Monday, March 4, 2013
Harga Jual ANTV Rp 5 Triliun Asal Semua SDM-nya di-PHK
Berita tersebut nyaring terdengar di
kalangan petinggi televisi di tanah air. ANTV akan dijual oleh Group
Bakrie dan beberapa pengusaha, terutama pengusaha yang ingin jadi Raja
Media siap mengambil ANTV. Harap maklum, saat ini Group Bakrie lagi
butuh duit, kabarnya pun mereka sudah ingin meninggalkan bisnis media.
Tentang angka Rp 5 triliun tersebut adalah harga yang ditawar oleh
bos PT Elang Mahkota Komputer (Emkom) yang tak lain pemilik SCTV, Fofo
Sariaatmadja. Mungkin buat Group Bakrie tidak masalah, tetapi syarat
lain yang diajukan Fofo cukup berat, yakni memecat semua SDM yang ada di
ANTV.
“Fofo mau beli ANTV asal ANTV kosong
alias nggak beli paket dengan SDM-nya,” ujar rekan saya, salah satu
petinggi di salah satu stasiun televisi swasta ini.
Bloggers, sebenarnya yang mau
dijual bukan cuma ANTV tetapi kelompok media yang selama ini di bawah
lindungan Group Bakrie. Sebagaimana tulisan saya sebelumnya, bahwa Viva
Group, yang terdiri dariVivaNews.co.id, ANTV, dan tvOne akan
dilepas (silahkan baca:
http://sosok.kompasiana.com/2013/01/28/cabut-dari-nasdem-harry-tanoe-beli-antv-528752.html).
Dalam tulisan saya, pembelinya adalah Harry Tanoe.Ternyata kabar lain
yang beredar, pengusaha yang paling ngotot membeli Viva Group adalah
Fofo.
Sekadar Bloggers tahu, Fofo
adalah orang di balik kesuksesan SCTV. Sejak awal berdiri di jalan Darmo
Permai, Surabaya pada 1990 dan cuma siaran terbatas di wilayah Gerbang
Kertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan
Lamongan), pria berusia 44 tahun ini telah mendampingi SCTV hingga
berhasil membeli Indosiar dan beberapa televisi lokal lain.
Memang, pada 1990-an, saham keluarga
Sariaatmadja melalui PT Abhimata Mediatama hanya 17 persen. Sebelum
keluarga Sariaatmadja masuk SCTV pada 2001, pemegang saham SCTV adalah
orang-orang yang dikenal dekat dengan Cendana, seperti Sudwikatmono,
Peter F. Gontha, Henry Pribadi, Halimah Bambang Trihatmodjo, hingga Azis
Mochtar. Namun, di tahun yang sama, keluarga ini menambah lagi
kepemilikan saham hingga menjadi 49,62 persen.
Pada 2002, PT Abhimata meningkatkan
kepemilikan sahamnya menjadi 50 persen. Keinginan menguasai SCTV makin
tak terbendung. Pada 2005, PT Abhimata menguasai SCTV dengan membeli
saham milik Henry Pribadi. Setelah itu, saham PT Indika Multimedia
kepunyaan Agus Lasmono, anak pengusaha Sudwikatmono, di SCM juga
diakuisisi. Pada 2008, keluarga Sariaatmadja telah menguasai 78,69
persen saham SCM. Sisanya dimiliki The Northern Trust Company 7,9
persen, dan publik 13,41 persen.
Setelah memegang saham mayoritas di
SCTV, pada 2004 keluarga Sariaatmadja menggandeng PT Mugi Rekso Abadi
(MRA) mendirikan televisi dengan bendera PT Omni Intivisual alias O
Channel. Awalnya, kepemilikan saham MRA dan keluarga Sariaatmadja
masing-masing 50 persen. Namun, pada awal 2007, MRA melepas seluruh
saham miliknya kepada keluarga Sariaatmadja, sehingga 100% saham O
Channel dikuasai oleh Sariaatmadja. Terakhir, keluarga ini mengakuisisi
Indosiar lewat transaksi tukar guling antara lahan sawit milik keluarga
Sariaatmadja dengan Indosiar milik Anthony Salim.
Bloggers, strategi Fofo untuk
membeli ANTV dengan syarat tersebut boleh jadi ia tak ingin terbebani
oleh SDM-SDM yang ada saat ini. Ia ingin mengganti SDM ANTV dengan SDM
baru, secara ANTV akan ia jadikan sebagai televisi berita sebagaimana
Metro TV dan tvOne. Tentu, keinginan Fofo wajar, mengingat SDM yang ada
di ANTV saat ini lebih dari 50% sudah bekerja lebih dari 10 tahun (ANTV
berdiri pada 1993). Jadi, memang perlu diremajakan.
Jika Group Bakrie setuju dengan
tawaran Fofo, nasib ANTV akan seperti SCTV pada paruh November 2009
lalu. Gelombang PHK atau ‘dipaksa’ mengundurkan diri sekitar 500-an
karyawan terjadi di SCTV. Sementara ada pula karyawan senior yang
‘dipaksa’ menjadi karyawan kontrakan jika ingin tetap menjadi karyawan
SCTV.
Bagi karyawan yang masih produktif
dan memiliki jaringan pertemanan di televisi lain, tentu tidak masalah.
Mereka cukup percaya diri untuk menerima pesangon jutaan rupiah dan siap
bekerja lagi di stasiun televisi lain atau membuka bisnis. Namun, tentu
saja banyak karyawan ANTV yang menggandalkan hidupnya dari gaji bulanan
di stasiun televisi yang berkantor di Kuningan, Jakarta Selatan ini.
Jika ini terjadi, akan ada pengangguran-pengangguran baru.
Seks Bebas di Kalangan Remaja Makin Mengawatirkan
Data survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia (SKRRI) yang diungkapkan Kepala Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarif pada Selasa (12/2) di
Gedung Pengurus PBNU jalan Keramat Raya, Jakarta Pusat, sungguh miris.
Betapa tidak, sebanyak 1 persen remaja perempuan dan 6 persen remaja
laki-laki menyatakan pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Fakta
seks bebas ini diperkuat dengan data Kementrian Kesehatan, dimana 35,9%
remaja mempunyai teman yang sudah pernah melakukan hubungan seks
pranikah dan bahkan 6,9% responden telah melakukan hubungan seks
pranikah.
Bloggers, meski
menurut Sugiri di desa tingkat seks bebasnya tidak sedahsyat di
perkotaan, namun trend prilaku seks pranikah di pedesaan masih dua kali
lipat dibandingan dengan di perkotaan. Artinya, dalam beberapa waktu ke
depan, tingkat seks pranikah di desa tak ubahnya dengan di perkotaan.
Miris, tetapi itulah fakta yang terjadi di
negara yang kita cintai ini. Sebaliknya, data-data tersebut tentu
menyenangkan bagi mereka yang mendewa-dewakan kebebasan. Para aktivis
kebebasan yang memang secara terencana dan sistematis telah berhasil
merusak prilaku anak-anak muda Indonesia. Anak-anak muda diajak untuk
mencintai kebebasan dan membenci aturan-aturan yang ditetapkan oleh
Allah swt. Tagline pegiat kebebasan adalah: “menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal”.
Bloggers,
Al-Qur’an, jilbab, aurat, syariat Islam, dan tauladan Rasulullah SAW
telah diputarbalikan dan ditafsirkan semena-mena demi kepentingan
kebebasan. Oleh aktivis-aktivis liberal,secara halus mereka menafsirkan
dengan selogik mungkin, agar terlihat “masuk akal”. Walhasil, agama
tidak boleh mengatur kehidupan dan anak-anak muda harus bebas
sebebas-bebasnya.
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang melakukan seks bebas yang saya rangkum dari berbagai sumber, antara lain:
1. Iman yang lemah
Seperti yang sudah penulis paparkan, bahwa agama sudah tidak lagi menjadi peganggan hidup. Memang agama tidak menjamin, tetapi mereka yang tidak menjadi agama makin tidak terjamin memiliki iman yang kokoh. Agama ditempatkan seperti cucian kotor. Agama sekadar dipajang di KTP. Sholat sekadar sholat, tetapi maksiat jalan. Tetap menjalankan kehidupan bebas.
2. Orang tua
Meski hubungan komunikasi dengan orangtua baik, namun tidak menjamin seorang anak tidak melakukan seks bebas. Biasanya, hal ini disebabkan, karena orangtua menganut kebebasan pula. Penulis pernah menjumpai orangtua yang punya prinsip, “Yang penting jangan buat anak orang hamil”. Artinya, orangtua menghalalkan anaknya melakukan seks bebas, tetapi wajib hati-hati.
Ada pula contoh yang penulis perhatikan,
orangtua membiarkan anak mereka pacaran, dimana pacaran yang dilakukan
anak-anak mereka bisa membangkitkan birahi. Jadi wajar, jika aktivitas
yang meningkatkan birahi anak-anak muda dibiarkan orangtua, mereka akan
bertindak lebih dari sekadar peluk-pelukan, cium-ciuman, yakni making love.
3. Lingkungan/teman
Sebagai manusia, tentu kita tetap memiliki tingkat pertahanan diri yang lemah. Sekuat-kuatnya kita mempertahankan diri, jika lingkungan dan orang-orang terdekat kita tidak mendukung, bukan tidak mungkin akhirnya ikut ikut arus. Tentu tidak semua, tetapi mayoritas. Contoh, seorang pecandu narkoba awalnya cuma ikut-ikutan dengan teman-temannya dan sekedar iseng, begitu pula dengan seks bebas. Sekali melakukan, akan terus ketagihan dan melakukan lagi dan lagi.
4. Uang
Kapitalisme seperti sekarang ini menjadikan uang sebagai Tuhan. Segala-galanya diukur dengan uang. Tak heran, tidak peduli menghilangkan kehormatan demi uang. Demi mendapatkan gedget terbaru, rela menjual diri. Demi ingin menjadi artis terkenal, rela main film horor seks atau sekadar difoto yang bisa merangsang birahi. Di sini, peran media yang membuka peluang menyebarkan kebebasan juga menjadi penting. Setiap hari penonton disajikan sinetron-sinetron yang mengumbar free seks dan dianggap wajar. Rating dan ujung-ujungnya uang.
***
Bloggers,
sudah saatnya kita perang terhadap kebebasan. Fenomena kebebasan,
terutama kehidupan sosial anak-anak muda sudah sangat mengawatirkan ini.
Oleh karena itu, mulailah dari keluarga kita, anak-anak kita. Bimbing
mereka untuk kembali mengenal Allah swt dan aturan-aturan yang sudah
tetapkan Allah swt dalam Al-Qur’an sebagai petunjuk agar tidak sesat.
Komisi Penyiaran Indonesia: “11 Stasiun Televisi Melanggar Aturan Adegan Seksual”
“KPI
banyak menemukan pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI tahun 2012 terkait
pelarangan adegan seksual. Pelanggaran yang dimaksud adalah banyaknya
program di berbagai televisi yang menampilkan adegan ciuman bibir (dalam
film, sinetron, pemberitaan, film animasi anak, iklan, promo program,
video klip, dan lain-lain). Terhadap ini, KPI sudah banyak mengeluarkan
surat sanksi administratif terkait pelanggaran tersebut.”
Itulah
surat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bernomor 18/K/KPI/01/13
tertanggal 11 Januari 2013 lalu. Surat tersebut dikirim ke 11 stasiun
televisi nasional, yakni ANTV, Global TV, Indosiar, Metro TV, PT Cipta
TPI, RCTI, SCTV, Trans TV, Trans 7, TV One, dan termasuk televisi milik
pemerintah TVRI.
Memang sungguh ironis TVRI masuk ke dalam televisi
yang melanggar Pedoman Prilaku Penyiaran (P3) Standar Program Siaran
(SPS) KPI. Kalau televisi swasta, terutama televisi yang menyiarkan
sinetron, tentu bukan rahasia lagi banyak menampilkan adegan seksual
yang memang sangat mengawatirkan. Hampir mayoritas sinetron mengumbar
kebebasan seks di kalangan remaja. Pernah, penulis melihat satu scene,
dimana kedua anak muda berpacaran di ruang tamu. Kedua orangtua mereka
mengintip sepasang remaja itu berpacaran. Bukan marah-marah, justru
mereka gembira melihat anak-anak mereka pegang-pegangan tangan,
berpelukan, dan dianggap romantis.
Seluruh televisi sebenarnya sudah tahu, bahwa ada
ketentuan tentang adegan seksual yang tidak boleh dilanggar, yang
terdapat pada P3 SPS KPI. Itulah mengapa, dalam surat teguran tersebut, KPI Pusat kembali mengingatkan, bahwa ketentuan tentang pelarangan adegan seksual telah diatur dalam P3 dan SPS KPI, yang ada di BAB XII berikut ini:
BAB XII
PELARANGAN DAN PEMBATASAN SEKSUALITAS
Bagian Pertama
Pelarangan Adegan Seksual
Pasal 18
Program siaran yang memuat adegan seksual dilarang:
a. menayangkan ketelanjangan dan/atau penampakan alat kelamin;
b. menampilkan adegan yang menggambarkan aktivitas seks dan/atau persenggamaan;
c. menayangkan kekerasan seksual;
d. menampilkan suara yang menggambarkan berlangsungnya aktivitas seks dan/atau persenggamaan;
e. menampilkan percakapan tentang rangkaian aktivitas seks dan/atau persenggamaan;
f. menayangkan adegan dan/atau suara yang menggambarkan hubungan seks antarbinatang secara vulgar;
g. menampilkan adegan ciuman bibir;
h. mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot;
i. menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian erotis;
j. mengesankan ketelanjangan;
k. mengesankan ciuman bibir; dan/atau
l. menampilkan kata-kata cabul.
Bagian Kedua
Seks di Luar Nikah, Praktek Aborsi, dan Pemerkosaan
Pasal 19
(1) Program siaran dilarang memuat pembenaran hubungan seks di luar nikah.
(2) Program
siaran dilarang memuat praktek aborsi akibat hubungan seks di luar
nikah sebagai hal yang lumrah dan dapat diterima dalam kehidupan
bermasyarakat.
(3) Program
siaran dilarang memuat pembenaran bagi terjadinya pemerkosaan dan/atau
menggambarkan pemerkosaan sebagai bukan kejahatan serius.
Bagian Ketiga
Muatan Seks dalam Lagu dan Klip Video
Pasal 20
(1) Program
siaran dilarang berisi lagu dan/atau video klip yang menampilkan judul
dan/atau lirik bermuatan seks, cabul, dan/atau mengesankan aktivitas
seks.
(2) Program
siaran yang menampilkan musik dilarang bermuatan adegan dan/atau lirik
yang dapat dipandang menjadikan perempuan sebagai objek seks.
(3) Program
siaran dilarang menggunakan anak-anak dan remaja sebagai model video
klip dengan berpakaian tidak sopan, bergaya dengan menonjolkan bagian
tubuh tertentu, dan/atau melakukan gerakan yang lazim diasosiasikan
sebagai daya tarik seksual.
Bagian Keempat
Perilaku Seks
Pasal 21
Program
siaran yang menampilkan muatan mengenai pekerja seks komersial serta
orientasi seks dan identitas gender tertentu dilarang memberikan stigma
dan wajib memperhatikan nilai-nilai kepatutan yang berlaku di
masyarakat.
Bagian Kelima
Program Bincang-bincang Seks
Pasal 22
(1) Program
siaran yang berisikan pembicaraan atau pembahasan mengenai masalah seks
wajib disajikan secara santun, berhati-hati, dan ilmiah didampingi oleh
praktisi kesehatan atau psikolog, dan hanya dapat disiarkan pada
klasifikasi D, pukul 22.00-03.00 waktu setempat.
(2) Program
siaran tentang pendidikan seks untuk remaja disampaikan sebagai
pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan disajikan dengan cara yang
sesuai dengan perkembangan usia remaja, secara santun, berhati-hati, dan
ilmiah didampingi oleh praktisi kesehatan atau psikolog.
(3) Program
siaran yang berisikan perbincangan atau pembahasan mengenai orientasi
seks dan identitas gender yang berbeda wajib disajikan secara santun,
berhati-hati, dengan melibatkan pihak yang berkompeten dalam bidangnya.
***
Dalam surat teguran
tersebut, KPI meminta kepada semua stasiun televisi agar segera
melakukan evaluasi dan melakukan sensor internal yang lebih ketat pada
semua program untuk menjamin tidak terjadinya pelanggaran serupa.
Sanksi administratif itu seperti apa? Seperti salah satunya yang pernah diterima oleh program Was-Was
yang ditayangkan di SCTV. Pada 13 Desember 2012, pukul 05.49 WIB, KPI
menemukan dugaan pelanggaran, yaitu tidak menyamarkan wajah dan
identitas anak laki-laki di bawah umur yang diduga telah menjadi korban
pada pemberitaan terkait dugaan kekerasan yang dilakukan oleh Komedian
Bolot. Hal tersebut dianggap sebagai pelanggaran, yakni pelanggaran
atas perlindungan anak dan remaja, ketentuan mengenai anak sebagai
narasumber, dan kewajiban menyamarkan wajah dan idenditas dalam program
jurnalistik.
Subscribe to:
Posts (Atom)