Itulah inti surat bernomor 299/ 073.526.07 tertanggal 12 Juli 2010 yang dibuat oleh Kepala Seksi (Kassie) Dinas Pendidikan Dasar Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, H Usman. Ia meminta Gubernur DKI Fawzi Bowo mencabut KTP DKI dari empat orangtua murid SDN RSBI 12 Rawamangun, Jakarta Timur. Keempat orangtua murid itu adalah Tayasmen Kaka (orangtua murid Shafa Ayuthaya, kelas 5C), dr. Okky Sofyan (orangtua murid Muhammad Abrar Adheyasa, kelas 4B), Ida Tri Noviati (orangtua murid Achmed Kevin Syahlintang, kelas 4C, dan Achmed Gabriel Noorsetiawan, kelas 2A), dan Herunarsono (orangtua murid Punoti Widiastuti, kelas 3A).
Seperti diberitakan sebelumnya, bahwa 4 orangtua murid tersebut mencoba membongkar praktek dugaan korupsi di jajaran sekolah yang berada di kompleks Universitas Negeri Jakarta (dulu IKIP Jakarta) ini serta dugaan penggelapan uang IPDB oleh Ketua Komite Sekolah. Mereka (orangtua murid yang dianggap vokal itu-pen) hanya meminta transparasi dana-dana yang sudah dipungut dari para orangtua murid dibeberkan agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Namun sayang, perjuangan mereka membongkar dugaan korupsi ini dianggap sebagai pengganggu pihak sekolah, termasuk guru-guru. Padahal menurut sumber yang sempat bersekolah di SDN RSBI 12 Rawamangun, tidak semua guru bertingkah “aneh” terhadap keempat orangtua murid yang vokal itu, juga kepada anak-anak mereka. Hanya beberapa guru yang diduga kuat memprovokasi seluruh guru agar memusuhi keempat orangtua murid dan selanjutnya berimbas pada peserta didik.
Hebatnya, persoalan internal sekolah ini didukung penuh oleh Kassie Dinas Pendidikan Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur H. Usman. Ia akan melawan orangtua murid yang dianggap vokal, karena menurutnya ia tidak sanggup melihat guru-guru dibilang korupsi, termasuk dirinya. Hebat sekali bukan Kassie seperti ini?
Kalo Anda baca di Kompas.com, komentar-komentar pembaca yang masuk bukan malah mendukung Kassie ini –yang katanya memperjuankan guru-guru-, malah justru mengecam. Coba perhatikan beberapa komentar di bawah ini:
Surat buat Gubernur untuk mencopot KTP orangtua murid. Norak!
Instruksi yang konyol. Kepala Seksi Dinas Pendidikan Dasar Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, H Usman melakukan balas dendam yang tidak layak. Jalur hukum yang ditempuh orang tua murid sudah benar. Jadi lawan saja di jalur hukum.
(Dorna Kumbayana, Senin, 7 Juni 2010 | 20:34 WIB)
Kasie Pendidikan kok bisa-bisanya sewot ya, apa ada janjian saling menutupi karena kebagian juga. (Maman Suarman, Selasa, 8 Juni 2010 | 11:13 WIB)
Mendiknas sebaiknya tindak Kasi pendidikan itu. Kalau meman tidak ada penyelewengan dana kan bisa dibuktikan, berani menghadapi sidang pengadilan. Beres kan. Guru2 kenapa takut kalau memang tidak melakukan penyelewengan dana. kan bisa diusut tu siapa yg main. (Sigit Sedianto, Selasa, 8 Juni 2010 | 10:10 WIB)
Begini jadi Kasi pendidikan, pecat aja orang model begini. Apapun ceritanya anak didik harus tetap ikut ujian, terlepas ada masalah antara sekolah, dinas pendidikan, dan orang tua mereka. Soal ada penghinaan, kalo merasa terhina tuntut pencemeran nama baik dan tindakan tidak menyenangkan, tapi kalau terbukti sebaliknya yah harus rela terima konsekuensi pak. (Wira Yudi, Selasa, 8 Juni 2010 | 09:22 WIB)
Sebelum mengusulkan pencopotan KTP DKI keempat orangtua murid, H. Usman sempat diberitakan di Kompas.com, pada Senin (31/5/2010) mengizinkan Kepala Sekolah (Kepsek) sekolah ini untuk malarang Aria Bismark Adhe (saat itu masih tercatat sebagai siswa kelas VI di sekolah itu) mengikuti ujian akhir sekolah (UAS). Adhe diminta keluar dari ruang ujian oleh pihak sekolah, setelah sebelumnya diberikan sebuah surat pemberitahuan untuk diberikan kepada orangtuanya, Drs Handaru Widjatmoko. Namun, pada hari ketiga UAS, Adhe akhirnya diperbolehkan mengikuti ujian.
Selain Adhe, ada lima siswa lainnya yang saat itu juga diancam tidak mengikuti ulangan umum yang berlangsung mulai Senin (7/6/2010), dan bahkan diancam akan dikeluarkan dari sekolah. Namun, sejak ditengahi oleh Komnas Perlindungan Anak (PA), kelima anak tersebut bisa kembali mengikuti ulangan umum. Kelima anak tersebut adalah putra-putri dari orangtua murid yang kini akan dicabut KTP DKI-nya jika Gubernur DKI mengabulkan permohonan Kassie Dinas Pendidikan Kecamatan Pulogadung ini.
"Saya akan ambil langkah-langkah, apa pun risikonya. Saya tak rela guru-guru saya diperlakukan seperti itu. Mereka didalangi mafia, yaitu mafia pendidikan dan saya akan membongkar ini semua," ujar Usman kepada Kompas.com di Jakarta, Senin (7/6/2010).
Surat ketika Aria Bismark Adhe dilarang ikut ujian. Kenapa murid yang jadi korban ya?
Dua dari lima anak yang dimusuhi sekolah akhirnya “menyerah”. Mereka adalah Achmed Kevin Syahlintang dan Achmed Gabriel Noorsetiawan. Menurut orangtua anak tersebut, Tri Noviati Ida atau Ida, kedua anaknya yang bersekolah di SDN 12 RSBI Rawamangun sudah tidak tahan, karena diintimidasi guru-guru dan jadi didiskriminasikan oleh para orangtua murid yang kebetulan “takut” dianggap pro terhadap perjuangan kelima orangtua murid ini. Padahal mereka tahu ada ketidakberesan dalam akuntabilitas dana di sekolah ini.
“Tiap kali anak saya bertanya pada guru, gurunya tidak mau menjawab. Kok begitu ya perlakukan guru?” ujar Ida geram.
Ibu Ida memindahkan anaknya ke Jakarta Islamis School, Kodam, Jakarta. Selain nggak tahan diintimidasi oleh guru, didiskriminasi oleh orangtua murid, anak-anaknya capek ditanya teman-temannya kalo ia mau dikeluarkan.
“Anak saya nggak terima diperlakukan begitu,” kata Ibu Ida lagi. “Ia pun nggak terima saya diperlakukan nggak baik oleh pihak sekolah. Ia bilang, ‘kan mama banyak sekali bantu sekolah, ekskul sekolah, jadi bendahara komite, setiap kegiatan keluar, nyumbang, kok dibilang musuhi guru?’”
B for better Indonesia
No comments:
Post a Comment