Judul di atas ini masih perlu penyelidikan lebih jauh. Kebenarannya masih abu-abu. Memang sih Andi Mallarangeng nggak ada hubungan apa-apa dengan Dorce. Begitu pula sebaliknya. Namun, semua orang pernah tahu kalo Dorce adalah nge-fans berat pada Andi. Bukan lantaran Andi adalah politikus, tetapi karena kumisnya yang bikin gemes.
Oleh karena Dorce fans berat Andi, maka saya mencoba menghubung-hubungkan dengan kekalahan Andi terhadap Anas Urbaningrum. Andi yang dianggap di atas angin dan di atas kertas mampu menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, eh ternyata nggak ada apa-apanya. Angka pemilihnya jauh di bawah Anas.
Di putaran pertama, Andi cuma mampu mengumpulkan 82 suara (16 persen), sementara Marzuki Ali meraih 209 suara (40 persen) dan Anas 236 suara (45 persen). Pada putaran kedua, suara yang didapat Andi nggak berbeda jauh. Bahkan Anas dan Marzuki mendapat suara makin gokil, yakni Anas meraih 280 suara (53 persen) dan Marzuki 248 suara (47 persen).
Salah satu bilboard bergambar Andi Mallarangeng yang ada di jalan Prof. Dr. Satrio, Casablanca, Jakarta Selatan.
Kasihan banget sih dikau bung Andi? Sudah investasi gokil-gokilan, eh suaranya nggak ada apa-apanya. Investasi apa? Salah satunya investasi buat promosi. Mulai dari pembuatan bilboard gede-gedean, spanduk, public service announcement (PSA) di televisi, maupun buku. Sekadar mengutip istilah Ikrar Nusa Bhakti (Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs LIPI, Jakarta) di harian Kompas.
Andi ibarat "menggunakan meriam untuk membunuh nyamuk" melalui baliho dan iklan-iklannya yang aduhai mahalnya. Padahal, konstituen Partai Demokrat (PD) atau rakyat biasa tidak memiliki hak suara pada pemilihan ketua umum DPP PD tersebut, hanya elit-elit PD di pusat dan daerah yang berhak memberikan suara (lihat Ikrar Nusa Bhakti, "Matinya Politik Pencitraan?", Kompas, Selasa, 25 Mei 2010, hal 6).
Saya bukanlah anggota PD, penggemar PD, atau pendukung Anas Urbaningrum. Namun kejadian kekalahan yang mengagetkan banyak orang ini menunjukan, politik dewasa ini benar-benar menggunakan hati nurani. Bukan cuma mengkultuskan seorang individu saja sebagaimana ketua umum di partai-partai besar lain. Saya kembali mengkutip tulisan peneliti senior di Sugeng Sarjadi Syndicate Sukardi Rinakit di Kompas (25/05/2010).
"Kita memang sedang memasuki zaman baru, yaitu era ngomong bener tumindak temen. Orang yang bicara benar dan bertindak jujur akan menang. Tuhan tidak tidur."
Yang menyesakkan lagi, di rubrik Pojok harian Kompas membuat komentar atas kekalahan telak Andi ini dengan nada yang cukup "menampar", bahwa "Kemenangan Anas momentum alih generasi Demokrat. Uang dan ketampanan bukan segalanya!"
Wah, kayaknya Dorce kudu ganti idola nih kalo begitu?
all photos copyright by Brillianto K. Jaya
No comments:
Post a Comment