Monday, October 12, 2009

SELAMA POLISI BELUM KONSISTEN

Saya dan sebagian besar dari Anda pasti pernah melanggar lalu lintas atau sampai saat ini menjadi pelanggar tetap. Bukan sekadar menerobos lampu merah –biasanya ketika lampu kuning sudah menyalah dan nyaris merah bukannya memperlambat laju kendaraan, malah mempercat kendaraan sehingga menerobos lampu merah-, tapi pelanggaran-pelanggaran lain.

Soal pelanggaran bukan cuma didominasi kaum penggendara kendaraan motor –yang memang seringkali banyak melanggar: nggak pakai helm, menerobos verboden, melajukan kendaraan di trotoar, dan lain-lain, tapi kaum pemilik mobil. Sebut saja menerobos jalur 3 in 1 atau pengemudi mobil berpenumpang 3 orang.

Saya dan juga sebagian dari Anda pasti pernah menerobos jalur 3 in 1, padahal di mobil kita jumlah penumpangnya tidak tiga orang. Sebagai manusia yang punya akal, kita selalu mengelabui polisi yang bertugas di jalur 3 in 1. Kalo saya yang seumur hidup ini tidak pernah ditilang, selalu menggunakan fasilitas ID kantor dan mengaku sebagai Jurnalis yang sedang meliput, sehingga polisi mengizinkan mobil saya melewati jalur 3 in 1. Please jangan pernah mencontoh saya yang hina ini, karena ini biasanya saya lakukan kalo dalam keadaan terpaksa alias buru-buru.

Soal mengelabui polisi di jalur 3 in 1 memang bukan saya seorang. Banyak pelanggar-pelanggar lain yang niat banget mengelabui polisi. Teman kantor saya yang tidak mau disebutkan namanya, misalnya. Di dalam mobil, ia dan sang suami selalu membawa tempat duduk bayi alias baby car seat. Tempat duduk ini diletakkan di tengah jok mobil. Tentu saja tempat duduk itu tidak kosong melompong, tapi diisi oleh segala macam kain, baju, dan pernak-pernik lain supaya terlihat ada bayinya, padahal itu dilakukan untuk mengelabui polisi.

Saya bahkan pernah menemui orang yang meletakkan boneka yang terbuat dari plastik. Saya menduga sebelum masuk ke jalur 3 in 1, orang ini meniup boneka plastik ini dan melatakkan di tengah jok mobil. Sebab, ketika sudah melewati polisi dan berada di tempat sepi, orang ini langsung mengempeskan boneka plastiknya dan memasukkan ke dalam bagasi. Mantabs!

Masih soal 3 in 1, pernahkah Anda melewati jalur-jalur sebelum jalur yang diberlakukan 3 in 1? Di sepanjang jalan, pasti banyak joki, mulai dari anak kecil sampai nenek-nenek. Setiap pagi pukul 07.00-10.00 wib dan sore pukul 16.30-19.00 wib, para joki ini mengacung-acungkan tangan pada pengendara mobil untuk menawarkan jasa mereka “mengelabui” polisi.

Yang paling ironis, joki-joki ini berdiri di samping Komdak Metrojaya. Eksistensi mereka cuma dibatasi tembok kantor pusat polisi tersebut. Meski keberadaan joki dekat dengan Komdak dan diketahui oleh polisi, toh polisi-polisi cuek bebek. Mereka membiarkan joki-joki tersebut tumbuh bersemi. Saya yakin, alasan polisi membiarkan joki-joki tersebut adalah: “mereka butuh pekerjaan buat cari makan”. Tapi pernahkah polisi terpikir soal joki tersebut adalah bagian dari usaha “mengelabui” polisi agar pemilik mobil bisa menembus jalur 3 in 1?

Sejujurnya saya kasihan sekali polisi setiap hari dikelabui oleh warga Jakarta –mungkin juga di seluruh Indonesia. Padahal polisi adalah pengayom masyarakat. Setidaknya itulah slogan yang selalu tertera di tiap-tiap Polsek atau Polres. Kalo “pengayom”, seharusnya kita sebagai warga harus “respek” dengan polisi. Nyatanya kita malah justru berbuat dzolim pada polisi. Ah, kasihan!

Namun, sebagai pengamat masalah polisi dan lalu lintas yang belum diakui oleh media, saya mengerti mengapa hampir sebagian besar warga “terperosok” ke jurang sebagai pelanggar dan kerap mengelabui polisi. Selama polisi masih tidak konsisiten dengan aturan, selama itu pula pelanggaran akan terjadi.

Entahlah Anda masih ingat atau sudah lupa ingatan dengan beberapa aturan polisi yang sudah dilakukan, namun kemudian ditiadakan. Atau aturan yang seharusnya berlaku di seluruh tempat, dimana pun tanpa pilih-pilih, namun di tempat lain aturan tersebut tidak dilakukan. Lihatlah di bawah ini beberapa aturan polisi yang saya maksud tadi:

(1) Motor berada di jalur kiri, mobil di jalur kanan. Yang terjadi, begitu lampu hijau, motor berhamburan bagai laron.

(2) Baik waktu siang apalagi malam hari, motor harus menghidupkan lampu. Saat ini tidak ada lagi motor yang menyalahkan lampu, yang ada menyalahkan polisi kenapa motor harus menyalahkan lampu.

(3) Mobil maupun motor dilarang menggunakan jalur khusus busway, yang sudah jelas-jelas terdapat tanda verboden.

(4) Baik motor maupun mobil harus berhenti di garis sebelum zebra cross. Yang terjadi polisi malah mengizinkan motor maupun mobil melewati zebra cross dan itu tidak semua tempat diizinkan seperti itu.

(5) Jalur cepat tidak boleh dilalui oleh motor. Selama ini, jalur-jalur cepat banyak yang dilalui oleh motor. Sebenarnya bukan salah polisi, salah penggendara motor, tapi berhubung mayoritas pengguna motor selalu melanggar larangan ini, polisi seharusnya konsisiten menilai setiap penggendara motor yang nakal.

(6) Parkir kendaraan di tanda dilarang stop. Kalo Anda pernah ke perempatan Senen –tepatnya di depan Atrium Senen- banyak bus-bus yang mangkal di situ, padahal ada tanda dilarang stop dan ada mobil polisi dengan sirine berkelap-kelip. Kondisi seperti ini bukan cuma di Senen, tapi dimana-mana.

(7) Pakai helm dimanpun juga. Yang terjadi banyak jalan yang bebas helm, bahkan ada penumpang yang nekad tidak menggunakan helm di jalan protokol. Yang sering saya temui, bapak-bapak menggunakan kopiah putih atau pakai topi maupun ibu-ibu pakai jilbab yang dengan cuek menggendarai motor tanpa helm. Memangnya dengan kopiah atau jilbab yakin tidak bisa mati?

(8) Mohon maaf, tilang di tempat juga masih seringkali terjadi, yang dilakukan oleh oknum polisi. Nggak percaya? Sekali waktu ikut saya mengitari kota Jakarta ini. Kebetulan saya juga menyimpan foto mengenai prilaku oknum polisi seperti ini.

(9) Di jalan tol, bahu jalan masih sering dilalui oleh pengendara mobil nakal, sementara polisi membiarkan hal ini terjadi. Padahal polisi sering pula menangkap para pelanggar itu. Pelanggaran itu memang bukan salah polisi, tapi para pengendara mobil yang tolol.

(10) Oknum polisi tidak memberikan contoh pada pengendara di jalan, sehingga contoh yang tidak baik diikuti oleh penggendara lain. Misalnya melawan arus jalan, agar bisa cepat sampai tujuan. Apakah gara-gara seorang polisi, dengan seenaknya diizinkan melanggar dengan alasan tugas? Kalo begitu dengan siapa kita bisa mencontoh penggendara yang tertib kalo aparatnya tidak tertib?


Masih banyak lagi ketidakkonsistenan polisi dalam menjalankan aturan-aturan yang sebenarnya sudah bagus. Padahal kalo saja konsisten, sebagai pengguna jalan, kita ikut-ikutan konsisiten dalam mematuhi aturan yang ada. Kita jadi malu sendiri untuk melanggar aturan di jalan.

Saya yakin banget, polisi sangat sangat dibutuhkan dalam melaksanakan tugas sebagai “pengayom masyarakat”. Di jalan, polisi sudah membuktikan mampu mengatasi kesemerawutan lalu lintas tiap kali lampu merah mati. Lebih dari itu, saya juga masih sangat respek dengan polisi, karena tanpa polisi sudah pasti teroris sekaliber Noordin M. Top akan terus bergentayangan bersama beberapa anak buahnya. Dua diantaranya yang kemarin tewas tertembak: Syaifudin Zuhri dan M. Syahrir. So, viva polisi Indonesia!

No comments:

Post a Comment