Data survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia (SKRRI) yang diungkapkan Kepala Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarif pada Selasa (12/2) di
Gedung Pengurus PBNU jalan Keramat Raya, Jakarta Pusat, sungguh miris.
Betapa tidak, sebanyak 1 persen remaja perempuan dan 6 persen remaja
laki-laki menyatakan pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Fakta
seks bebas ini diperkuat dengan data Kementrian Kesehatan, dimana 35,9%
remaja mempunyai teman yang sudah pernah melakukan hubungan seks
pranikah dan bahkan 6,9% responden telah melakukan hubungan seks
pranikah.
Bloggers, meski
menurut Sugiri di desa tingkat seks bebasnya tidak sedahsyat di
perkotaan, namun trend prilaku seks pranikah di pedesaan masih dua kali
lipat dibandingan dengan di perkotaan. Artinya, dalam beberapa waktu ke
depan, tingkat seks pranikah di desa tak ubahnya dengan di perkotaan.
Miris, tetapi itulah fakta yang terjadi di
negara yang kita cintai ini. Sebaliknya, data-data tersebut tentu
menyenangkan bagi mereka yang mendewa-dewakan kebebasan. Para aktivis
kebebasan yang memang secara terencana dan sistematis telah berhasil
merusak prilaku anak-anak muda Indonesia. Anak-anak muda diajak untuk
mencintai kebebasan dan membenci aturan-aturan yang ditetapkan oleh
Allah swt. Tagline pegiat kebebasan adalah: “menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal”.
Bloggers,
Al-Qur’an, jilbab, aurat, syariat Islam, dan tauladan Rasulullah SAW
telah diputarbalikan dan ditafsirkan semena-mena demi kepentingan
kebebasan. Oleh aktivis-aktivis liberal,secara halus mereka menafsirkan
dengan selogik mungkin, agar terlihat “masuk akal”. Walhasil, agama
tidak boleh mengatur kehidupan dan anak-anak muda harus bebas
sebebas-bebasnya.
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang melakukan seks bebas yang saya rangkum dari berbagai sumber, antara lain:
1. Iman yang lemah
Seperti yang sudah penulis paparkan, bahwa agama sudah tidak lagi menjadi peganggan hidup. Memang agama tidak menjamin, tetapi mereka yang tidak menjadi agama makin tidak terjamin memiliki iman yang kokoh. Agama ditempatkan seperti cucian kotor. Agama sekadar dipajang di KTP. Sholat sekadar sholat, tetapi maksiat jalan. Tetap menjalankan kehidupan bebas.
2. Orang tua
Meski hubungan komunikasi dengan orangtua baik, namun tidak menjamin seorang anak tidak melakukan seks bebas. Biasanya, hal ini disebabkan, karena orangtua menganut kebebasan pula. Penulis pernah menjumpai orangtua yang punya prinsip, “Yang penting jangan buat anak orang hamil”. Artinya, orangtua menghalalkan anaknya melakukan seks bebas, tetapi wajib hati-hati.
Ada pula contoh yang penulis perhatikan,
orangtua membiarkan anak mereka pacaran, dimana pacaran yang dilakukan
anak-anak mereka bisa membangkitkan birahi. Jadi wajar, jika aktivitas
yang meningkatkan birahi anak-anak muda dibiarkan orangtua, mereka akan
bertindak lebih dari sekadar peluk-pelukan, cium-ciuman, yakni making love.
3. Lingkungan/teman
Sebagai manusia, tentu kita tetap memiliki tingkat pertahanan diri yang lemah. Sekuat-kuatnya kita mempertahankan diri, jika lingkungan dan orang-orang terdekat kita tidak mendukung, bukan tidak mungkin akhirnya ikut ikut arus. Tentu tidak semua, tetapi mayoritas. Contoh, seorang pecandu narkoba awalnya cuma ikut-ikutan dengan teman-temannya dan sekedar iseng, begitu pula dengan seks bebas. Sekali melakukan, akan terus ketagihan dan melakukan lagi dan lagi.
4. Uang
Kapitalisme seperti sekarang ini menjadikan uang sebagai Tuhan. Segala-galanya diukur dengan uang. Tak heran, tidak peduli menghilangkan kehormatan demi uang. Demi mendapatkan gedget terbaru, rela menjual diri. Demi ingin menjadi artis terkenal, rela main film horor seks atau sekadar difoto yang bisa merangsang birahi. Di sini, peran media yang membuka peluang menyebarkan kebebasan juga menjadi penting. Setiap hari penonton disajikan sinetron-sinetron yang mengumbar free seks dan dianggap wajar. Rating dan ujung-ujungnya uang.
***
Bloggers,
sudah saatnya kita perang terhadap kebebasan. Fenomena kebebasan,
terutama kehidupan sosial anak-anak muda sudah sangat mengawatirkan ini.
Oleh karena itu, mulailah dari keluarga kita, anak-anak kita. Bimbing
mereka untuk kembali mengenal Allah swt dan aturan-aturan yang sudah
tetapkan Allah swt dalam Al-Qur’an sebagai petunjuk agar tidak sesat.
No comments:
Post a Comment