Ternyata niat orang buat datang ke lokasi bencana Situ Gintung, Cireundeu, Tangerang Selatan, macam-macam. Ada yang niatnya buat menyumbang, entah itu menyumbang tenaga buat membantu mencari korban tewas atau hilang, atau menyumbang uang, pakaian, dan makanan. Ada yang menyumbang doa. Ada pula yang menyumbang lagu. Eh, ini bohong, ding! Yang benar ada anggota keluarga yang datang buat mencari keluarga yang masih hilang entah kemana. Banyak pula yang niat datang jauh-jauh buat jalan-jalan ke lokasi bencana.
Hah?! jalan-jalan?! Sumpe loe, cin?!
"Ya, gitu deh! Maklum orang Indonesia. Biasa kalo ada bencana, malah sibuk nontonin..."
Tapi sebenarnya sih nggak ada yang salah juga dengan niat mereka, termasuk mereka yang cuma datang buat lihat-lihat. Itu hak mereka, kok. Ya nggak? Nggak ada peraturan Pemerintah yang melarang kedatangan mereka ke lokasi bencana. Kalo kita positif thinking, jangan-jangan mereka itu datang buat melatih kepekaan sosial. Berharap dengan datang ke situ, mereka malah tambah peduli dengan sesama, atau bisa mengantisipasi diri kalo ada bencana datang. Buat orangtua yang mengajak anak-anak mereka, juga mungkin ingin menanamkan rasa sosial pada anak. Bahwa nggak ada yang bisa mengalahkan keperkasaan Tuhan. Mau rumah orang kaya, kalo Tuhan berkehendak, tembok rumah yang tebal pun akan rubuh.
Nggak peduli jalanan becek dan berlumpur, orang-orang ini berdatangan silih berganti. Sambil menenteng sandal, yang penting bisa lihat secara langsung TKP.
Pemandangan Ibu atau Bapak menggendong anak di lokasi, udah bukan hal luar biasa. Anak-anak ikut dilibatkan ke TKP. Berharap sense of crisis atau sense of humanity terbangun. Jangan sampai kayak Caleg-Caleg atau Capres-Capres yang pas kampanye aja carmuk alias cari muka, eh begitu terpilih nggak punya sense of crisis, lupa!
By the way busway, lucu juga sih melihat jibunan orang yang kepentingannya cuma lihat-lihat. Kayak-kayaknya, mereka memposisikan lokasi bencana di Situ Gintung bak objek wisata, dimana mereka bisa melihat tembok rumah gedong rubuh, ada mobil jip nyangsang di kawat listrik, kotak telepon umum hancur lebur, dan masih banyak lagi pemandangan yang mereka anggap sebagai objek wisata.
Banyak orangtua yang datang bersama anak mereka. Sambil digendong, anak-anak yang punya orangtua ini dijelaskan nggak cuma soal ikwal terjadinya bencana. Tapi anak-anak juga diajak mengingat sejarah Situ Gitung ini.
Mau rumah gedong, kek! Mau jalanan beraspal, kek! Tetap aja nggak bisa mengalahkan pasukan air made in Situ Gintung. Semua hancur lebur.
Percaya nggak percaya, mobil jip yang nyangkut di kabel listrik di atas kuburan ini, datangnya dari rumah yang jauh dari TKP. Lihat pula ada kambing. Itu bukan patung, tapi kambing hidup yang tewas dan jadi bangkai dalam kondisi mulut nyengir.
“Situ Gintung ini udah dibangun sejak zaman Belanda, Nak,” kata salah seorang Bapak. “Kira-kira tahun 30-an, deh. Tujuannya buat menyediakan kebutuhan air di wilayah sekitar sini, yakni di Kelurahan Cireundeu, kecamatan Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten.”
Lanjut Bapak tua itu, lokasi Situ Gintung berada di RW 11 Kampung Gunung, Cireundeu. Hebatnya, Kampung yang didiami oleh 2.600 warga atau 700 keluarga ini, nggak terkena pasukan air sedikit pun. Soalnya, Kampung Gunung lokasinya lebih tinggi dari Kampung Poncol dan Kampung Gintung. Sekitar 300-an rumah di dua kampung itu rusak berat. Kalo kita lihat, kejadiannya mirip kayak tsunami di Aceh. Selain dua kampung itu, dua perumahan yang berada di tepi Kali Pesanggrahan juga kena musibah, yakni Perumahan Cirendeu Permai dan Perumahan Bukitt Pratama.
Kalo ditelusuri lebih jauh, ternyata bukan cuma para orang tua dan anak-anak yang datang, beberapa anak muda pun ada di lokasi objek wisata, ups maaf lokasi bencana Situ Gintung ini. Kayak-kayaknya mereka itu masih pacaran. Soalnya mesra banget. Beda kan kalo udah married biasanya nggak semesra pas pacaran. Nah, sambil berpegangan tangan, mereka itu melihat rumah roboh, pohon roboh, jalan aspal terbelah dua, dan pagar ambrol. Kalo ada objek yang menarik, mereka langsung mengambil handphonenya dan foto-foto. Bener-benar mirip suasana di sebuah objek wisata.
Namun, sejumlah Aparat dan Regu Penolong akhirnya menginstruksikan kepada sejumlah warga, agar nggak usah jalan-jalan ke lokasi bencana lagi. Kenapa? Ini akan menyulitkan pencarian orang-orang hilang di sekitar situ, karena terlalu banyak orang. Kalo kebetulan ada orang yang memang niatnya menyumbang atau mengetahui status keluarga, nggak perlu datang ke lokasi. Panitia udah menyediakan posko. Kalo minta info eksistensi keluarga, bisa melihat daftarnya di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan. Kalo niat mau nyumbang, sumbangan bisa diberikan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Achmad Dahlan atau posko Universitas Muhammadyah Jakarta (UMJ). So, for a while objek wisata Situ Gintung ditutup dulu ya, cin!
all photos and video copyright by Brillianto K. Jaya
test...test
ReplyDelete