Monday, October 12, 2015

ABUBAKAR: MEMBANGUN MAJALENGKA VIA STEAK

Bagi penikmat steak di Jakarta, pasti kenal dengan Abuba Steik +Abuba Abubastek . Meski outlet steik luar negeri bertebaran dimana-mana, Abuba Steik tetap ramai dikunjungi pelanggan. Kalo dihitung, usia restoran ini sudah hampir 24 tahun. Gerai pertama dibuka di bilangan Cipete, Jakarta Selatan. Kini, Abuba Steik sudah memiliki lebih dari tujuh gerai.  

Di balik kesuksesan Abuba Steik adalah sosok bernama Abubakar. Abuba sendiri kependekan dari nama sang pemilik. Pria kelahiran Cirebon ini tak pernah tamat SD. Setelah ayahnya menderita sakit dan meninggal, ia putus sekolah di kelas V SD. Desakan ekonomi yang membuat dirinya harus merantau ke Jakarta pada usia 13 tahun.

Di Jakarta ia mengawali pekerjaan sebagai kuli batu dan buruh. Ia lakoni demi menghidupi ibu dan kelima saudaranya. Di usia 17 tahun, Abu -begitu panggilannya- mendapat tawaran bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah restoran di Kemang, Jakarta Selatan. Dari restoran inilah impiannya membangun bisnis kuliner.

Beberapa bulan setelah menjadi tukang cuci piring, ia dipercaya bertugas di bagian goreng-menggoreng. Sayang, pekerjaan itu hanya bertahan beberapa bulan. Sebab, ia menjadi salah seorang korban PHK. Namun Abu tak patah semangat. Bekal pengalaman di dapur, memuluskan dirinya bekerja di beberapa restoran dan hotel antara 1970 sampai 1985.

Pada 1987, Abu bekerja sebagai juru masak di perusahaan pengeboran minyak lepas pantai di sekitar Pulau Natuna. Di lokasi inilah ia bertemu dengan chef asal Texas, Amerika Serikat. Dari chef ini, ia belajar mengolah burger dan steik.

Setelah kontrak di perusahaan pengeboran minyak selesai, Abu nekat membuka warung tenda yang menjual steik di jalan Kemang Raya. Saat itu, modal hanya Rp 3 juta. Selain dari tabungan sendiri, ia juga harus meminjam untuk menutup kebutuhan modal itu. Oleh karena Abu dekat dengan komunitas ekspatriat, maka tak heran Abuba Steak ramai pengunjung hanya dalam beberapa bulan. 

Setelah sempat pindah ke Gang Langgar, Jalan Kemang I, pada 1994, Abuba Steak pindah ke Jalan Cipete Raya. Di lokasi yang baru ini, Abuba Steik mulai populer.

Meski tak sempat lulus SD, Abu tetap menyekolahkan anak tunggalnya, yakni Ali Ariansyah, ke perguruan tinggi. Bahkan tak tanggung-tanggung, yakni ke sekolah perhotelan di Swiss. Kini, pengelolaan Abuba Steik dikendalikan oleh Ali. Dari satu gerai, Abuba Steik terus mendirikan gerai lain, sampai kini sudah tujuh gerai.  

Sosok Abusangat terkenal di desa Padahanten, kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Setidaknya hal ini saya ketahui ketika berkunjung ke desa tersebut. Padahal, Abubabakr bukanlah pria kelahiran desa Padahanten. Ia adalah pendatang.


Saat di +Majalengka, saya berkesempatan jum'atan di masjid megah yang dibangun di desanya. Saya juga sempat melihat rumah sang pengusaha steak ini yang tepat berada di seberang masjid. Baik masjid dan rumah didominasi warna hijau. Warna yang juga dipakai di logo bisnis steiknya.

PERKARA MEMILIH COVER BUKU "BERGURU NEWSANCHOR PADA NAJWA SHIHAB"


Sebelum buku saya Berguru News Anchor pada Najwa Shihab diterbitkan oleh Penerbit Republika, tim lay out buku sempat "membocorkan" design cover buku dengan warna berbeda. Ada warna putih dan warna merah seperti yang Anda lihat di bawah ini.



Saat ditanya oleh penerbit, saya memilih yang warna merah. Alasan saya, merah lebih eye catching. Begitu terpampang di toko buku, maka warna merah akan "memancarkan aura", sehingga mereka yang melihat segera tertarik. Mungkin tertarik untuk melihat dulu, dan kemudian membelinya. Namun, akhirnya Penerbit Republika memilih warna putih.

Suatu hari, iseng-iseng saya membuat polling pada teman-teman saya di Facebook. Tujuan polling cuma mau melihat mana warna yang mereka lebih suka. Memang, polling ini nggak mempengaruhi Penerbit Republika untuk merubah warna putih. Namun, setidaknya saya tahu pilihan teman-teman saya terhadap buku saya.

Inilah hasil polling saya...






Dari 17 teman saya yang memberikan respon, 7 (tujuh) teman memilih putih, sementara 10 (sepuluh) teman memilih warna merah. Bagaimana pilihan Anda, pembaca tulisan di blog saya ini? Apakah Anda memilih warna putih seperti Penerbit Republika atau merah?

+Republika Online  +buku kopi +wideshot metrotv +Riset Metro +metrotvnews



Wednesday, October 7, 2015

PARADIGMA SOAL SMK

Dahulu kala, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) cuma dianggap "sekolah buangan". Banyak orangtua yang ogah meminta anak mereka sekolah di SMK. Mereka "gatel-gatel" mendengar SMK. Yang ada di pikiran mereka, kelar anak-anak sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP), ya masuknya ke Sekolah Menengah Atas (SMA).

Bukan cuma dianggap "sekolah buangan", SMK juga dianggap sebagai "sekolah anak miskin". Maksudnya, di sekolah ini tempat berkumpul anak-anak yang orangtua mereka nggak punya duit untuk membiayai ke perguruan tinggi. Agar supaya tidak membebankan orangtua, "anak-anak miskin" ini diminta bersekolah di SMK agar kelak cepat dapat kerja.

Paradigma di atas itu sungguh jadul. Setidaknya setelah kami menyekolahkan putri kami ke SMK. Awalnya kami cemas, gusar, dan mungkin "gatal-gatal" sebagaimana Anda begitu anak kami meminta bersekolah ke SMK.

"Kenapa SMK, Nak? Memang nggak ada SMA yang kamu ingin masuki? Mau jadi apa nanti setelah SMK? Nanti lulus SMK kan nggak bisa kuliah? blablabla..."

Jutaan pertanyaan yang mengawali kecemasan kami. Sungguh, kami bodoh waktu itu. Kami tidak melihat potensi putri kami. Pun tidak mengerti, bahwa orangtua cuma bertugas mengarahkan agar si anak kelak nggak salah jurusan. Kadang, sekolah yang dimasuki si anak adalah sekolah keinginan orangtua, bukan keinginan si anak. Jadi, ada ambisi orangtua memasukkan anak ke sekolah itu. Walhasil, si anak "gerah". Potensi yang dimiliki si anak justru nggak berkembang dengan baik, dan selanjutnya bisa ditebak masa depan mereka.

Sejak masih SMP, kami meminta putri kami memilih sekolah. Tentu, hal tersebut setelah kami melihat potensi yang ada pada dirinya. Menurut kami, potensi dirinya harus diasah, dipoles, dan insya Allah bisa menjadi cemerlang kalo tidak salah pendidikan.

Kami membuka wawasannya untuk mengenalkan apa itu SMK. Kami tidak ingin putri kami langsung diarahkan ke SMA, tetapi diberikan pilihan SMK. Sekali lagi, wawasan ini setelah kami tahu potensi putri kami. Serangkaian pertanyaan, pasti terjadi. Putri kami pasti akan tanya: bagaimana kuliah setelah lulus SMK, dan lain sebagainya. Tentu kami sudah siap dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Walhasil, begitu lulus SMP, putri kami yakin dengan pilihannya untuk bersekolah di SMK.

Alhamdulillah, potensi putri kami bener-benar terasah. Kami bersyukur wawasan dan berbagai pengertian yang telah kami infokan ke putri kami bermanfaat. SMK menjadikan dirinya tumbuh kreatif dan siap bertarung dengan lulusan SMA. Yang makin membanggakan, ia telah beberapa kali mewakili sekolah untuk ikut lomba.

Nah, bapak-bapak dan ibu-ibu yang terhormat, semoga kisah kami ini membuka wawasan Anda. SMK sekarang bukan SMK seperti dahulu kala. Begitu tahu anak-anak Anda punya potensi praktis dan aplikatif, saya sarankan untuk memasukkan ke SMK. Percayalah, potensi anak-anak Anda akan terasah dan akhirnya menjadi cemerlang. Tenang saja, kelar SMK, anak-anak Anda bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Hebatnya, potensi cemerlang yang sudah diasah di SMK, makin bersinar ketika anak-anak Anda berada di bangku kuliah.

cc +SMK Teknas +Smk Al-Furqan +SMK BPPI +DIKNAS KUKAR +DIKNAS Channel

Buku "Teroris Visual": Karena Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga



Peradaban sudah kian modern, bro. Ubahlah pola pikirmu atau terpaksa tertinggal. Bawa-bawa isu gender adalah senjata kuno yang sudah waktunya masuk museum..”

Kalimat tersebut menjadi penutup dari Bab II berjudul Wanita Berdaya dan Mulia di komik Teroris Visual. Kalimat tersebut diletakkan dalam sebuah visual yang terang benderang melecehkan orang Islam yang mencoba menjadi muslim yang kaffah. Karakter “orang modern” digambarkan oleh kartunis dengan pakaian rapi, berdasi, dan berambut rapi. Sementara karakter “orang (baca: muslim) kuno” digambarkan memakai peci dan berjanggut.

Bagi muslim, makna kaffah artinya masuk ke dalam segala syariat dan hukum Islam secara keseluruhan, bukan berislam sebagian dan mengambil selain syariat Islam untuk sebagian lainnya.Kalo masuk Islam cuma setengah-setengah, ini jalan yang dilakukan oleh kaum Jaringan Islam Liberal (JIL).Allah swt berfirman dalam al-Qur'an:

Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kepada Islam secara menyeluruh. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (Qs al-Baqarah [2]: 208).



Adalah komikus Aji Prasetyo yang mencoba menggiring pembaca bukunya untuk mempertanyakan mengenai peran perempuan dalam Islam. Ia mempertanyakan sikap suami yang tidak "memberdayakan" dan "memuliakan" perempuan. Menurut sang komikus, wanita yang tidak diizinkan bekerja oleh sang suami di luar rumah dianggap "tidak diberdayakan". Perempuan (komikus lebih suka menggunakan kata 'wanita') dianggap sekadar korban. Korban dari kejahatan seksual, sampai politik.

Dalam sebuah gambar masih di Bab Wanita Berdaya dan Mulia, Aji memperlihatkan seorang pria muslim menggunakan topi, pakaian muslim, (lagi-lagi) berjanggut, merasa terganggu dengan kehadiran perempuan berhijab. Sang pria berteriak, "Jangan buka aurat!". Entahlah, sang komikus tahu atau mengerti atau tidak, bahwa sang perempuan berhijab tersebut sudah menutup aurat. Di gambar ini pembaca bisa melihat kapasitas keislaman sang komikus.

Agar pembaca merasa Aji punya kapasitas keislaman yang "mumpuni", di Bab berjudul Wanita Berdaya dan Mulia ini ditampilkan hadist-hadist. Lucunya, hadist tersebut tidak mendukung ilustrasi, tetapi justru dipertanyakan oleh sang komikus. Di sinilah saya merasa Aji berusaha menggugat hadist dan perintah Allah swt yang sebetulnya wajib dijalankan muslim yang kaffah. Contoh mempertanyakan firman Allah swt dan hadist terdapat di ilustrasi seorang Kiai atau Ustadz yang sedang menjelaskan firman Allah swt di surat An-Nisa ayat 34 dan hadist H.R. Bukhari: "Tidak akan bahagia suatu kaum yang mengangkat seorang pemimpin mereka seorang perempuan".

Dan Aji pun menggugat muslim dengan memberikan kesimpulan, bahwa muslim yang kaffah selalu berpegang pada teks agama untuk memposisikan perempuan sebagai yang pasif. Sungguh liberal pemikiran komikus ini.



Pemikiran liberal Aji ini sungguh menyakitkan para muslimah. Istri saya, salah satunya. Beliau merasa mulia dengan berhenti bekerja dari perusahaan asing untuk menjadi seorang ibu bagi anak-anak kami dan full time wife. Dengan gelar sarjana yang disandangnya, istri saya merasa berdaya mendidik anak-anak kami yang akan kami persiapkan sebagai pemimpin masa depan yang memiliki ahklak mulia. Ia sangat merasa mulia dan berdaya ketika berhasil bekerjasama dengan saya mengelola keluarga.

Para pria yang tidak mengizinkan istri untuk bekerja, dianggap jadi "tidak modern". Sementara pria-pria yang membiarkan perempuan mencari nafkah, disebut sebagai "modern". Ukuran modern bagi seorang Aji seperti cuma "perempuan boleh bekerja di luar rumah", "perempuan diizinkan jadi pemimpin", maupun "perempuan tak harus menggunakan hijab". Lalu, suami, Ustadz, maupun Kiai yang berpegang pada al-Qur'an (yang menurut Aji 'berpegang pada teks agama') dianggap memposisikan perempuan sebagai pihak yang pasif. Bagi saya, kesimpulan tersebut terlalu picik.

Sebetulnya buku Teroris Visual terbitan Cendana Art Media pada Mei 2015 ini menarik. Banyak kisah yang seru. Namun, gara-gara membaca satu Bab, yakni Bab Wanita Berdaya dan Mulia, saya jadi tidak nafsu lagi dengan komik ini. Ibarat pepatah: "Karena nila setitik, rusak susu sebelanga". Pembaca jadi bisa terhiptonis atau tergiring ke pola pikir sang komikus yang mengaku diri sebagai "teroris visual". Pengakuan "teroris visual" akhirnya jadi nyata. Melalui ilustrasi dan teks, Aji jadi berusaha menteror para pembaca untuk berpikir liberal. 

Nyatanya, bukan cuma saya yang geram dengan kelakuan Aji. Seorang Larasshita pun menuduh sang komikus telah menistakan Islam gara-gara hasil karyanya diunggah di indoprogress berjudul Berantas Pelacuran pada 11 Agustus 2014 (silahkan mampir ke link: http://indoprogress.com/2014/08/berantas-pelacuran/). Di komik ini, sang komikus meneror pembaca dengan pola pikirnya mengenai nikah siri, kawin kontrak, poligami, feminisme, maupun prostitusi.

Larasshita adalah seorang ibu muda yang berhenti dari kerja mapan demi mendampingi suami dan mendidik anak-anak. Kegeramannya ditulis di Kompasiana: http://www.kompasiana.com/larasshita/surat-terbuka-untuk-komikus-aji-prasetyo-jangan-nistakan-agama-saya_54f67911a3331198158b4d6e. Menurut perempuan ini, pengetahuan keislaman Aji sangat kurang. Ia fasih beropini melalui gambar, tetapi tidak mengerti mengenai hal-hal yang dikritik.

Kawin kontrak, misalnya. Islam tidak mengenal kawin kontrak (nikah mut'ah), karena hukumnya haram. Yang melakukan (baca: menghalalkan) kawin kontrak hanya Syiah. Dalam satu permasalahan ini saja Aji tidak mengerti. Begitu pula soal prostitusi. Sang komikus coba menjustifikasi, bahwa prostitusi sama tuanya dengan peradabaan itu sendiri. Atau dengan kata lain, prostitusi no problem. Padahal, tulis Larasshita, prostitusi tidak dibenarkan oleh agama apapun di Indonesia. Bukan hanya Islam.

"Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Kong Huchu maupun Baha'i tidak membenarkannya bapak. Jadi jangan angkat sentimen sosial dengan sentimen beragama. Bahkan di Amerika yang katanya negara liberal dan sekuler sekalipun itu, prostistusi tetap termasuk tindak kriminal.."

 








Tuesday, October 6, 2015

Buku “Danke, Deutschland!”: Kisah Muslimah Indonesia di Jerman



Memang tak semua orang Jerman pernah keluar negeri dan memiliki wawasan luas. Banyak juga orang Jerman yang berwawasan sempit, sama seperti orang Indonesia. Beberapa orang Jerman pun ada yang suka merendahkan orang asing. Banyak orang Jerman yang mengira bahwa semua orang  yang berjilbab itu dumm alias bodoh. Padahal hasil penelitian mereka sendiri, menyimpulkan bahwa di balik jilbab para muslim ada otak yang cerdas! Bahkan mereka yang berjilnan itu lebih intelek, lebih memiliki motivasi, percaya diri, dan rajin. Kesimpulan mereka yang lainnya adalah bahwa Muslim yang religius itu lebih bertoleran.

Itulah curhatan Tieneke Ayuningrum saat membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) di Jerman. Curhatan tersebut menjadi salah satu kisah menarik buku karyanya berjudul Danke, Deutschland!. Buku ini merupakan kumpulan catatan perempuan kelahiran Jakarta 41 tahun lalu selama tinggal di Jerman.

Selepas kuliah program Bachelor pada 1998, Tieneke hijrah ke Jerman untuk menemani suaminya (Sri Nugroho) yang sedang menempuh studi Master di kota Karlsruhe. Di Karlsruhe, ia juga mengambil program paskasarjana S2 bidang Sensor System Technology di Hochschule Karlsruhe.




Kisah Tieneke mengambil SIM merupakan satu dari sejumlah kisah menarik selama dirinya di Jerman. Ada beberapa kisah menarik lain yang bisa pembaca nikmati, mulai dari belajar lalu lintas di kepolisian Wiesbaden, merasakan naik kereta ke Frankfurt, sampai kisah mengenai pengalaman bergabung di +Dharmawanita Pengayoman  di Dharma Wanita Persatuan (DWP) KJRI FFM.

Namun, mayoritas kisah di buku Danke, Deuschland! yang diterbitkan oleh Salsabila pada Mei 2015 ini adalah mengenai suka duka Tieneke sebagai muslimah. Seperti yang diceritakannya di cerita SIM Jerman, bahwa banyak orang Jerman sangat merendahkan muslimah, khususnya yang berjilbab, terlebih lagi kaum pendatang.

Sebagai pendatang sekaligus Muslim, wajar jika mereka sudah memiliki kesan negatif tentang Muslim sebelumnya (Vorunteil). Namun saat mereka mengenal kami lebih lanjut, kebanyakan dari mereka sadar akan pandangan mereka yang salah selama ini. Mereka juga baru mengetahui tentang propaganda anti Islam yang dibombardir oleh media-media selama ini. Di sinilah letak tantangan bagi kaum pendatang Muslim...

Untuk memperlihatkan citra Islam yang ramah dan muslimah “punya otak”, Tieneke mencoba aktif mengikuti acara dialog antara Muslim dan Kristen. Acara yang dilakukan tiap pekan ini atas kerjasama salah satu masjid dan gereja setempat. Kisah tersebut terjadi pada 2004, saat keluarganya pindah dari kota Mudau ke kota Mainz-Kastel.

Buku ini menarik untuk dibaca, terutama bagi muslimah yang punya rencana untuk menjadi pendatang di Jerman. Di balik kisah-kisah Tieneke, terdapat sejumlah tip muslim, khususnya muslimah, di negara bermayoritas non-muslim. Namun, sebetulnya kaum muslim tak perlu lagi galau untuk menjadi pendatang di Jerman. Kenapa? Sebab, Jerman saat ini ramah terhadap muslim. Terbukti, per 2015 ini Jerman memiliki populasi Muslim terbesar kedua di Eropa, setelah Perancis. Populasi Muslim berkisar antara 3,8 sampai 4,3 juta atau 5 persen dari total penduduk Jerman yang saat ini 82 juta jiwa. Di Jerman, Islam adalah agama terbesar ketiga setelah Protestan dan Kristen Katolik. Hebatnya, negara ini menyambut 100 ribu warga Suriah yang menjadi pengungsi.