Saturday, July 31, 2010

INTIMIDASI YANG SISTEMATIS

Simaklah pernyataan berikut ini:

Kalau mereka tidak nyaman di sekolah itu, dipindahkan saja ke sekolah lain”.

Pernyataan itu saya kutip dari Media Indonesia, Jumat, 30 Juli 2010 di halaman 5, yang menanggapi keresahan orangtua murid SDN RSBI 12 dan SMPN 99 Rawamangun, Jakarta Timur akibat terintimidasi. Anda tahu pernyataan itu keluar dari mulut siapa? Yang mengeluarkan kata-kata itu adalah Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta Taufik Yudhi Mulyanto.


Ini dia Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta Taufik Yudhi Mulyanto yang membuat pernyataan tanpa tahu masalah sesungguhnya. Atau pura-pura nggak tahu?

Begitu membaca, saya jadi ilfil dan nggak respek dengan Kepala Disdik itu. Betapa tidak, buat saya pernyataan itu tidak layak diucapkan oleh seorang pejabat. Pertama, tidak memberikan solusi atas masalah yang dihadapi. Apakah dengan pindah sekolah kasus korupsi yang dialamatkan ke dua sekolah tersebut selesai? Sepertinya tidak. Substansi korupsi yang digelorakan tidak diatasi, tetapi justru mereka yang berjuang untuk melakukan advokasi pada orangtua murid yang menjadi korban

Bahwa Indonesian Corruption Watch (ICW) yang diwakili oleh aktivis Febri Hendri menyampaikan aspirasi orangtua murid SDN RSBI 12 dan SMPN 99 yang merasa terintimidasi pihak sekolah dan pejabat Disdik. Intimidasi ini gara-gara beberapa orangtua murid mencoba membongkar dugaan korupsi di dua sekolah tersebut.

Menurut Handaru Widjatmoko, orangtua murid SDN RSBI 12 Pagi Rawamangun, ia diintimidasi Kepala Seksi (Kassie) Pendidikan Dasar Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, H. Usman, yang meminta ia dan beberapa orangtua lain untuk tidak membongkar korupsi di sekolah tersebut.




Surat mosi tidak percaya (foto kiri).

Ia juga mengatakan pernah dipaksa mencabut laporannya ke Polda Metro Jaya terkait dengan praktik korupsi di sekola tersebut. “Saat itu anak saya tidak boleh mengikuti ujian jika belum mencabut laporan ke Polda.”

Selain tidak memberikan solusi secara konprehensif, pernyataan Kepala Disdik DKI Jakarta di atas tadi pun jelas mengisyaratkan beliau tidak tahu permasalahannya. Bahwa salah satu orangtua pelapor, Tri Novianti Ida atau Ida, yang dahulu sempat menyekolahkan kedua anaknya di SDN RSBI 12, memang sudah keluar. Kedua anaknya itu adalah Achmed Kevin Syahlintang (terakhir duduk di kelas 4C) dan Achmed Gabriel Noorsetiawan (kelas kelas 2A).

Menurut Ida, kedua anaknya yang bersekolah di SDN 12 RSBI sudah tidak tahan, karena diintimidasi guru-guru dan jadi didiskriminasikan oleh para orangtua murid yang kebetulan “takut” dianggap pro terhadap perjuangan kelima orangtua murid ini. Padahal mereka tahu ada ketidakberesan dalam akuntabilitas dana di sekolah ini.

“Tiap kali anak saya bertanya pada guru, gurunya tidak mau menjawab. Kok begitu ya perlakukan guru?” ujar Ida geram.

Ibu Ida memindahkan anaknya ke Jakarta Islamic School, Kodam, Jakarta. Selain nggak tahan diintimidasi oleh guru, didiskriminasi oleh orangtua murid, anak-anaknya capek ditanya teman-temannya kalo ia mau dikeluarkan.

“Anak saya nggak terima diperlakukan begitu,” kata Ibu Ida lagi. “Ia pun nggak terima saya diperlakukan nggak baik oleh pihak sekolah. Ia bilang, ‘kan mama banyak sekali bantu sekolah, ekskul sekolah, jadi bendahara komite, setiap kegiatan keluar, nyumbang, kok dibilang musuhi guru?’”

Kurangnya pengetahuan Kepala Disdik DKI Jakarta atas masalah, sehingga mengeluarkan pernyataan bukan cuma yang di atas itu tadi, tetapi ada lagi. Coba simak lanjutan pernyataannya yang masih saya kutip dari dari Media Indonesia, Jumat, 30 Juli 2010 di halaman 5.

Mereka (orangtua yang memprotes karena merasa terintimidasi-pen) seharusnya mempertanyakan masalah pungutan yang dianggap ada unsur korupsi itu kepada komite sekolah, bukan langsung ke manajemen sekolah”.

Taufik Yudhi Mulyanto tidak tahu, bahwa mereka yang memprotes terjadinya dugaan korupsi adalah mantan para anggota Komite Sekolah tahun 2008-2010 yang sudah menjalankan prosedur. Berawal dengan surat mosi tidak percaya tertanggal 12 Oktober 2009, yang ditandatangi oleh Ida Tri Novianti (Bendahara), Riaulina (Sekrataris), Megawati (Wasbag), dan Esa Aisyah (Wasbag). Selain mereka, ada tujuh anggota lain yang turut menandatangani mosi tidak percaya itu.

Dalam surat mosi –yang lampirannya ditujukan ke Kadis Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Kasudin Diknas Jakarta Timur, Walikota Jakarta Timur, dan Kepala Sekolah SDN RSBI 12 Rawamangun- tidak percaya itu terdapat beberapa point yang dipertanyakan oleh seluruh anggota terhadap Ketua Komite Sekolah, dalam hal ini Hj. Elva Waniza . Tertulis dalam surat itu, bahwa Ketua selalu mengambil keputusan secara pribadi tanpa melibatkan anggota. Lalu pungutan, penerimaan, dan pembelanjaan dana masyarakat tanpa mengikuti mekanisme yang ada dan lagi-lagi tanpa kordinasi dengan pengurus lain.



Surat pemecatan yang dilakukan oleh Ketua Komite (foto kanan).

Surat mosi tidak percaya tersebut ternyata tidak ditanggapi dengan arif dan bijaksana oleh Ketua Komite. Wanita yang menjabat sejak 11 Oktober 2009 langsung meng-counter para anggota yang tidak percaya itu dengan mengeluarkan surat pemberhentian tertanggal 17 Oktober 2009. Inti dari surat bernomor KS-Kep/096/X/2009 itu adalah Ketua Komite Hj. Elvawaniza memberhentikan Ida Tri Novianti, Yulia Fatmariza (Kesiswaan), Hj. Megawati, dan Hj. Esa Aisyah. Sementara Riaulina yang sebelumnya menjadi sekretaris sudah terlebih dahulu mengundurkan diri.

Surat mosi tidak percaya dan surat pemberhentian sepihak tersebut sudah jelas menunjukan, bahwa para orangtua yang merasa terintimidasi itu sudah melakukan sesuai dengan prosedur, yakni ke Komite Sekolah. Artinya, pernyataan Kepala Disdik DKI Jakarta itu jelas tidak mengerti persoalan, atau memang pura-pura tidak tahu? Kalau pura-pura tidak tahu, lengkaplah sudah penderitaan para orangtua murid yang terintimidasi ini. Kenapa? Sebab, mereka sudah terperangkap dalam sebuah sistem yang membuat mereka akan terus terintimidasi.

Sekadar info, menurut Ida Tri Novianti, dalam SMS-nya menulis, ada saksi bahwa saat pendaftaran ulang, Komite Sekolah dan Panitia Penerimaan Siswa Baru tahun 2009-2010 melakukan intimidasi pada para calon orangtua murid. Mereka –para orangtua murid- diminta membuat surat pernyataan atas kesanggupan membayar dana Rp 6,2 juta dalam waktu 5 hari. Jika dalam tempo 5 hari tidak menyanggupi, mereka dianggap menggundurkan diri.


Kepala Sekolah SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi sebetulnya pernah meraih Kepala Sekolah Berprestasi se-DKI tahun 2007. Bahkan sebelumnya pada tahun 2006, ia meraih Indonesian the Best Profesional of the Year versi Yayasan Penghargaan Prestasi Indonesia. Namun kalo ia berada dalam sistem, prestasi tersebut bisa hilang, kecuali ia terbuka dan berani membongkar dugaan korupsi.

“Saat itu Kassie (Kepala Seksi Pendidikan Dasar Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur-pen) berada di situ, sehingga tahu persis apa yang terjadi,” ungkap Ida. “Namun Disdik hanya mengambil sikap memindahkan dan mengganti Kepsek.”

Apa yang dikatakan Ida jelas mengindikasikan intimidasi yang sistematis. Ida dan para orangtua murid yang protes ini geram. Mereka ingin mencoba mengungkap indikasi korupsi agar sekolah aman dari pungutan-pungutan yang akuntabilitasnya dipertanyakan, justru malah dikatakan sebagai “penyulut api”. Hebatnya lagi, Kasie ingin menuntut balik kepada para orangtua yang protes itu.

“Kata Kasie itu kami dianggap mencemarkan nama baik. Bagaimana mau menuntut balik, wong kita punya banyak bukti-bukti, kok?” ujar Ida yang seraya tak gentar menghadapi Kasie maupun Disdik ini.

No comments:

Post a Comment