Wednesday, September 30, 2015

STOP MEROKOK! KRETEK BUKAN WARISAN BUDAYA!



Percayakah Anda “kretek sebagai warisan budaya”?

Adalah masyarakat Indian di Karibia yang mempopulerkan kata tobacco yang kelak diindonesiakan menjadi tembakau. Istilah tobago yang semula nama sejenis pipa rokok masyarakat Indian, lalu kemudian berubah menjadi tobacco. Sementara istilah sigaret berasal dari istilah Indian Maya Sik’ar yang berarti merokok.

Sudah sejak 600-1.000, suku Indian Maya Sik’ar merokok. Setidaknya hal tersebut diketahui dari peninggalan berupa bejana tanah liat dari sebelum abad XI. Bejana ini ditemukan di Uaxactun, Guatemala. Di permukaan bejana terdapat gambar orang Indian Maya yang sedang merokok dengan menggunakan lintingan daun tembakau.

Lalu tembakau “keluar” dari benua Amerika pada 12 Oktober 1492. Tanggal ini ditetapkan, ketika Cristobal Colon atau Columbus dan awaknya mendarat untuk pertama kali di pantai Pulau Watling, Amerika Tengah. Kala itu Colombus dan awaknya membawa tembakau, serta budaya merokok.

Biji tembakau kemudian dibawa ke Spanyol dari Santo Domingo pada 1559, lalu ke Roma pada 1561. Mula-mula tembakau diperkenalkan sebagai tanaman hias dan obat. Setelah Spanyol dan Roma, tembakau  untuk pertama kali dibawa ke Eropa dari Florida pada 1505 oleh Sir John Hawkins. Pria ini dikenal sebagai pahlawan AL Inggris. Namun, baru 20 tahun kemudian budaya merokok dengan pipa mulai muncul di Inggris.

Budaya merokok di Inggris akhirnya menyebar ke seluruh benua Eropa. Barulah pada abad ke-XVII, seluruh belahan dunia mengenal tembakau, termasuk Indonesia yang kemudian mengenal istilah rokok kretek.


Percayakan Anda “industri rokok meningkatkan petani tembakau”?

Berbahagialah perusahaan-perusahaan rokok dengan penjualan produk mereka. Sebab, angka konsumsi produk tembakau di Indonesia semakin hari terus meningkat. Setidaknya data peningkatan tersebut terlihat mulai dari 1970 yang “hanya”  30 miliar batang, hingga 2014 melonjak mencapai 360 miliar batang.

Namun sayang, bahagianya perusahaan rokok tidak sebanding dengan peningkatan kesejahteraan petani tembakaunya. Menurut data  Badan Pusat Statistik yang diungkap Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Pengendalian Tembakau, penghasilan petani tembakau di Indonesia masih di bawah upah minimum regional (UMR). Artinya, industri rokok tidak ada sangkut pautnya dengan kesejahteraan petani tembakau. Semua keuntungan dari tembakau, nyaris dinikmati oleh pemodal; mulai dari tengkulak, pemilik gudang, industri rokok, hingga sampai ke jaringan pemasarannya.


Percayakah Anda “pajak terbesar dari industri rokok”?

Itu cuma mitos yang diangkat oleh industri rokok maupun para perokok. Fakta, justru negara membayar biaya lebih besar untuk rokok dibanding dengan pemasukan yang diterimanya dari industri rokok. Penelitian dari World Bank membuktikan, rokok merupakan kerugian mutlak bagi hampir seluruh negara.

Dari hasil survei lembaga "Global Youth Tobacco Society" pada 2006 untuk wilayah Jawa saja, hasilnya cukup memprihatinkan. 13.2% total  siswa Indonesia di Jawa merupakan perokok dan tentu angka ini merupakan kegembiraan terbesar bagi industri rokok. Angka perokok kaum generasi pelajar Indonesia cenderung meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Sejak 2004 hingga 2008, pertumbuhan produksi rokok Indonesia tumbuh pesat hingga 4.6% per tahun, jauh melebihi pertambahan penduduk Indonesia yang hanya 1.4% per tahun. Pertumbuhan inilah yang secara tidak langsung akan menjadi beban negara. Sehingga, pemasukan negara dari industri rokok tidak sebanding dengan beban yang dipikul negara.


Percayakah Anda “tidak akan mati gara-gara merokok”?

Sebagian besar perokok percaya. Sisanya sangat mengerti, tapi tak peduli. Bagi Anda yang percaya, bahwa merokok tidak akan mati, seharusnya Anda bersyukur. Bersyukur? Yup! Meski sampai saat ini Anda masih merokok dan tidak mati, namun Anda harus tahu, bahwa Tuhan masih memberikan kesempatan Anda untuk hidup. Artinya Anda bukan tidak mati gara-gara merokok, tetapi BELUM MATI. 
Jangan pernah sangsikan kekuasaan Tuhan untuk kapan pun mencabut nyawa Anda. Jangan pernah merasa bisa hidup seribu tahun gara-gara Anda masih “menikmati” rokok. Sekali lagi, Anda hanya diberikan kesempatan hidup oleh Tuhan. Tapi tak akan lama lagi Anda mati, sebagaimana artis-artis perokok yang terkena kanker atau teman-teman saya yang lebih dahulu mati gara-gara merokok. 

Kalau pun Anda belum juga mati, tetapi banyak orang yang sudah mati gara-gara menghirup asap rokok Anda. Anda telah membunuh mereka yang bukan perokok. Itulah warisan budaya sesungguhnya yang diwarisi para perokok pada mereka yang tidak merokok.

Jadi, STOP MEROKOK! KRETEK BUKAN WARISAN BUDAYA!

Sunday, September 27, 2015

IWAN FALS, PERS, DAN "KAMPUS TERCINTA"

Pers nggak ada matinya
Pers nggak mungkin mati
Pers nggak ada matinya
Pers nggak mungkin dibikin mati

Itulah lagu Iwan Fals dalam rangka reuni Institut Ilmu Sosial dan Politik (IISIP) angkatan 1970-2000 yang berlangsung dari pagi hingga malam hari beberapa waktu lalu. Bagi Anda yang belum tahu, Iwan dulu sempat berkuliah di perguruan tinggi swasta yang beralamat di Lenteng Agung, Jakarta Selatan ini. Saat itu namanya masih Sekolah Tinggi Publisistik (STP).

IISIP berdiri pada 5 Desember 1953 dengan nama Perguruan Tinggi Djurnalistik (PTD). Pendiri perguruan tinggi ini adalah A.M. Hoeta Soehoet, yakni seorang pimpinan di Perhimpunan Mahasiswa Akademi Wartawan. Pada 4 Mei 1960 nama perguruan diubah menjadi Perguruan Tinggi Publisistik (PTP). Ilmu-ilmu yang dipelajari diperguruan tinggi ini pun berkembang, bukan hanya mempelajari persuratkabaran dan jurnalistik saja, tetapi seluruh ilmu komunikasi. Barulah pada 27 Juli 1985, sekolah yang banyak mencetak jurnalis-jurnalis handal ini menjadi institut dengan nama IISIP.

Iwan sempat keluar dan masuk kembali ke kampus yang dikenal dengan sebutan ‘Kampus Tercinta’. Bahkan ia sempat melatih karate di kampusnya. Seperti sebagian dari Anda tahu, musisi legendaris ini pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional dan Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989 dan sempat masuk pelatnas.

Iwan sendiri pertama kali masuk kampus dan tercatat sebagai mahasiswa STP pada 1980. Ia cuma berkuliah selama enam bulan dan keluar. Pada 1981, ia kembali mendaftarkan diri menjadi mahasiswa.
“Meski keluar masuk, tapi nggak jadi sarjana juga,” ujar Iwan di atas panggung di hadapan ratusan alumni IISIP.

Bagi Iwan, dunia kewartawanan bukanlah hal baru. Selain pernah merasakan kehidupan kampus jurnalistik dan mengenal sejumlah wartawan senior, ia juga sempat menjadi kolumnis di beberapa tabloid olah raga. Namun, malam itu ia menyampaikan kegusaran pers Indonesia kini, dimana sudah menjadi “anjing penjaga” bagi pemilik media dan politik.



Dalam perjalanan karirnya, hubungan Iwan dan wartawan juga sempat mengalami pasang surut. Ia pernah diboikot sejumlah wartawan. Salah satunya terjadi pada paruh Agustus 2012. Ketika itu kalangan wartawan baik media cetak dan portal online melakukan boikot atas konser Iwan Fals yang dilaksanakan, Senin (6/8/2012) di Lapangan Yon Zipur Helvetia, Medan dalam event bertajuk Nge-TOP Bareng Iwan Fals dan kawan-kawan.

Sebenarnya saat itu kesalahan bukan langsung pada Iwan, tetapi akibat ketidakprofesionalan event organizer (EO) acara tersebut, yakni Hans Production. Mulai dari harian +Harian Kompas, +Tribun Medan, Tabloid Aplaus, Topkota, Orbit, Sumut Pos dan media lainya, termasuk portal +KapanLagi.com memboikot konser. Untunglah kejadian tersebut tidak berimbas pada konser-konser Iwan selanjutnya, dimana selalu diliput oleh rekan-rekan wartawan.

Minggu malam (29/08/2015), Iwan kembali berkumpul bersama teman-teman wartawan di Space Food & Entertainment, Dim Sum Festival, Kemang, Jakarta Selatan. Di acara reuni yang juga menghadirkan pentolan God Bless, yakni Ian Antono dan Achmad Albar ini, Iwan menyanyikan beberapa lagu hitsnya: Kesaksian, Omar Bakrie, dan Sore Tugu Pancoran. Sementara lagu Pers Nggak Ada Matinya merupakan lagu yang khusus dilantunkan di reuni IISIP

Penciptaan lagu Pers Nggak Ada Matinya cukup menarik. Sebegaimana penulis kutip dari akun Facebook @CocomeoCacamarica, beberapa hari sebelum reuni, para alumi IISIP yang notabene teman sekampus Iwan mengunjungi rumah sang legenda di Lewinanggung, Cimanggis, Jawa Barat. Mereka ngobrol di halaman rumah yang asri dan sejuk itu.

Seorang teman Iwan, yakni Raja Pane, meminta Iwan membuatkan lagu untuk tema reuni. "Wan, elu harus nyanyi tema kita, Pers Nggak Ada Matinya. Saatnya kita berbuat agar Pers tidak terbunuh dimakan zaman". Iwan kemudian mengambil dua gitar miliknya. Sambil memegang gitar, juga mencari lirik. Saat itu juga ada teman Iwan, yakni Amazon Dalimunthe yang membantu menuliskan lirik di sebuah kertas dengan penanya. Lirik pun tercipta. Selain dicatat dalam selembar kertas, Iwan sempat mencatatkan lirik di handphonenya. Sementara irama yang sebelumnya dilantunkan lewat gitar sempat direkam oleh Azmi Alqamar, salah seorang rekan Iwan juga yang kuliah di IISIP.

Lagu mengenai dunia kewartawanan sebenarnya bukan baru kali itu saja diciptakan Iwan. Ia pernah membuat lagu Matinya Seorang Penyaksi. Lagu ini merupakan lagu yang didedikasikan khusus untuk almarhum wartawan Udin atau Fuad Muhammad Syafruddin dan para wartawan di seluruh Indonesia.

Matinya seorang wartawan bukan matinya kebenaran
Tercatat dengan kata sakti, menjadi benih yang murni
Hari ini kisahmu abadi berbaringlah kawan
Berbaringlah dengan tenang...

c

JERMAN, PENGUNGSI SURIAH, DAN INDONESIA

Paruh Agustus 2015, Jerman mengumumkan suaka bagi pengungsi Suriah. Lebih dari 100 ribu pencari suaka mencapai Jerman. Menurut angka yang dirilis oleh International Organization for Mogration (IOM), sebanyak 350 ribu migran melakukan perjalanan berbahaya untuk mencapai dataran Eropa sejak Januari 2015. Dalam upaya menyeberangi perairan Mediterania, lebih dari 2600 migran tenggelam. Saya bisa membayangkan, betapa berat perjuangan para pengungsi Suriah untuk bisa sampai ke Jerman.

Anyway, bagi saya Jerman luar biasa! Di tengah krisis ekonomi yang sedang menghantam, Jerman masih membuka pintu bagi para warga sipil Suriah yang butuh perlindungan. Sebagaimana kita ketahui, sampai cerita ini saya tulis, di Suriah masih terjadi konflik antara Syiah dan Sunni. Kelompok Syiah dipimpin oleh Bashar al-Assad. Pria yang sampai kini menjabat sebagai Presiden Suriah ini dikenal berpaham Syiah Nushairiyah. Dengan bantuan kekuatan militer, Assad membunuh dengan kejam para warga sipil yang merupakan muslim Sunni.

Sebagian dari kita pasti tahu mengenai konflik tersebut. Namun, sejumlah negara membiarkan konflik itu terjadi. Para warga sipil Suriah dibiarkan mati. Saya geram jika ada teman atau orang Indonesia yang mengatakan, "Ngapain ngurusin negara orang, warga negara sendiri aja nggak diurusin...". Lucunya, imigran yang masuk ke Indonesia justru bukan Suriah atau Palestina, tetapi Cina maupun Iran. Padahal sebagian besar dari kita tahu, Iran adalah negara Syiah terbesar. Menurut situs Wikipedia, 89 persen penduduk Iran beragama Syiah, sementara sisanya beragama Islam dan lain-lain. Mereka yang beragama Islam Sunni adalah suku Turkomen, suku Arab, suku Balochi, dan suku Kurdi.

Terlepas dari kehadiran orang-orang Iran di tanah air, saya kembali mengacungkan dua jempol pada Jerman yang menerima pengungsi Suriah. Meski bukan negara muslim terbesar, tetapi Jerman mengulurkan tangan untuk menyambut kedatangan para imigran. Boleh jadi sikap Jerman ini lantaran negara ini telah menjadi negara yang populasi muslimnya semakin hari semakin besar. Sekadar info, Jerman memiliki populasi Muslim terbesar kedua di Eropa, setelah Perancis. Populasi Muslim berkisar antara 3,8 sampai 4,3 juta atau 5 persen dari total penduduk Jerman yang saat ini 82 juta jiwa. Di Jerman, Islam adalah agama terbesar ketiga setelah Protestan dan Kristen Katolik.

Ternyata selain Jerman, ada beberapa negara Barat yang juga siap menampung pengungsi Suriah. Negara-negara tersebut adalah Inggris, Australia, Selandia Baru, dan Amerika Latin.



 



    
Syiah Nushairiyah
Syiah Nushairiyah

Saturday, September 5, 2015

LIFE JUST LIKE A KOMIDI PUTAR

Analogi yang saya jadikan judul note ini terinspirasi film Forest Gump yang dibintangi oleh Tom Hank. Namun buat saya, hidup bukan seperti "sekotak cokelat", tapi lebih mirip kayak komidi putar.

Kalo pernah naik komidi putar, pasti Anda pernah merasakan ketegangan atau stres ketika berada di atas, tetapi biasa saja ketika tempat yang Anda naiki berada di bawah.

Ketika di atas, Anda pasti akan merasa terhormat, paling perkasa, tetapi juga mengalami stres, karena takut sesuatu akan membuat Anda terjatuh. Sementara ketika di bawah, Anda merasa terkucil, sepi, dan jauh sekali menuju puncak.



Itulah kehidupan. Terkadang ada di atas, namun tiba-tiba Anda berada di bawah. Seharusnya, dengan pengalaman mengarungi hidup, Anda pasti sudah terbiasa dengan segala cobaan yang menghajar diri Anda. Tinggal bagaimana Anda menyiasati diri Anda ketika berada di atas dan saat ada di bawah.

Siang tadi, saya berjumpa dengan komidi putar. Pertemuan saya ini jadi mengingatkan bagaimana roda hidup yang selalu saya hadapi. Terus terang saya takut naik komidi putar. Takut ketinggian. Meski begitu, bukan berarti saya takut menghadapi masalah yang menjadi tembok di depan saya. Apapun tantangannya serta beban yang ada, kita kudu menghadapinya.

photo copyright by Brill

KALO NGANTRI, SAYA NGGAK MUNGKIN DAPAT JATAH DAGING QURBAN

Itulah kalimat yang diucapkan Pak Kirno yang saya temui di depan pintu gerbang Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Bapak setengah baya ini adalah satu dari ribuan mustahik yang berhasil mendapatkan jatah daging qurban.

“Saya datang ke masjid dari jam 4 subuh, Pak,” katanya sambil memegang erat-erat sekatong plastik berlogo Masjid Istiqlal yang berisi daging qurban. “Saya nyelak aja di antara antrean. Habis kalo ikutan ngantri, nggak bakal dapat, Pak. Tetangga saya aja yang kemari pakai bajaj, ngantri dari jam 4 kayak saya, nggak dapat.”


Antreannya meliuk-liuk hampir sepanjang 400 meter. Mereka rela melakukan ini cuma demi 1 kilo daging sapi atau kambing.

Di gerbang Masjid, Pak Kirno sedang menunggu anaknya yang juga ikut ambil jatah daging qurban. Sementara di antara ia, beberapa ibu-ibu keluar pagar dengan wajah kecewa berat. Maklum, mereka banyak yang mencoba mengantri, tetapi nasib mereka apes, karena menurut Panitia jatah hewan qurban.

“Padahal saya tahu masih ada beberapa sapi yang belum di potong,” kata Pak Kirno. “Di dalam aja saya lihat masih banyak daging, kok. Buat panitia kali, tuh!”

















Ketika antrean panjang dan berdesak-desakan, anak-anak terhimpit. Pasukan penyelamat anak-anak pun menjadi sangat penting. Anak-anak yang hampir kehabisan nafas, mau pingsan, dan terjepit, langsung diangkat satu per satu.
Pak Kirno dan beberapa orang mustahik lain boleh jadi beruntung. Salah seorang yang paling apes dialami oleh Bu Endang. Ia bela-belain datang ke Masjid sehari sebelum pemotongan hewan, yakni hari Kamis. Bersama anaknya, ia bermalam di palataran parkir masjid. Malang benar, ketika hari Sabtu dini hari bangun, anteran sudah panjang. Meski ia mencoba antre, Panitia pun mengumumkan lewat speaker pada pukul 07.15 wib, daging qurban sudah habis.

Kalo Anda berada di Masjid Istiqlal pagi tadi, sedih sekali melihat para mustahik. Sebelum Panitia mengumumkan daging qurban habis, saya sedih, begitu banyak orang Islam miskin yang ada di Jakarta ini. Ironisnya lagi, mereka antre di depan sebuah Gereja Katedral. Saya yakin kalo ada jamaah non-muslim yang melihat kondisi di areal Masjid kayak begitu dari balik jendela Gereja Katedral, mereka pasti geleng-geleng kepala. Masya Allah!


Biar sudah datang sehari sebelumnya bela-belain nginep, atau datang pagi, belum tentu dapat jatah daging qurban. Banyak orang yang kecewa dengan "tragedi" jatah daging habis!
Makin sedih hati kita begitu jatah hewan qurban diumumkan habis oleh Panitia Masjid. Mereka yang sudah berusaha antre bermeter-meter –antrean bisa mencapai empat ratus meter, karena antreannya meliuk-liuk-, pasti akan kecewa berat. Entahlah kenapa ini sampai terjadi. Satu yang pasti, para pengantri ini nggak dibekali oleh kupon. Saya nggak tahu apakah di tahun-tahun sebelumnya sempat menggunakan kupon dan kemudian ditiadakan, karena nggak efektif, atau memang tahun 2009 ini sengaja nggak pakai kupon, sehingga Panitia yang konon menyiapkan 7.000 kantong daging qurban dengan percaya diri bisa sukses membagikan.

Buat saya, peristiwa pagi ini di Masjid Istiqlal membuat malu diri saya sebagai orang Islam. Entahlah apakah Panitia juga malu. Yang pasti, konsep bagi-bagi hewan qurban kayak begini kan bukan baru setahun-dua tahun ini saja dilakukan, tetapi sudah bertahun-tahun. Namun kenapa kejadian kayak begini masih saja terjadi ya? Aneh!



Yang menjadi korban jadinya malah anak-anak. Banyak anak kecil yang digendong oleh Ibunya yang terjepit di antara antrean. Ada yang hampir kehabisan nafas dan harus segera ditarik dari antrean, lalu diberikan minum. Ada yang muntah-muntah, karena sudah antre dari hari sebelumnya dan masuk angin.

Barangkali mekanisme pembagian daging qurban memang sudah salah. Bukankah seharusnya kita –Panitia atau orang yang mampu- membagi-bagikan daging, bukan mustahik yang disuruh antri? Sebab, dengan mereka mengantre, Panitia pasti nggak akan tahu apakah yang antre itu benar-benar mustahik yang membutuhkan atau justru sebaliknya mereka yang dengan sengaja menjadi pengumpul daging? Apalagi mereka yang mengantre nggak dibekali oleh kupon. Bukan se’udzon ya, tetapi makelar daging seringkali bermunculan dalam kondisi kayak begini. Mereka “berpesta” di tengah penderitaan para mustahik.

Dengan sistem mengantar –bukan mengantre-, mustahik yang akan diberikan sudah terdata dengan jelas. Barangkali tahun depan, harus ada panitia yang bertanggung jawab men-delivery service daging qurban, kayak restoran-restoran franchise gitu. Setelah tim pembungkus plastik daging selesai, tim delivery service ini langsung mengantarkan seluruh jatah hewan qurban ke kelurahan, atau bahkan sampai ke RW-RW yang kemungkinan belum mendapatkan jatah qurban, tetapi punya banyak mustahik di kampung itu.


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

KOK KAMBING BUTA BISA LOLOS PANITIA QURBAN SIH?

Berkat anjuran sang guru, Khaira ngebet banget sholat di masjid dekat sekolahnya, di masjid At-Taqwa. Bertahun-tahun hidup, baik saya maupun istri belum pernah sholat di masjid yang berada di kompleks Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun, Jakarta Timur ini. Biasanya kami sholat Idul Fitri maupun Idul Adha di lapangan Rawasari Country Club atau yang beken disebut sebagai Arcici yang ada di Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat.

Selama ini anak kami memang patuh sekali pada gurunya, yakni Ibu Lina. Khusus mengajak sholat di masjid At-Taqwa, alasan mengapa kami sekeluarga diajak sholat Idul Adha di masjid ini adalah, karena kelas anak kami menyumbangkan seekor kambing hasil sumbangan kolektif. Sumbangan ini di luar sumbangan pemberian kambing secara pribadi, lho. Artinya, kambing yang berasal dari sumbangan kelas Khaira merupakan hasil uang anak-anak kelas yang dikumpulkan. Sementara masih ada orangtua murid di kelas Khiara yang secara pribadi menyumbangkan kambing.


Tiap kendaraan bermotor yang parkir buat sholat di sekitar masjid At-Taqwa dipunggut retribusi sebesar Rp 5.000, yang katanya buat shodaqoh. Memang sih dikasih karcis kayak begini, tetapi di karcis itu nggak ditulis nominal angka Rp 5.000. Ini kebiasaan di Indonesia, pake karcis, tetapi nggak transparan. Auditnya jadi susah dan menimbulkan lubang-lubang buat pungutan liar.

Menurut Ibu Lina, sumbangan dari kelas-kelas lain uangnya nggak mencapai jumlah yang layak buat dibelikan kambing. Sementara kelas Khaira berhasil mengumpulkan dana lebih dari satu juta. Tentu Anda tahu harga rata-rata kambing buat qurban saat kan? Ya, minimal harganya bisa mencapai Rp 900 ribuan. Itu pun ukurannya relatif kecil.

Kami sampai di masjid At-Taqwa sekitar 06.45 wib. Limabelas menit sebelum pelaksanaan sholat Idul Adha. Sebetulnya kalo sholat Ied, dianjurkan oleh Nabi Muhammad di lapangan terbuka. Sebenarnya di depan masjid ada lapangan bola yang dahulu kala –saat masih di SMA- pernah saya pergunakan buat main bola. Tetapi oleh karena tanahnya agak lembab dan sedikit becek, maka panitia melakukan sholat sunnah dua rakaat ini di dalam masjid.

Kelar sholat, seperti biasa ada ceramah. Pagi itu yang bertindak sebagai khotib adalah Ustadz H. Nazmuddin. Seperti biasa kami tetap mendengarkan ceramah, meski banyak orang yang meninggalkan masjid setelah sholat. Entah mereka ngerti, pura-pura nggak tahu, atau memang cuek, bahwa kesempurnaan dari sholat Idul Adha adalah mendengarkan sholat. Artinya, kalo habis sholat nggak mendengarkan ceramah, ya nggak sempurna sholatnya. Nah, kami ingin mendapatkan nilai sempurna di mata Allah.


Tipikal orang Melayu, terutama Indonesia, pada saat dengar ceramah cari tiang dan senderan. Kalo mata sudah nggak kuat, bisa tidur dengan bersandar. Ini nggak cuma pas sholat Ied. Perhatikan kalo tiap Jum'at, banyak orang yang berbondong-bondong masuk masjid lebih awal tetapi ingin mencari tempat paling belakang supaya bisa bersandar di tembok. Bukannya maju paling depan, kok malah cari tembok ya? Aneh!
Dalam ceramahnya, Ustadz H. Nazmuddin menjelaskan kembali napak tilas sejarah Nabi Ibrahim A.S. Bahwa acara penyembelihan hewan qurban ini adalah buat mengenang kembali peristiwa yang terjadi pada Nabi Ibrahim. Buat mengetahui tingkat keyakinan dan keimanan Nabi Ibrahim, Allah memberikan wahyu kepadanya agar menyembelih anaknya, yakni Ismail.

Betapa pilu hati Nabi Ibrahim menerima wahyu dari Allah tersebut. Kenapa? Sebab, putra yang sangat disayangi ternyata harus direlakan buat disembelih. Namun kecintaan pada Allah nggak boleh dikalahkan oleh kecintaannya pada anaknya. Apalagi Ismail juga mantab dan ikhlas menerima cobaan, sebagaimana dikatakan lewat firman Allah SWT dalam Surah As-Saffat ayat 102:

Ibrahim berkata: “Hai anakka, sesungguhnya aku melihat mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu”. Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Berkat keteguhan hati Nabi Ibrahim, akhirnya Allah mengutus Malaikat Jibril menggantikan Ismail dengan seekor domba dari surga.Domba itulah yang kelak disembelih dan daging-dagingnya dibagikan kepada para fakir miskin.


Kambing yang matanya buta. Kok kambing cacat bisa diterima oleh pantia qurban di masjid At-Taqwa ya? Bukankah nggak boleh? Selain kambing bermata buta ini, ada domba yang saya temukan kakinya patah.

Dalam ceramah, Ustadz H. Nazmuddin juga mengingatkan lagi, bahwa kalo kita mau berqurban, kesempatannya bisa sampai tiga hari, yakni dari selesai mengerjakan sholat Isul Adha sampai dua berikutnya. Jadi nggak ada kata terlambat buat berqurban dan berqurban itu punya banyak makna, salah satunya semangat berbagi kepada sesama yang kebetulan berasal dari golongan kurang mampu.

Barangsiapa baginya ada kemampuan (lapang rizkinya) akan tetapi dia tidak mau berqurban, maka hendaknya ia mati dalam keadaan menjadi Yahudi atau Nasrani (atau keluar dari Islam).

Kelar sholat, kami melakukan inspeksi ke tempat berkumpulkan hewan qurban. Menurut panitia At-Taqwa, jumlah sapi yang terkumpul di masjid ini adalah 6 ekor sapi dan 60 ekor kambing dan domba. Jumlah segitu jauh dibanding dengan masjid dekat rumah saya yang berhasil mengumpulkan 3 ekor sapi dan 10 ekor kambing. Maklumlah, masjid kecil dan berada di kampung.


Lapangan sepakbola At-Taqwa dilihat dari dalam masjid At-Taqwa. Sebetulnya Nabi Muhammad mensunnahkan sholat Ied di lapangan terbuka. Tetapi karena tanahnya basah dan ada yang becek gara-gara hujan, maka dipergunakan masjid sebagai tempat sholat.
Seperti Anda ketahui, hewan-hewan yang diqurbankan adalah hewan-hewan yang memiliki beberapa kriteria, antara lain sehat secara fisik. Artinya, hewan qurban nggak boleh sakit dan nggak boleh cacat. Makanya, biasanya Pemerintah Kota (Pemkot) dalam hal ini Dinas Kesehatan akan memeriksa kondisi hewan qurban. Namun kayak-kayaknya tahun ini nggak melakukan uji kualitas dari hewan-hewan qurban deh. Prinsipnya, kalo hewan qurban kelihatan sehat wal afiat, ya layak dijadikan hewan qurban. Namun ketika kami melihat ke lokasi di tempat kambing, kami melihat ada seekor kambing yang matanya buta. Kelihatannya nggak masalah, tetapi cacat yang dialami oleh kambing menjadi aspek utama dalam penyerahan hewan qurban. Kok kambing buta bisa lolos panita qurban sih? Harusnya nggak boleh terjadi, nih!

Anyway, kami nggak bisa menyaksikan hewan qurban hasil dari sumbangan kolektif anak kami, karena pemotongan seluruh hewan baru berlangung jam 09:00 wib, sementara waktu yang terlihat di jam tangan saya menunjukkan pukul 07:35 wib. Artinya masih lama waktu buat menyaksikan pemotongan hewan. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk langsung ke rumah orangtua kami dan menikmati opor ayam plus ketupat yang nyummi banget.


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

MAKA TUGAS MANUSIA SUDAH SELESAI

Seringkali kita menggugat eksistensi Tuhan. Bahkan boleh dibilang, penggugat Tuhan ini kuantitasnya relatif banyak. Mereka protes, Tuhan itu bohong. Kalo benar Tuhan ada, kenapa selalu tidak ada di lokasi kejadian ketika Manusia akan atau sendang mengalami musibah? Kalo benar ada, mengapa Tuhan tidak mengangkat derajat orang miskin menjadi orang kaya?

Mereka yang protes akhirnya menjadi atheis. Menjadi tak bertuhan. Mereka yang menggugat eksistensi Tuhan akhirnya menyepelekan perintah-perintah Tuhan. Apa yang ada di kitab suci, bukan sesuatu yang sakral. Bukan sesuatu yang wajib dilaklukan. Apa yang jelas-jelas bisa menjadi pedoman hidup, tidak lagi menjadi acuan, tapi malah diacuhkan.


Pemukiman di bantaran kali Kampung Melayu. Kadang mereka nggak benar-benar miskin, tapi malas buat pindah lagi. Bukan gara-gara nggak punya duit juga, lho! Bencana banjir buat mereka udah kayak rutinitas. Bingung juga, mau dikasihani, tapi mereka nggak mau berubah. "Hoki tinggal di situ," kata salah seorang dari mereka.


“Harusnya Tuhan menurunkan rezeki lebih banyak pada orang miskin, karena orang-orang kaya sudah terlanjur kaya dan banyak yang tak pernah peduli orang miskin.”

“Harusnya mereka yang kaya tak perlu lagi ditambahkan rezeki agar orang-orang miskin bisa merasakan kenikmatan sebagaimana orang kaya menikmati hidup mereka.”

“Orang miskin harusnya punya hak bersekolah ke luar negeri...”

“Orang miskin sebenarnya punya hak memiliki saham dan dolar sebagaimana Pengusaha kaya raya...”

“Orang miskin juga punya hak pacaran dengan Selebriti dan punya mobil Hammer...”


Ibu ini tidur di pelataran trotoar di jalan Thamrin. Gw nggak tahu apakah dia masih bernafas atau enggak. Ironisnya, dia tergeletak persis di depan Starbuck yang ada di bawah Jakarta Teater. Mereka nampak ceria, cekakak-cekikik. Tuhan akan melihat siapa manusia yang melihat ada orang miskin di sekitar kita dan dengan sebagian harta bisa memberikan kelebihannya.

Protes dan gugutan manusia-manusia di atas itu tentu cuma sebagian kecil dari jutaan protes yang ditujukan pada Tuhan. Tuhan jadi dipersalahkan atau ada di posisi pesakitan. Tuhan seolah dibawa ke pojok dan diadili. Apakah dengan begitu Tuhan marah? Apakah dengan begitu Tuhan merasa bersalah? Atau apakah dengan begitu manusia seolah menjadi mahkluk paling benar di seluruh jagat ini?

“NO!”

Manusia memang mahkluk paling sempurna. Manusia nggak bisa dibandingkan sama Tuhan, sebaliknya begitu. Tuhan bukan manusia. Tuhan tidak punya kumis, jenggot, atau berkepala botak. Tuhan tidak tercipta dari tanah, lalu diberi rusuk, diberikan daging, dan ditiupkan ruh. Tuhan is Tuhan. Dia adalah Pencipta manusia. Yang namanya Pencipta, posisinya jauh lebih tinggi daripada mereka yang diciptakan oleh-Nya.

Manusia tak sepantasnya protes pada Tuhan. Tak sepantasnya manusia menggugat eksistensi Tuhan. Harusnya justru manusia berpikir kenapa kondisi di dunia ini tidak seimbang. Mengapa Tuhan menciptakan si miskin dan si kaya? Mengapa ada orang sakit dan orang sehat? Mengapa ada bencana? Serta ketidakseimbangan lain yang terjadi di dunia ini. Manusia harusnya berpikir hal-hal itu.

Sedikitnya ada sebuah alasan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Dan semua jawaban ujung-ujungnya malah mempertanyaan eksistensi manusia: apa tugas manusia di dunia ini?


Tukang kapuk yang sempat ganti kapuk kasur gw. Meski penghasilannya nggak seberapa, dia tetap bersyukur dan menikmati pekerjaannya.

Esensi tugas manusia di dunia ini adalah menolong. Mulai menolong diri sendiri sampai menolong banyak orang yang membutuhkan pertolongan tentunya. Tuhan akan mencatat siapa saja manusia-manusia positif seperti itu. Kalo manusia itu menjalankan tugasnya dengan baik dan benar, Tuhan sudah menyiapkan surga. Sebaliknya Tuhan akan memasukkan manusia ke neraka kalo tugasnya hancur lebur.

Menolong diri sendiri adalah dengan mematuhi perintah Tuhan. Saya tidak akan menjabarkan detail apa itu perintah Tuhan, karena anda adalah manusia dewasa yang sudah tahu itu. Anda bisa membaca dan menulis kan? Tamat Sekolah Dasar kan? Kalo begitu, anda pasti mengerti mana perintah Tuhan yang akan menjerumuskan anda ke wilayah dosa, dan mana yang akan mendapatkan reward pahala.


Harus ada orang miskin dan orang kaya. Harus ada Pedagang miskin dan Pedagang kaya. Pedagang kaya ada yang masih beli jamu gendong, sedang Pedagang jamu gendong beli produk-produk dari Pedagang kaya.

Menolong diri sendiri tidaklah cukup. Kita harus mengaplikasikan ke jalur positif. Inilah yang Tuhan ingin lihat dari manusia. Bahwa Tuhan ingin melihat manusia membantu manusia yang membutuhkan. Kalo manusia itu adalah manusia kaya, maka Tuhan akan menilai apakah si kaya akan menolong si miskin? Kalo manusia itu dari golongan sehat yang memiliki ilmu, maka Tuhan akan melihat apakah si sehat dan pintar ini akan mengabdikan ilmu tersebut untuk mereka yang sedang membutuhkan pengobatan?

Kasus Prita Mulyasari (32) yang sedang happening di media masa, menjelaskan dengan gamblang soal posisi manusia. Ketika manusia memiliki ilmu (baca: dokter), sudah seharusnya informasi yang berguna untuk pasien tidak ditutup-tutupi. Saya tidak melihat kasus ini bagian dari pencemaran baik. Saya setuju dengan tanggapan Ketua YLKI, bahwa yang tahu Rumah Sakit (RS) yang baik dari 100 RS yang ada itu, ya pasiennya. Bagaimana kita tahu sebuah RS itu baik pelayanannya, dokter-dokternya, atau fasilitasnya kalo tidak ada pasien yang mengungkapkan fakta? Kita tidak perlu bicara prosedur kalo prosedur itu cuma basa-basi. Di sinilah Tuhan akan mencatat soal kebaikkan, dalam konteks ini menolong orang lain.


Betapa bahagianya Tukang korek api gas ini ketika gw kasih duit duaribu perak. Padahal gw nggak ngisi korek, cuma mau ngasih aja. Lagipula, duaribu perak itu buat kita-kita nggak ada artinya. Tapi buat Tukang yang udah 30 tahun dagang korek dan sampai kena asam urat seperti sekarang ini, duaribu perak begitu berharga. Maklum, dalam sehari belum tentu dia mendapatkan duit.

Kalo tak ada orang miskin, maka tugas manusia selesai. Manusia kaya tidak lagi bisa menolong orang miskin. Atau Tuhan tidak punya lagi penilaian terhadap manusia kaya dan tentu manusia miskin. Dengan adanya orang kaya, maka Tuhan jadi tahu mana manusia pelit, manusia yang tak pernah beramal, manusia yang tak pernah menulari ilmu positif, dan manusia-manusia lain. Dengan adanya orang miskin, Tuhan jadi tahu, apakah dengan keterbatasan hidup dan rezeki, si miskin masih tetap percaya kalo Tuhan itu ada.


Ini anak gw yang sempat sakit beberapa hari. Kalo inget, gw sedih. Tuhan akan memberikan hati manusia apakah ketika dia sehat si manusia menjaga kesehatan atau membantu si sakit. Sebaliknya apakah si sakit sadar bahwa nggak ada manusia yang bisa menjadi superman alias antisakit.

Kalo tak ada orang sakit, maka tugas manusia sudah selesai. Manusia yang sehat tidak akan pernah menolong orang yang sedang sakit. Manusia sehat akan merasa sombong, merasa dirinya tidak akan pernah sakit, karena selalu berolahraga, hidup sehat, tidur cukup, dan antistes. Sebaliknya, kalo manusia tidak pernah merasakan sakit, maka dia tak akan pernah memiliki sense of sickness.

Tuhan menciptakan ketidakseimbangan agar manusia berpikir. Agar manusia sadar diri dan berkaca manusia lain. Ketidaksimbangan ini seharusnya justru menggairahkan diri manusia untuk berpacu berbuat kebaikan. Kalo ada manusia yang belum sadar dan masih terus protes soal ketuhanan, just forget it! Barangkali mereka belum mengerti tugas manusia di dunia ini. Maklumlah, mereka pasti orang-orang bodoh yang justru perlu kita kasihi.

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

DUA TAHUN SEBELUM KIAMAT

Buku karangan Lawrence E. Joseph berjudul Kiamat 2012: Investigasi Akhir Zaman (Gramedia Pustaka Utama, 2009) memang cukup provokatif. Bayangkan! Buku tersebut dipajang bersama buku-buku bestseller di hampir semua toko buku besar, termasuk Gramedia. Lalu, buku ini diterbitkan bersamaan dengan aneka bencana maupun tragedi yang tak cuma terjadi di Indonesia, tapi di seluruh dunia.

Benarkah Kiamat tinggal dua tahun lagi?

Sebelum menjawab benar atau tidak, lebih baik kita sama-sama ketahui dulu apa yang menyebabkan Joseph berani-beraninya mengatakan Kiamat akan terjadi tahun 2012. Di dalam buku itu, pria yang sehari-hari bekerja sebagai Ketua Dewan Direksi Aerospace Consulting Corporation yang berbasis di New Mexico ini mengambil asumsi dari sebuah penelitian. Bahwa medan magnet yang melindungi bumi dari radiasi berbahaya telah retak di berbagai tempat tanpa diketahui penyebabnya. Retakkan terbesar berada di Brazil dan Afrika Selatan, yang besarnya mencapai 160 ribu kilometer yang dikenal sebagai anomali Atlantik Selatan.

Selain soal keretakan di Brazil dan Afrika Selatan, Joseph juga menyinggung soal Supervulakan Yellowstone yang meletus dahsyat setiap 600 ribu sampai 700 ribu tahun, dimana diperkirakan akan meletus lagi di tahun 2012 nanti. Letusan yang disebut erupsi ini terakhir kali terjadi pada 74 ribu tahun lalu di Danau Toba, Indonesia yang menewaskan lebih dari 90% penduduk dunia. Masya Allah! Bukan cuma 90% penduduk Indonesia lagi, bo! Tapi dunia!

Meski cuma mendapat sebagian penelitian yang dilakukan oleh Joseph tersebut, barangkali Anda menyimpulkan penelitian itu cukup ilmiah dan make sense. Kalo kita simpulkan, semua malapetaka yang selanjutnya berbuah Kiamat sebagaimana dikatakan Joseph itu, disebabkan oleh kehancuran bumi. Kalo ditelusuri lagi, kehancuran bumi disebabkan oleh manusia itu sendiri. Artinya, secara penelitian ilmiah, kita bisa mengukur sesuatu akan terjadi –dalam konteks ini Kiamat- dengan ukuran penelitian secara “kasat mata”, betul nggak?

Anomali Atlantik Selatan dan erupsi yang akan muncul lagi setelah 74 ribu tahun lalu itu merupakan bentuk bencana alam yang secara “kasat mata” sudah terukur, karena sudah melalui metode penelitian ilmiah. Bagaimana yang tidak “kasah mata” alias masih menjadi tafsir secara agama? Apakah kita patut percaya jika kita hubungkan dengan kesimpulan sebagaimana dikatakan Joseph, yakni akan terjadi Kiamat 2012?

Dalam agama Islam, soal Kiamat sudah tertulis dalam Al-Qur’an. Coba buka Al-Qur’an Surah ke-7 Al A’raf ayat 187. Dalam Surah ini berbunyi: “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang kiamat, ‘Kapan terjadi?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia. (Kiamat) itu sangat berat (huru-haranya bagi mahkluk) yang di langit dan bumi, tidak akan datang kepadamu kecuali tiba-tiba. ‘Mereka bertanya kepadamu seakan-akan engkau mengetahuinya. Katalah (Muhammad), ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang (hari Kiamat) ada pada Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Jelas bahwa kiamat itu tidak diketahui oleh siapapun, kecuali Allah. Kiamat pun tidak di-schedule-kan tanggal maupun tahunnya. Kiamat itu akan datang secara tiba-tiba, sebelum manusia sempat bersiap-siap. Saya percaya ini. Kenapa? Kalo Kiamat sudah ditetapkan, maka manusia baru akan siap-siap. Misalnya benar Kiamat tahun 2012, maka pada tahun baru 2012, manusia yang sebelumnya berbuat maksiat, mencoba sadar atau bertobat. Nggak masalah sih, itu malah bagus. Asal tobatnya benar-benar tobat setobat-tobatnya. Tapi kalo cuma gara-gara sudah tahu bakal Kiamat, tobat manusia-manusia maksiat ini jadi nggak ikhlas. Berharap begitu Kiamat, masuk surga. Wah, Allah pasti nggak mungkin bisa dikadalin oleh manusia.

Padahal seharusnya tanpa perlu memikirkan Kiamat di tahun 2012, seharusnya mulai sekarang sudah mulai mempersiapkan diri. Sholat lima waktu. Puasa di bulan Ramadhan. Pokoknya melakukan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, deh! Tentu saja sesuai akidah yang sudah digariskan dalam Al-Qur'an dan hadist-hadist, bukan berdasarkan kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh sekte-sekte yang menyesatkan kita.

Kejadian-kejadian di sekeliling kita sesungguhnya buat mengingatkan kita, bahwa Kiamat pasti ada. Bahkan di Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda Kiamat, yakni (1) muncul gempa bumi yang dahsyat (baca Surah ke-22 Al Hajj ayat 1-4: “Wahai manusia! Takutlah kepada Tuhanmu! Sesungguhnya goncangan hari Kiamat itu suatu peristiwa besar. Pada hari itu ibu yang menyusui lupa akan anak yang disusukannya. Dan tiap perempuan yang hamil keguguran. Dan kamu lihat manusia mabuk, tetapi mereka bukan mabuk, tetapi azab Allah sangat kerasnya. Dan sebagian manusia membantah sifat-sifat Allah dengan mengatakan Allah mempunyai anak dan sebagainya, diucapkan demikian tanpa ada dasar ilmu pengetahuan. Dan dia mengikuti setiap syaitan yang selalu durhaka. Sudah satu kepastian bahwa siapa yang mengikuti syaitan, maka syaitan itu akan menyesatkannya dan membawanya kepada api neraka.”); (2) tidak ada orang yang dapat menolong orang lain (baca Surah ke-82 Al-Infitar ayat 19: “Pada hari ketika seorang sama sekali tidak berdaya untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.”); (3) terjadi gerhana di Barat, Timur, dan Mekkah; (4) matahari terbit di Barat; (5) last but not least, datang Dajjal.

Pertanyaannya sekarang: apakah tanda-tanda Kiamat itu sudah ada semua kalo kita kaitkan dengan peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi? Tsunami di Aceh misalnya, atau gempa di Yogyakarta dan Padang...

Dear my friends, saran saya, better kita sudah mempersiapkan diri dari sekarang sebelum segala sesuatu terlambat. Jangan sampai ketika gempa datang, dan kiamat benar-benar terjadi di tahun 2012, Anda sedang berada di sebuah hotel, dimana sedang asyik berselingkuh atau asyik di sebuah kamar pijat dengan seorang wanita cantik. Begitu tembok roboh, Anda ditemukan oleh tim pencari korban dalam keadaan bugil bertumpuk dengan teman selingkuhan Anda, taruhlah dengan Miyabi yang Anda semua sukai itu. Naudzubillah min dzaliq!

Friday, September 4, 2015

SEHARUSNYA KITA JAUH LEBIH BERSYUKUR

Selama ini istilah "anak kolong" itu identik dengan anak tentara. Nggak semua "anak kolong" anak tentara. Ada anak kolong yang benar-benar anak yang hidup sehari-hari di kolong, lebih tepatnya di kolong jembatan. Mereka nggak cuma makan dan tidur, tetapi belajar, berak, ngobrol, dan bermain juga dilakukan di kolong jembatan.

Kalo Anda mau lihat, di Jakarta ini banyak anak-anak yang hidup di kolong, karena orangtua mereka memang nggak punya rumah. Boro-boro beli bahan baku buat bangun rumah, buat beli tanah aja nggak mampu.




Mereka memang serba salah. Tapi kalo mau jujur ya seharusnya mereka juga sadar, hidup di kota besar kayak Jakarta ini kudu tahan banting. Kalo nggak menggusur, ya kegusur. Mereka yang nggak punya duit, udah pasti kegusur. Bagi yang nggak punya duit, kudu cukup sadar diri dan tinggal di kolong-kolong jembatan kayak anak-anak yang saya temui beberapa hari lalu.

Saya bersyukur bisa punya teman baru lagi, yakni anak-anak kolong jembatan, tepatnya di jembatan layang Kampung Melayu. Mereka adalah another anak kolong yang ternyata nggak semuanya badung dan kriminal. Ini setelah saya ngobrol dari hati ke hati dengan mereka. Dari cara bicara dan tingkah laku pun bisa terlihat, kok. Bahkan luar biasanya, satu dari anak-anak kolong ini selalu juara kelas, mengalahkan anak orang mampu.



Tampak dalam (foto atas) dan tampak luar (foto bawah). Sebelum ditutup, di kolong jembatan ini ada pasar yang sudah ada beberapa tahun. Pasar ini gusuran dari samping Kelurahan Pasar Bukit Duri, Manggarai. Setelah ditutup, pasar tetap ada tetapi nggak dikolong, melainkan di pinggir jalan raya Casablanca. Sementara beberapa keluarga tetap tinggal di kolong dengan kondisi gelap gulita. Itu kondisi pada siang hari (foto atas), bagaimana malam hari ya? Sudah pasti tidur sama tikus dan ular.
Meski dengan keterbatasan fasilitas, anak-anak ini tetap ceria. Dengan baju kumal, wajah kusam, masih ada tawa di antara mereka. Padahal mereka nggak tahu kalo ada banyak anak kecil seusia mereka sudah mendapatkan Blackbarry dari orangtua, dimana harga Blackbarry mereka sama dengan setengah tahun pendapatan orangtua anak-anak kolong ini. Padahal anak-anak kolong ini pun nggak pernah tahu kalo ada anak-anak yang saat ini sedang menikmati liburan di sebuah kapal pesiar dan keliling Eropa. Sementara anak-anak kolong ini cukup menikmati sebuah ayunan yang terbuat dari karet ban bekas yang digantung di batang pohon atau petak umpet.



Bolongangan itu bukan jendela (foto atas), tetapi tembok yang dibolongin buat udara dan sinar masuk. Padahal udara yang masuk itu berasal dari sungai kotor Kampung Melayu dan asap kendaraan yang berasal dari terminal. Meski begitu, ada tanah sedikit buat anak-anak main ayunan.
Kalo kita berada di situ, pasti rasa syukur kita pada apa yang kita miliki sekarang ini muncul. Kita nggak terlalu ngotot mengejar harta atau tahta dengan cara salah. Kita pasti akan melakukan cara yang biasa, namun tetap yakin Allah akan melihat aktivitas kita dan memberi yang terbaik. Sayang, kita nggak terlalu nafsu buat berkunjung ke orang-orang kayak begini. Coba kalo Anda turun ke kolong jembatan dan melihat bagaimana mereka hidup, seharusnya kita bisa jauh lebih bersyukur dan akan ucap: Alhamdulillah ya Allah!


all photos copyright by Brillianto K. Jaya