Thursday, May 28, 2009

KAMI SIAP DIGUSUR PEMDA KAPAN SAJA...

Mungkin judul tersebut agak sedikit menantang. Namun itulah pernyataan yang diungkapkan jujur oleh Pak Asmana, Pemilik keramba air tawar di daerah Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Buat beliau, kapan pun pihak Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bogor menggusur alias membongkar keramba-keramba miliknya, dia ikhlas dan nggak masalah.

“Wong kami nggak punya izin dan surat-surat resmi, kok,” kata pria yang rambut dan kumisnya sudah ditumbuhi uban ini.

Sebagai orang pertama yang melakukan budidaya keramba, awalnya Pak Asmara cuma memanfaatkan arus sungai yang ada di dekat rumahnya, tepatnya di pingir jalan Cisarua. Dia mengaku, tanpa izin Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, beliau membuat sebuah keramba. Kelak keramba itu merupakan keramba yang pertama di sungai itu.

Memang nggak ada yang menyangka dari sebuah keramba, Pak Asmana berhasil “memanen” ikan air tawar ini, yang tentu saja menghasilkan uang. Nggak heran, beliau menseriusi usaha pembudidayaan ikan tawar dari keramba ini. Setiap pagi, beliau memberi makan ikan, yakni campuran dedek plus teri. Dedek-dedek itu dibentuk sebesar kentang dan dimasukkan ke sebuah keranjang.

Selain memberi makan, ada aktivitas lain yang wajib dilakukan, yakni menyingkirkan sampah-sampah yang ada di sekitar sungai. Hal tersebut bertujuan agar arus kali tetap deras. Dengan begitu, ikan-ikan akan terus bergerak melawan arus kali. Menurut pakar ikan air tawar, ikan yang bergerak akan meningkatkan pertumbuhan ikan tersebut. Jangan heran, ikan-ikan yang ada di keramba Pak Asmana dan teman-temannya itu gemuk-gemuk.

“Makanya kali yang ada kerambanya, pasti bersih dari sampah-sampah,” ucap Pak Asmara sambil memunggut sampah plastik dengan menggunakan batang pohon.

Aktivitas Pak Asmana rupanya dilihat beberapa orang di sekitar kali. Nggak heran dalam tempo nggak terlalu lama, satu demi satu warga sekitar situ ikut-ikutan membuat keramba. Tentu beliau nggak bisa melarang orang-orang tersebut agar jangan membuat keramba. Pertama, kali tersebut milik umum. Kedua, baik Pak Asmana dan mereka itu sama-sama nggak punya izin. Nggak heran kalo kini di kali tersebut sudah ada sekitar sepuluh keramba.

“Siapa cepat, dia dapat,” kata Pak Asmana sambil tersenyum. “Anehnya, ada sebuah tempat lowong yang masih bisa dibuat keramba, tapi ketika ada orang yang sudah mau dibangun sebuah keramba, ada orang yang marah. Orang ini katanya orang yang pertama sudah lebih dulu mengambil lokasi yang masih kosong itu.”

Sebenarnya pembudidayaan ikan dengan menggunakan keramba bukan baru ini saja terjadi. Konon aktivitas ini pertama kali dilakukan di Bandung dengan cara kebetulan. Saat itu Pedagang ikan hidup di daerah Bandung bingung menampung ikan-ikan dagangannya yang belum laku dijual. Tanpa sengaja, ikan-ikan tersebut disimpan di dalam keramba dekat rumah mereka. Tanpa mereka sadari, ikan-ikan tersebut tetap hidup dan bahkan bertambah besar. Kejadian itulah yang menimbulkan ide para Pedagang untuk membudidayakan ikan dalam keramba.

Ada dua bentuk keramba. Ada yang berbentuk empat persegi dan bundar panjag. Bahan keramba yang berbentuk empat persegi maupun kotak ada yang berbahan, sebagai bahan bambu maupun papan. Kalo punya Pak Asmana dan teman-temannya terbuat dari plesteran semen yang dibeton. Sedangkan keramba berbentuk bundar panjang, yang menyerupai bubu pada umumnya terbuat dari bilah bambu.

Cara pemasangan atau penempatan keramba, secara umum dapat dibedakan menjadi tiga hal. Yang pertama, keramba yang direndam secara menyeluruh. Kira-kira 20 cm di bawah permukaan air dan posisinya memanjang mengikuti arus air. Yang kedua, keramba yang cuma direndam sebagian atau kurang lebih 10 cm di atas permukaan air. Biasa keramba ini yang berbentuk enam sisi, dimana empat sisinya memanjang dan dua sisi melintang. Jenis keramba ini cocok dipasang di perairan dalam dan luas, seperti di sungai, danau, waduk dan rawa. Terakhir, keramba pagar. Keramba ini berbentuk pagar yang bambunya mengelilingi dan langsung ditancapkan ke dasar air.

Modal membuat sebuah keramba berukuran 1,5 kali 1 meter dan berbahan beton kira-kira sekitar Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta. Namun, Pak Asmana sempat membeli sebuah keramba dari seseorang seharga Rp 2 juta. Namun itu termasuk ikan-ikan yang ada di dalamnya. Jadi sebenarnya harga Rp 2 juta nggak terlalu mahal juga.

Soal ukuran keramba, sebenarnya tergantung dari lebar sungai yang ada di situ. Kebetulan lebar sungai di dekat Pak Asmana cuma dua meter, maka ukuran keramba harus disesuaikan dengan lebar keramba. Kalo lebar sungai dua meter, maka lebar keramba nggak boleh lebih dari satu meter, karena satu meter sisanya buat aliran air sungai. Arus air sungai memang nggak boleh dibendung. Oleh karena itulah, keramba itu dibuat pagar-pagar seperti penjara. Semakin cepat aliran air sungai, semakin baik buat pertumbuhan ikan. Nah, berhubung sungai tempat Pak Asmana cukup deras, ikan-ikan yang ada di dalam keramba, badannya besar-besar, barangkali paling kecil sebesar paha anak usia lima tahun.

Ikan yang dibudidayakan di keramba ada bermacam-macam. Ada ikan karper (Chprinus carpio L.). Jenis ikan ini sangat cocok untuk dikembangkan di daerah yang mempunyai ketinggian antara 150-600 meter di atas permukaan laut. Lalu jenis ikan tawes (Punctius javanicus Blkr) yang tumbuh dengan baik pada ketinggian antar 25-3°C. Sisanya ada ikan mujair (Tilapia masambica), ikan sepat siem (Trichogaster pectoralis egen), maupun ikan gurami (Osphronemus gouramy L.). Kebetulan ikan yang dibudidayakan Pak Asmana adalah jenis ikan gurami.

“Ya, iseng-iseng aja daripada nganggur,” kata Pak Asmana soal aktivitasnya mengelola tiga kerambanya.

Sebagai Pensiunan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Barat, apa yang dilakukan Pak Asmana tentu bukan sekadar iseng, tapi menghasilkan lumayan. Menurutnya, kalo rezeki sedang bagus, dia bisa menghasilkan pemasukkan sekitar satu juta sampai dua juta perak per bulan dari satu keramba. Bayangkan kalo kerambanya ada tiga buah seperti sekarang, maka beliau bisa mengantongi tiga sampai enam juta perak per bulan. Lumayan buat Pensiunan bukan?

“Tapi pernah pula dalam sebulan nggak ada sama sekali yang membeli ikan-ikan saya,” aku Pak Asmana sambil membuka gembok pintu keramba dan memberi makan ikan-ikannya.

No comments:

Post a Comment