Saturday, July 25, 2009

WHY DON'T WE TRY TO THINK OPPOSITE?

Cara berpikir manusia selalu kayak bebek . Mengikuti apa yang mayoritas manusia lain jalani. Jalan ke sana, ikut ke sana. Jalan ke sini, ikut ke sini. Ada restoran yang penuh orang, ikut makan di situ. Lihat rambut Demi Moore di film Ghost tahun 80-an, jadi ikut-ikutan KDM alias Korban Demi Moore. Ada orang punya Blackberry, ikut-ikutan beli Blackberry. Ketika di bioskop menayangkan film-film hantu, eh kita ikut-ikutan bikin film hantu-hantuan. Halah!

Ini juga terjadi pada orang-orang bule. Ketika Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz-Carlton porak-poranda gara-gara bom meledak pada Jumat, 17 Juli lalu, serta merta bule-bule yang takut ke Indonesia, karena di negara mereka mengeluarkan travel warning. Meminta warga negara mereka nggak usah pergi ke negara kita ini. Nggak cuma Amerika Serikat yang katanya negara superpower itu, negara-negara lain ikut-ikutan kayak bebek membuat travel warning bagi warga negara yang mau pergi ke Indonesia.

“Manusiawi lah yau!”

“Memang manusiawi. Tapi kayak bebek!”

“Maksud loe?”

Why don’t we try to think opposite?”

“Maksud loe?”

Menurut data yang gw kutip dari kolom Sisi Lain di Kompas Minggu, 26 Juli 2009 ini, ada sedikitnya 140 orang asing tetap datang ke Indonesia. Mereka ini nggak peduli adanya travel warning yang dikeluarkan dari negara mereka. Gary Simpson (36) misalnya. Warga Australia ini tetap datang ke Indonesia buat mengikuti turnamen golf internasional di Bumi Serpong Damai (BSD).

“Tak ada yang dapat memaksa saya untuk tidak datang ke Indonesia, karena ini menyangkut hidup saya,” kata pria asal Adelaide, Australia ini. “Meski pemerintah kami mengeluarkan travel warning, namun saya mengabaikan peringatan itu, karena saya yakin Jakarta sudah aman.”



Ini bukan think opposite, tapi nggak disiplin. Baik orang yang punya mobil maupun sopir, otaknya sama-sama perlu direparasi. Kedua sopir SIM-nya sama-sama "nembak" kali ya?

Seperti juga Simon Griffiths (35). Pria berkebangsaan Inggris ini juga cuek dengan travel warning negaranya. Ledakan bom yang menewaskan 9 orang itu nggak menyurutkan niatnya pergi ke Jakarta.

“Saya pikir nggak ada alasan lagi buat takut,” katanya. “Situasi ini bisa terjadi dimana saja, termasuk di London.”

Menurut Simon, Indonesia adalah salah satu negara yang paling indah di dunia. Hebatnya, dia berjanji akan mempromosikan Indonesia kepada teman-temannya agar mau datang ke Indonesia. Yang terpenting, katanya, nggak ada yang perlu ditakutkan di Indonesia ini.

That’s we call: THINK OPPOSITE! Yap! Berpikir dengan cara pandang berbeda. Bukan kayak bebek. Mengikut kebanyakan orang. Apa resiko think opposite? Nggak ada! Malahan justru memperoleh keuntungan. Nggak percaya? Mari kita pikir sama-sama penjelasan berikut ini.

Setelah ledakan bom, penjagaan pasti akan superketat. Nggak cuma di hotel-hotel, tapi juga di perkantoran, maupun mal-mal. Tentara ada dimana-mana. Polisi ditempatkan di sana dan di sini. Baik di hotel maupun di mal, para Security memerikas barang bawaan kita. Tas diperiksa. Mobil diperiksa. Kuku diperiksa. Eh, maaf! Yang terakhir nggak diperiksa oleh Security, tapi oleh Guru. Pokoknya serbaketat. Ada juga sih pemeriksaan yang nggak terlalu ketat.

Itu baru soal pengamanan. Gimana soal hotel atau penerbangan? Menurut data, paska pengeboman tanggal 17 Juli, tingkat occupation hotel menurun drastis, mencapai 20%. Tentu saja berkat travel warning itu. Ini juga berpengaruh pada jumlah seat di pesawat commercial yang biasa mengangkut bule-bule dari negara yang mengeluarkan travel warning itu. Jelas ini bisa merugikan bisnis hotel maupun penerbangan. Jelas pula, kondisi tersebut akan merugikan di sektor pariwisata dan industri formal maupun informal di tanah air.

Padahal, kalo orang berpikir think opposite, kesempatan paska bom justru sangat menguntungkan. Yaiyalah! Hotel-hotel sekarang lagi diskon buat menarik para tamu yang mau menginap. Mau merasakan hotel bintang lima kayak hotel Mulia? Saatnya sekarang ini. Kabarnya hotel yang berada di samping Lapangan Tembak, Senayan Jakarta membandrol harga menginap sampai 50%, cong! Soal kebenarannya, please check sendiri ya.

Soal keamanan, orang yang think opposite juga udah mengerti. Dimana-mana paska kerusuhan atau pengeboman, keamanan pasti ekstra ketat dan itu hampir dipastikan aman. Baik Tentara maupun Polisi pasti akan menjaga kondisi agar aman dan berjalan normal kembali. Nah, bukankah kita merasa jadi tamu VIP dengan penjagaan yang superketat itu? Kalo orang yang nggak berpikir think oppisite pasti akan menjawab: enggak tuh! Ngapain juga cari penyakit datang ke daerah bersticker travel warning.

Saya diceritakan oleh istri, ada seorang Turis mancanegara yang gokil. Dia benar-benar memanfaatkan situasi paska kerusuhan, perang, atau ledakan bom. Turis ini think opposite. Apa yang dilakukannya? Ketika paska pemboman Irak, dia terbang ke Irak buat berlibur. Setelah kerusuhan paska pemilihan Presiden Iran yang berhasil memenangkan Mahmoud Ahmadinejad, Turis ini berangkat ke Iran. Saya nggak dapat kabar, apakah Turis ini sudah tiba di Indonesia atau pergi ke negara yang baru selesai konflik.


Kalo ini nggak tahu apakah bisa disebut oppisite. Penjual makanan berdagang di balik tembok, sementara Pelanggannya yang kebetulan Pengemudi taksi kudu melewati tembok buat makan. Barangkali lebih tepat kalo disebut jajanan opposite kali ya? Maksudnya opposite the wall!

Dear friends, terkadang kita perlu juga think opposite. Kenapa? Ini buat merubah mind set kita yang secara stereotype udah terpola kayak bebek. Orang ke sana, kita ikut-ikutan ke sana. Orang pergi ke sini, kita ikut-ikutan pergi ke sini. Teman beli Blackberry, kita yang sebetulnya nggak butuh-butuh amat Blackberry jadi ikut-ikutan beli Blackberry, padahal ada sesuatu yang kita butuhkan dari gadget itu. Orang pake hotpants, kita ikut-ikutan pake hotpants. Padahal pantat kita tepos dan paha kita banyak korengnya. Orang lain pakai tank top di mal, kita ikut-ikutan pake tank top dengan alasan ikut-ikutan trend yang lagi happening. Padahal ketiak Anda bau dan bikin orang lain mau muntah. Sungguh jijay bajay bukan?

Terus terang memang susah think opposite. Saya juga seringkali susah merealisasikan mind set yang gokil ini. Namun, beberapa orang kreatif justru selalu berpedoman think outside the box. Ini sesungguhnya nggak beda sama think opposite. Orang lain sudah bikin kreatif dengan caranya, sementara kita kudu berpikir berbeda. Sutradara lain bikin film hantu, kita nggak perlu bikin film hantu-hantuan. Megawati Soekarnoputri-Prabowo nggak hadir dalam undangan Komisi Pemilihan Umum (25/7) dalam rangka penetapan hasil pemilihan suara, pasangan Jusuf Kalla-Wiranto tetap datang ke KPU. Padahal Jusuf Kalla-Wiranto sama-sama menolak hasil Pilpres 2009, sebagaimana Megawati-Prabowo. Namun, Kalla-Wiranto nggak kayak Megawati. Mau kalah dalam kondisi nggak curang di Pilpres 2004 apalagi curang, tetap aja nggak bisa mengakui kehebatan dan kemenangan lawan. Kalla-Wiranto adalah Politikus yang think opposite. So, mulai sekarang try to think opposite!.


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

No comments:

Post a Comment