Ketika beroperasi tahun 2004, busway mendapat banyak kecaman. Yang paling sering, busway dibilang biang macet. Sebenarnya kecaman itu asalnya dari mereka yang biasa menggunakan mobil pribadi. Bahkan nggak pernah naik kendaraan umum. Artinya, Pengecam itu nggak mewakili mayoritas warga Jakarta.
Meski dihujani kecaman, Gubernur Sutiyoso waktu itu nggak peduli. Doi konsisten dengan jenis angkutan umum masal yang punya jalur sendiri ini. Dengan punya jalur sendiri, moga-moga mereka yang biasa pakai mobil pribadi menggunakan busway sebagai sarana transportasi.
Putaran Busway di Harmoni. Dahulu di putaran ini ada pohon yang menghalangi jalur busway. Konon pohon itu sempat memakan korban, salah satunya korban perasaan.
Betapapun pedas kritikan terhadap busway, angkutan ini tetap dianggap sebagai sebuah sistem transportasi yang bisa menghemat energi. Kenapa begitu? Beberapa pakar transportasi bilang, salah satunya Brillianto, busway menggunakan bahan bakar gas yang jelas nggak berpolusi dan hemat. Lalu, busway bisa mendesak para Pengguna mobil pribadi agar kapok bermacet-macetan di jalan. Kalo udah kapok, mereka akan meninggalkan mobilnya. Dengan begitu, bahan bakar yang biasa diisi ke kendaraan pribadi mereka, bisa dihemat.
Jembatan transit di perempatan Cempaka Putih. Keren, sayang belum dipergunakan. Kalo dipergunakan, Nenek-Nenek dan Kakek-Kakek kayaknya nggak bisa jalan lewat situ deh. Terlalu panjang. Ngerinya belum sampai ke halte, jangan-jangan mereka udah keburu menghembuskan nafas terakhir. Kalo itu kejadiannya, bisa berabe urusannya.
Kalo kita menengok kota-kota besar di luar Jakarta, mereka lebih suka menggunakan angkutan umum. Tengok aja Jepang. Angkutan umumnya kereta listrik (densha), kereta listrik bawah tanah atau subway (cikatetsu). Bahkan Jepang udah mengoperasikan jalur subway jurusan Nagoya-Sakee sejak 15 November 1957. Sekarang ini Jepang udah punya banyak jalur cikatetsu dengan panjang total 89 km. Jalur ini bisa mengangkut Penumpang rata-rata berkisar 1.100.000 orang per hari. Gokil nggak tuh?!
Pintu masuk Penumpang. Ada beberapa halte yang menggunakan kartu. Kartu itu kudu dimasukkan ke dalam kotak yang ada di mesin ini. Begitu kartu masuk, secara otomatis besi penghalang bisa terbuka kalo didorong. Ada pula halte yang cuma pake tiket kertas.
Itu tadi kereta api, gimana busnya? Bus dalam kota udah beroperasi sejak 1 Februari 1930. Sekarang ini, panjang jalur bus mencapai 746 km dan bisa memboyong Penumpang sejumlah lebih dari 400.000 orang per hari.
Demi menjaga kebersihan, di halte busway disediakan tempat sampat. Tapi yang boleh dibuang ke situ sampah-sampah sederhana, nggak bisa sampah masyarakat, cin!
Sekadar info, yang naik angkutan umum kayak kereta api atau bus, bukan cuma kelas menengah ke bawah, cin! Tapi Executive Muda, bahkan Direktur perusahaan yang pake jas, nggak malu naik kendaraan umum. Beda banget di Indonesia ini, khususnya Jakarta. Kita menganut budaya: yang penting gaya dan gengsi. Meski gaji kecil, kudu naik Mercy. Gengsi banget kalo Executive Muda naik busway, apalagi Metromini.
Seorang Petugas penjaga Penumpang masuk. Kalo Penumpangnya sedikit, biasanya Petugas-Petugas ini sibuk ngutak-atik handphone. Kalo nggak main game, ya kirim SMS.
Iya sih sistem transportasi kita belum manusiawi. Iya juga sih kalo penduduk Jakarta udah kebanyakan, sehingga kalo naik kendaraan umum sering umpel-umpelan. Betul juga sih, perbandingan antara jumlah kendaraan bermotor dan luas jalan nggak dipikirin sih. Tiap hari pasti ada mobil baru, motor baru, dan ujung-ujungnya menambah kemacetan baru. Kalo saja Indonesia nggak berhutang banyak ke Jepang, mungkin Pemerintah dengan tegas bisa membatasi pembelian mobil atau motor terbaru. Mereka yang udah punya satu mobil dilarang membeli mobil lagi.
Jubelan Penumpang yang ada halte transit Harmoni. Biasanya halte transit memang penuh orang. Maklum, busway itu murmer. Cuma dengan 3500 perak, bisa keliling Jakarta, bahkan ke Kali Deres, Tangerang segala. Satu-satunya cara supaya nggak bayar ongkos lagi, ya sering-seringlah main ke halte transit.
Nyatanya, ada sebagian besar masyarakat yang sadar juga, mencoba beralih dari mobil pribadi ke busway. Ada yang cuek tetap bermacet-macet ria dengan mobil pribadi, karena udah kadung nyaman hidup dengan mobil yang berpenyejuk udara, yang memiliki seperangkat set audio canggih, dan televisi mungil yang bisa memutar DVD sesuka hati. Meski udah dibuka beberapa Koridor, si Pemilik mobil pribadi ini nggak bergeming buat pindah. At least merasakan kenikmatan hidup bermasyarakat di dalam busway.
Pintu otomatis yang bisa membuka-menutup sendiri tanpa disuruh-suruh. Biar ada pintu otomatis, Penumpang biasanya tetap nggak sabaran masuk ke dalam bus, sehingga nunggunya bukan di depan pintu, tapi di luar pintu.
Kini, usia busway udah memasuki hampir lima tahun. Nggak terasa ya? Habis nggak pernah dirayakan sih ultahnya. Lalu apa kabar busway di usianya yang ke-5 tahun?
Lihat sendiri kan? Pintu otomatis yang dicuekin oleh Penumpang. Kalo pintu itu bisa ngomong, pasti doi protes berat: "Kok aku dicuekin gitu sih? Aku kan pengen hidup bebas?"
Kayak pertama kali beroperasi, busway tetap aja mendapat kritikan tajam. Padahal Gubernur udah bukan Bang Yos lagi, tapi Bang Kumis alias Fauzi Bowo. Kritikan itu bukan cuma soal busway yang bikin macet. Tapi gara-gara banyak Koridor yang belum juga dibuka-buka, dimana halte dan jembatannya udah berdiri dengan gagah perkasa. Padahal untuk membuat halte busway plus tangga ke halte, pasti lebih dari 50 jutaan. Kebayang saat ini banyak halte nganggur, halte yang menunggu busway lewat di situ. Halte-halte kosong itu udah banyak yang berdebu, lampu-lampunya banyak yang dicolongin, jadi tempat laba-laba membuka sarang, dan kalo nggak dipergunakan tahun ini, boleh jadi besi-besinya bakal dicolong maling.
Daripada nunggu lama busway berikut, mending para Penumpang busway rute Kali Deres ini rela umpel-umpelan di dalam bus.
all photos & video copyright by Brillianto K. Jaya
No comments:
Post a Comment