PEMANGKU KEPENTINGAN MENOLAK PENGESAHAN RUU PERFILMAN
To : Komisi X DPR RI
Kepada Yth.: Komisi X DPR RI
Pemangku Kepentingan Menolak Pengesahan RUU
Pada bulan April 2008 Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia memutuskan bahwa UU No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman hanya berlaku secara konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) dan bertentangan dengan perkembangan zaman sehingga harus segera direvisi.
Menindaklanjuti Putusan MK tersebut, melalui Rapat Paripurna 29 April 2009, DPR-RI telah menyepakati untuk menjadikan RUU Perfilman sebagai RUU Inisiatif dan pembahasannya dilakukan oleh Komisi X. RUU Perfilman direncanakan akan disahkan dalam masa sidang terakhir DPR-RI periode 2004-2009 pada akhir September mendatang.
Menyikapi rencana tersebut di atas kami –para pelaku aktif perfilman Indonesia– menyatakan:
Pertama
Mendukung inisiatif untuk mengubah UU No. 8/1992 tentang Perfilman.
Kedua
Naskah RUU Perfilman saat ini belum secara spesifik mencantumkan kewajiban pemerintah dalam memfasilitasi kemajuan pendidikan perfilman dan secara sistematik memberikan insentif langsung bagi industri film Indonesia, dua faktor kunci dalam pengembangan perfilman nasional. Bahkan, peran negara dalam RUU ini menunjukkan intensi pengekangan melalui birokratisasi perfilman yang tidak mencerminkan semangat membangun industri kreatif yang sedang diupayakan pemerintah.
Ketiga
Kami telah menyampaikan masukan (baik secara lisan maupun tertulis) untuk menghasilkan Undang-undang Perfilman yang menjamin pertumbuhan perfilman Indonesia yang lebih baik namun ternyata hingga saat ini belum diakomodir seluruhnya. Segala bentuk penolakan akomodasi atas masukan kami sampai saat ini tidak dinyatakan secara terbuka dan tanpa argumentasi yang jelas.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas kami meminta Komisi X DPR-RI (2004-2009)untuk:
1. Menyosialisasikan setiap tahap pembahasan RUU Perfilman sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Tindakan sosialisasi ini harus dilakukan dengan menyediakan waktu yang cukup agar para pemangku kepentingan dapat memberikan pertimbangannya.
2. Melanjutkan pembahasan intensif dengan proses yang inklusif dan melibatkan partisipasi aktif para pemangku kepentingan terkait agar isi RUU Perfilman tidak menghambat perkembangan film Indonesia yang tengah berjalan dengan baik.
3. Tidak terburu-buru mensyahkan RUU ini walaupun masa baktinya akan segera berakhir sebab undang-undang harus dapat menjawab tantangan jangka panjang.
Jakarta, 26 Agustus 2009
1. Abduh Aziz (dosen)
2. Alex Sihar (pengelola festival & komunitas)
3. Chand Parwez Servia (produser)
4. Christine Hakim (aktris)
5. Deddy Mizwar (aktor & sutradara)
6. Farishad I. Latjuba (sutradara)
7. Garin Nugroho (sutradara)
8. Lalu Roisamri (pengelola festival)
9. Lisabona Rahman (kritikus & pengelola bioskop non-profit)
10. Mira Lesmana (produser & dosen)
11. Nia Dinata (produser & sutradara)
12. Prima Rusdi (penulis skenario)
13. Shanty Harmayn (produser)
14. Slamet Rahardjo (aktor & sutradara)
15. Riri Riza (sutradara & dosen)
16. Zairin Zain (produser)
No comments:
Post a Comment