MNC
TV boleh berbangga. Televisi ini berhasil merebut hati penonton
televisi nasional di Ramadhan 1433 H ini. Di antara program-program
komedi yang tak memberikan pesan edukasi, film Omar yang diputar Senin-Minggu pkl 04:00 wib di MNC TV ini berhasil rating tinggi.
Menurut AC Nielsen, rata-rata rating film Omar berkisar 2,5 dengan share 25 persen. Bahkan di weekend, film Omar
sempat meraih rating di angka 4. Sekadar info, rating adalah presentase
dari penonton suatu acara dibandingkan dengan total atau spesifik
populasi pada waktu tertentu. Hitung-hitungannya, jumlah penonton
program dikali 100 persen dibagi populasi televisi. 9 kota besar di
Indonesia dengan jumlah survey ke 49,5 juta penonton televisi. Sementara
share adalah persentase jumlah pemirsa atau
target pemirsa pada ukuran satuan waktu tertentu pada suatu channel
tertentu terhadap total pemirsa di semua channel.
Bloggers, Omar
memang menjadi film yang sangat menarik. Betapa tidak, beliau adalah
seorang Khalifah dimana di masa kekuasaannya Islam tumbuh dengan pesat.
Melalui kepemimpinannya, ia berhasil mengambil alih Mesopotamia dan
sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia, serta
mengambil alih Mesir, Palestina, Syiria, Afrika Utara dan Armenia dari
kekaisaran Romawi (Byzantium).
Tentu sebagian dari Anda masih ingat dengan kisah Umar dan rakyat kelaparan berikut ini:
Suatu
malam, Sang Khalifah menemukan sebuah gubuk kecil yang dari dalamnya
nyaring terdengar suara tangis anak-anak. Umar mendekat dan memerhatikan
dengan seksama keadaan gubuk itu. Ia dapat melihat ada seorang ibu yang
dikelilingi anak-anaknya.
Ibu itu kelihatan sedang memasak sesuatu. Tiap kali anak-anaknya menangis, sang Ibu berkata, “Tunggulah! Sebentar lagi makanannya akan matang.”
Selagi
Umar memerhatikan di luar, sang ibu terus menenangkan anak-anaknya dan
mengulangi perkataannya bahwa makanan sebentar lagi akan matang.
Umar
menjadi penasaran. Setelah memberi salam dan meminta izin, dia memasuki
gubuk itu dan bertanya kepada sang ibu, “Mengapa anak-anak Ibu tak
berhenti menangis?”
“Itu karena mereka sangat lapar,” jawab si ibu.
“Mengapa tidak ibu berikan makanan yang sedang Ibu masak sedari tadi itu?”
“Tidak
ada makanan. Periuk yang sedari tadi saya masak hanya berisi batu untuk
mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka berpikir bahwa periuk itu berisi
makanan. Mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan tertidur.”
“Apakah Ibu sering berbuat begini?” tanya Umar ingin tahu.
“Ya.
Saya sudah tidak memiliki keluarga ataupun suami tempat saya
bergantung. Saya sebatang kara,” jawab si ibu datar, berusaha
menyembunyikan kepedihan hidupnya.
“Mengapa
Ibu tidak meminta pertolongan kepada Khalifah? Sehingga beliau dapat
menolong Ibu beserta anak-anak Ibu dengan memberikan uang dari Baitul
Mal? Itu akan sangat membantu kehidupan ibu dan anak-anak,” nasihat
Umar.
“Khalifah telah berbuat zalim kepada saya,” jawab si ibu.
“Bagaimana Khalifah bisa berbuat zalim kepada ibu?” sang Khalifah ingin tahu.
“Saya
sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharusnya ia melihat kondisi
rakyatnya dalam kehidupan nyata. Siapa tahu, ada banyak orang yang
senasib dengan saya.”
Umar berdiri dan berkata, “Tunggu sebentar, Bu. Saya akan segera kembali!”
Pada
malam yang telah larut itu, Umar segera bergegas ke Madinah, menuju
Baitul Mal. Ia segera mengangkat sekarung gandum yang besar di
pundaknya. Abbas, sahabatnya membantu membawa minyak samin untuk
memasak.
Maka,
ketika Khalifah menyerahkan sekarung gandum yang besar kepada si ibu
beserta anak-anaknya yang miskin, bukan main gembiranya mereka menerima
bahan makanan dari lelaki yang tidak dikenal ini.
Umar berpesan agar ibu itu datang menemui Khalifah keesokan harinya untuk mendaftarkan dirinya dan anak-anaknya di Baitul Mal.
Setelah
keesokan harinya, ibu dan anak-anaknya pergi untuk menemui Khalifah.
Dan betapa sangat terkejutnya si ibu begitu menyaksikan bahwa lelaki
yang telah menolongnya tadi malam adalah Khalifahnya sendiri, Khalifah
Umar bin Khattab.
Segera
saja si ibu minta maaf atas kekeliruannya yang telah menilai bahwa
khalifahnya zalim terhadapnya. Namun Sang Khalifah tetap mengaku bahwa
dirinyalah yang telah bersalah.
***
Umar
bukan cuma dihormati umat Islam. Di mata pemimpin Nasrani, beliau
sangat disegani. Betapa tidak, ketika pasukan Muslim yang tengah
mengepung kota Yerusalem, membuat pasukan dan warga Kristen dan Yahudi
sempat ketakutan. Harap maklum, warga Kristen masih trauma dengan dengan
peristiwa direbutnya kota Yerusalem oleh tentara Persia dua dasawarsa
sebelumnya. Pasukan Persia melakukan perampokan, pembunuhan,
pemerkosaan, dan juga penajisan tempat-tempat suci. Namun, pasukan
Muslim enggan menumpahkan darah di kota itu. Uskup Agung Sophronius
menyerahkan kota suci itu ke khalifah Umar bin Khattab.
Lain kisah, Umar
menerima seorang utusan kaum Kristen dari Yerusalem. Di tempat ini
Perjanjian Aelia (istilah lain dari Yerusalem) dirumuskan dan mencapai
kata sepakat. Berdasarkan perjanjian Aelia, Umar menjamin keamanan nyawa
dan harta benda segenap penduduk Yerusalem, juga keselamatan gereja,
dan tempat-tempat suci lainnya. Penduduk Yerusalem juga diwajibkan
membayar jizyah bagi yang non-Muslim. Mereka yang tidak setuju,
dipersilakan meninggalkan kota dengan membawa harta-benda mereka dengan
damai.
“Inilah
perdamaian yang diberikan oleh hamba Allah ‘Umar, Amirul Mukminin,
kepada rakyat Aelia: dia menjamin keamanan diri, harta benda,
gereja-gereja, salib-salib mereka, yang sakit maupun yang sehat, dan
semua aliran agama mereka. Tidak boleh mengganggu gereja mereka baik
membongkarnya, mengurangi, maupun menghilangkannya sama sekali, demikian
pula tidak boleh memaksa mereka meninggalkan agama mereka, dan tidak
boleh mengganggu mereka. Dan tidak boleh bagi penduduk Aelia untuk
memberi tempat tinggal kepada orang Yahudi.”
Luar
biasa bukan? Dalam perjanjian itu ada butir yang merupakan pesanan
khusus dari pemimpin Kristen yang berisi dilarangnya kaum Yahudi berada
di Yerusalem. Ketentuan khusus ini berangsur-angsur dihapuskan begitu
Yerusalem berubah dari kota Kristen jadi kota Muslim. Melihat sejarah
tersebut, sesungguhnya ketakutan sebagian orang terhadap syariat Islam
yang diterapkan di sebuah Negara, sangat tidak beralasan.
Sosok Umar yang tegas dan sangat bersahaja, memang bisa menjadi contoh tauladan kita semua, terutama untuk pemimpin di negeri ini. Saya membayangkan, andai Presiden Indonesia 2014 nanti memiliki sosok sebagaimana Umar Bin Khattab? Namun
terus terang, figur-figur calon Presiden 2014 yang sudah mulai unjuk
diri, belum ada yang pantas disejajarkan dengan ketauladanan Umar.
Semoga Capres-Capres sempat menyaksikan film Omar dan terinspirasi untuk menjadikan gaya kepimpimpinan Umar untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik.
No comments:
Post a Comment