Terus terang gw termasuk orang yang takut sama flu babi. Sebenarnya bukan cuma flu yang gw takutin. Babinya pun gw takut cong! Selain faktor kanajisan, mukenya babi nggak ada cakep-cakepnya. Udah hidungnya pesek, perutnya gendut, baunya naudzubilah minzalik.
"Tapi babi itu cute, lho!"
Yang mengatakan babi itu cute biasanya suka makan babi, atau wajahnya kayak babi, hidung pesek, at least kulitnya hitam keling atau putih langsat, atau hati si manusia itu kayak babi. Memangnya manusia berhati babi kayak apa?
Lihatlah aktivitas babi ngepet. Babi ngepet adalah manusia yang menjadi babi. Waktu operasionalnya malam hari. Di malam, ketika manusia babi ini beroperasi, ada lilin yang harus menyala dan ada yang menjaga. Lilin nggak boleh mati. Kalo lilin mati, konon manusia babi mati juga.
Manusia nggak akan mau jadi babi ngepet kalo bukan karena rakus. Ingin memiliki harta, duit yang melimpah dengan cara ekspres, instan, tapi penuh resiko. Kata dosa udah nggak ada lagi dalam kamus babi ngepet. Nah, itulah manusia berhati babi. Rakus, tamak, iri, dengki, dan ingin menang sendiri.
Minggu pagi yang cerah ceria ini gw pake masker. Bukan dalam rangka menghindari flu babi yang orang-orang sekarang lagi pada ngeributin. Dengan masker, gw menjelajah ke Poncol. Tahu kan Poncol? Poncol adalah sebuah daerah yang terkenal sebagai lokasi perdagangan barang-barang bekas.
Poncol itu adalah pasar kaki lima yang diaplikasikan dalam bentuk kios-kios. Letaknya di sisi rel stasiun kereta api Senen. Lebih tepatnya di jalan Bungur, Jakarta Pusat. Pasar ini udah ada sejak tahun 1969. Karena umurnya udah lebih tua dari gw, pasar ini begitu melegenda.
Harga barang di pasar ini jauh lebih murah dibandingkan barang yang dijual di supermarket atau mal. Maklumlah, namanya juga pasar barang bekas. Eh, tapi ada juga barang baru dengan harga miring alias murmer: murah meriah. Meski dengan harga murah, tapi kualitas nggak kalah dengan yang ada di toko sebelah. Perbedaan harga bisa mencapai dua kali lipat. Misalnya celana jins. Di Poncol harga satu celana jins Rp 45 ribu. Kalo di Mal, harganya bisa mencapai Rp 100 ribu-Rp 200 ribu. Ini pun tergantung jinsnya, jin iprit atau jin tomang.
Nggak cuma pakaian, di pasar Poncol kita bisa menemukan barang-barang bekas. Ada sepatu bekas, tas bekas, koran bekas, majalah bekas, baju bekas, dan bekas-bekas yang lain, termasuk kaset bekas. Yang nggak ada di Poncol cuma satu: istri bekas. Ya, kasihan lah, masa istri diperjual belikan jadi barang bekas. Good or bad, istri ya tetap istri, yang melahirkan anak kita, ya nggak?
Ternyata di Poncol nggak ada flu babi, cong! Jadi buat apa dong gw pake masker segala ke Poncol? Kata orang, kalo mau mengendarai sepeda di jalan raya, selain pake helm, kudu pake masker. Soalnya udara di jalan udah berpolusi. Jangan sampe niat kita berolahraga, eh jadinya malah bronsitis. Salah sendiri, nggak pake masker sih!
all videos copyright by Brillianto K. Jaya
No comments:
Post a Comment