 Qur’an. Menurut panitia dari Ar-Rahman, Insya Allah event ini akan juga dilaksanakan di kota-kota lain.

Insya Allah dengan seringnya membaca Al-Qur’an, kita akan menempatkan Al-Qur’an di posisi terhormat. Tidak sebagai pengusir setan atau sekadar pajangan di rak buku, tetapi sebagai pedoman bagi manusia sebagaimana firman Allah SWT di bawah ini:

Al-Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakininya“. (Q.S. Al Jatsiyah: 20)

Thursday, May 3, 2012

DEMI DUIT, ADZAN RAMADHAN DI TELEVISI DISISIPI IKLAN



Begitu Muadzin mengumandangkan kalimat: “hayya alasshala”, nampak dengan jelas merek dan logo merek otomotif Daihatsu. Di scene itu terlihat empat orang sedang berbincang dengan latar belakang front office perusahaan Daihatsu. Lalu logo Daihatsu di-close up sehingga semakin jelas terlihat.

Itulah adzan di salah satu televisi swasta kita. Tayangan yang seharusnya bersih dari komersialisasi masih juga disusupi oleh iklan. Dalam dunia televisi istilah penyusupan iklan dengan cara seperti lazim disebut built in product.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau agar tayangan adzan di televisi haruslah bersih dan bebas dari iklan. Ini menyusul adanya satu tayangan adzan yang disisipi iklan mobil Daihatsu.

Anggota Pokja Penyiaran Komisi I DPR Roy Suryo menilai tayangan adzan berbau komersil itu tidak etis. Bahkan dia menilai merek dan logo Daihatsu sengaja disusupkan sebagai promosi gelap. “Selayaknya KPI memberikan teguran karena tayangan adzan harus murni dari komersialisasi, ini soal etika keumatan,” tegas Roy sebagaimana penulis kutip dari portal www.inilah.com.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Jakarta, Syamsul Ma’arif juga sependapat dengan Roy suryo. “Adzan janganlah ditumpangi oleh komersialisasi berupa iklan, dan harus bersih,” kata Syamsul Ma’arif pada salah satu media online, Rabu, 3 Agustus 2011.

Tak hanya pada penayangan adzan Magrib, Syamsul pun menilai, selama ini kegiatan-kegiatan keagamaan yang ditayangkan di televisi masih banyak yang mementingkan sesi komersialisasi dan bukan isinya. “Saat ini saya menilai, kegiatan keagamaan lebih banyak didominiasi segi komersial dibandingkan maknanya,” kata Syamsul.

Selama Ramadhan, menjelang adzan memang merupakan jam utama televisi mencari iklan sebanyak-banyaknya. Dengan begitu, televisi akan mendapat keuntungan. Jangan heran jika beberapa detik menjelang adzan, bertaburan iklan-iklan makanan maupun minuman. Bahkan ada televisi yang rela mengambil waktu adzan beberapa menit untuk spot iklan. Maklumlah, satu spot iklan @ 30 detik harganya bisa mencapai puluhan juta. Nah, jika iklan sudah penuh, pengelola televisi biasanya bersiasat untuk menempatkan iklan di dalam adzan seperti yang dilakukan salah satu televisi.