Kalo ada survey yang mempertanyakan soal teroris, saya berani jamin mayoritas responden akan menjawab: FUCK TERORIST! Kebanyakan orang pasti akan membenci yang namanya teroris. Yaiyalah! Ngapaian pula pro dengan aktivitas yang dilakukan oleh teroris?
Namun, secara jujur kita pasti menyadari, di balik kebencian orang pada teroris, ada sebagian orang yang senang dengan eksistensi teroris. Mereka ini boleh jadi (mohon maaf) mengharap teroris nggak benar-benar habis. Analoginya, nggak mungkin memberantas yang namanya DVD bajakan atau menutup semua pabrik rokok setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan haram merokok, ya nggak?
Nah, berikut ini iseng-iseng saya meriset apa saja yang menyebabkan sebagain orang tetap senang dengan eksistensi teroris. Note ini bukan bermaksud memprovokasi, karena saya warga negara Indonesia yang memiliki hati nurani, baik budi, dan tidak sombong. Saya juga bukan ingin mem-brainwashed mereka yang benci pada teroris, karena di dadaku masih menempel Burung Garuda Pancasila. Saya cuma menyingkap realita. That’s it! Once again, this only a reality in our people, cong!.
• HIBURAN WARGA
Tertembaknya teroris selalu menjadi tontonan menarik. Padahal yang tertembak itu adalah tukang tembak, bo! Bisa jadi temannya teroris yang tertembak masih beredar di sekitar situ. Tetapi tetap aja warga sekitar berduyun-duyun hadir di TKP. Mereka ingin melihat dari dekat teroris yang tertembak itu, apakah ganteng atau jelek wajahnya.
Tertembaknya teroris membuat warga terhibur. Mereka berbondong-bondong ke TKP buat melihat korban. Kapan lagi melihat orang tertembak? Selama ini cuma bisa lihat di film-film. Selain datang ke TKP, mereka juga bisa mejeng bersama Reporter televisi. Kapan lagi bisa in frame di televisi. Ya, jadi 'artis' sehari gitu, loh! Menyenangkan bukan?
Gara-gara warga berkumpul, insting pedagang pun muncul. Banyak pedagang yang memanfaatkan kesempatan dengan membuka lapak dagangan mereka. Nggak heran omset mereka pun meningkat tajam. Sambil lihat teroris yang mati, sambil ngemil combro atau misro. Mantabs kan?
Tapi be carefull my friends! Biar nggak dilarang nonton dan berdagang di sekitar TKP, kita kudu waspada, karena biasanya banyak copet yang memanfaatkan momentum emas ini. Masa gara-gara lihat teroris yang berlumuran darah di jalan raya, uang gaji kita amblas? Jangan sampai terjadi, bo!
• MENUNJUKAN PRESTASI
Selama ini Densus sudah menunjukkan prestasi yang luar biasa. Beberapa teroris sudah berhasil ditaklukkan oleh salah satu bagian di Polri ini. Bayangkan kalo nggak ada teroris, maka Densus nggak terdengar. Yang terdengar cuma bagian-bagian yang sehari-hari bersingungan dengan masyarakat, misalnya dinas lalu lintas atau serse.
Dengan adanya teroris, maka prestasi Densus akan terlihat nyata oleh pemerintah dan warga negara Indonesia Raya ini. Dengan prestasi ini, Insya Allah gaji polisi yang berada di payung Densus akan terus meningkat tajam. Taruhlah gaji anggota Densus sebelumnya sudah Rp 4 juta/ bulan, maka dengan prestasi yang gemilang ini akan dinaikkan menjadi Rp 6 juta.
• MENGALIHKAN MASALAH
Sebelum tertembaknya teroris, ada kasus Century. Ada sebagian orang yang bergembira, kasus Century langsung menguap begitu teroris tertembak. Memang sih nggak menguap-menguap amat, tetapi paling tidak orang sudah nggak banyak lagi berbicara soal Century. Orang berbicara soal teroris yang tertembak, keluarga teroris, lokasi tempat teroris tertembak, dan lain-lain.
Apa kabar Pansus? Begitu berita teroris muncul, soal Pansus Century tenggelam, deh.
Padahal sebelumnya banyak demonstrasi yang kecewa dengan hasil pansus Century. Ada bakar-bakaran, merusak fasilitas negara, bahkan beberapa orang luka-luka saat demonstrasi Century. Namun begitu ada tertembaknya teroris, mayoritas orang langsung beralih ke isu teroris.
• MENAIKKAN OPLAH DAN RATING
Begitu ada penembakan teroris, bahkan jauh sebelumnya, media pasti akan mengulas soal teroris. Nggak cuma media cetak, tetapi media elektronik. Ini artinya apa? Artinya, berita soal teroris pasti bakal laris. Bakal menaikkan oplah dan meraih jumlah penonton televisi. Yaiyalah! Warga masyarakat ingin melihat secara langsung wajah teroris, lokasi kejadian, orang-orang yang berada di sekitarnya.
Pengejaran teroris di Aceh dan kematian Dulmatin di Pamulang menaikkan oplah koran dan juga rating televisi.
Penonton jadi punya program alternatif. Nggak cuma sinetron yang nggak mendidik itu, atau reality show yang sebenarnya nggak reality itu, tetapi berita soal teroris. Pembantu yang tadinya nonton infotainment, jadi suka memandangi wajah teroris yang sudah tertembak itu.
“Ih, wajah teroris itu imut banget sih,” kata si pembantu. “Aku jadi pingin mencubit pipinya!”
• KAYA MENDADAK
Dengan pembahasan soal teroris, mereka yang memiliki pendidikan soal terorisme pasti akan diundang atau menulis di media masa. Mending ngundangnya cuma sekali tampil, satu orang narasumber bisa seharian diinterview, lho! Ia muncul di pagi hari, lalu siangnya ada lagi, dan malamnya muncul lagi. Wajahnya sih nggak mungkin berubah. Yang berubah paling tidak pakaiannya aja. Saya nggak yakin soal celana dalamnya berubah, karena pasti sudah nggak sempat pulang ke rumah atau mandi. So, celana dalamnya dibolak-balik aja, deh.
Kalo sekali muncul di satu program dibayar Rp 2 juta, maka ia akan meraih Rp 6 juta kalo muncul di tiga program. Angka segitu baru satu hari. Nggak mungkin kan ia muncul cuma 1 hari? Bayangkan kalo ia muncul selama 3 hari, maka ia akan meraih honor Rp 6 juta X 3 hari = Rp 18 juta. Menyenangkan bukan?
• MEMUNCULKAN KREATIVITAS INSTAN
Begitu ada isu teroris, otak kanan kita langsung berpikir kreatif. Jago-jago grafis langsung membuat disain-disain yang gokil. Nggak heran muncul kaos-kaos dengan grafis dengan tulisan yang tema-nya teroris. Rata-rata memang mengecam teroris, tetapi seujujurnya teroris jadi ide grafis di kaos itu kan?
Nggak cuma kaos, tenaga-tenaga kreatif lain juga memanfaatkan momentum teroris. Ada yang membuat stiker, topi, boneka, dan pernak-pernik lain yang semuanya bertema teroris. Lebih dari itu, SDM-SDM yang jago bermusik, mendapatkan inspirasi dari eksistensi teroris dengan membuat lagu bertemakan teroris. Memang semangat lagunya adalah membenci teroris, tetapi kalo lagunya laku, mereka kan mendapatkan keuntungan ya nggak?
SDM-SDM yang jago membuat film pun nggak kalah sengit. Mereka langsung membuat film bertema setan-setanan. Lho apa hubungannya ya? Kelihatannya memang nggak ada, tetapi buat para Produser atau Sutradara, setan itu ibarat teroris. Dengan kata lain, teroris itu manusia setan. Masa orang hidup dimatikan dengan cara nge-bom?
Di luar itu semua, ada lokasi kejadian, nama orang, atau toko yang ngetop gara-gara teroris. Dalam konteks kematian Dulmatin, lokasi yang ngetop adalah Pamulang. Lokasi ini menjadi lokasi yang paling banyak dibicarakan dalam beberapa hari ini, bahkan hitungannya bukan hari, tetapi berminggu-minggu. Nah, apakah gara-gara Pamulang ngetop tanah di sekitar situ menjadi naik harganya? I don't know!
Multiplus yang sekarang ngetop berat. Selama ini orang lebih tahu Multi Level Marketing (MLM) ketimbang Multiplus. Blessing in disgues!
Toko Multiplus juga ngetop berat. Nggak perlu beli spot iklan di televisi atau membuat print-ad di harian Kompas yang harganya selangit, Multiplus akan diucapkan oleh Reporter atau ditulis di media cetak sebanyak-banyaknya. Padahal kalo di televisi, sekali adlips nilai rupiahnya lebih dari dua juga. Bayangkan kalo diucapkan seratus kali, nggak bakalan kuat bayar. Nah, dengan adanya kematian Dulmatin, Multiplus kayak mendapatkan blessing in disguise alias rahmat tersembunyi di balik malapetaka. Selama ini orang paling-paling kenal dengan Multi Level Marketing (MLM). Jadi menguntungkan buat Multiplus bukan?
B for better Indonesia
No comments:
Post a Comment