Semenjak masuk ke areal eks kampus gw di Depok, sikap sirik gw tiba-tiba muncul. Gw jadi sebel dengan situasi, dimana gw seolah dihadapkan pada sebuah pertanyaan tentang eksistensi diri gw saat ini. Kenapa begini? Kenapa begitu? Seharusnya gw baru menjadi mahasiswa tahun 2009 ini. Bukan sepuluh tahun yang lalu! Dimana segala yang ada di mantan kampus gw itu serba terbatas.
Sungguh sangat menyesal diri gw ini. Ibarat kata, dahulu gw nggak menikmati apa yang sekarang dinikmati oleh mahasiwa-mahasiswa di eks kampus gw itu. Padahal kalo dahulu kala udah ada, gw jamin, nggak banyak mahasiswa yang naik kendaraan bermotor. Ujung-ujungnya, pihak Rektorat nggak akan menebangi pohon-pohon yang tumbuh alamiah di sekitar kampus dan lantas digantikan gedung-gedung yang sesungguhnya nggak perlu-perlu amat.
Apa sih yang membuat gw menyesal?
Sepeda! Hah?! Sepeda?! Yap! You know what, sejak Rektor Universitas Indonesia (UI) dijabat oleh Prof. Dr. Gumilar R Soemantri, UI memberikan fasilitas ke para mahasiswanya buat menggunakan sepeda gratis. Mahasiswa yang hendak menggunakan sepeda, cukup menunjukan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) pada Petugas yang menjaga halte tempat sepeda berada.
Luar biasa bukan?
Sementara sebagian mahasiswa Yayasan Administrasi Indonesia (YAI) dan Universitas Kristen Indonesia (UKI) masih sibuk lempar-lemparan batu mirip anak SMU yang kampungan dan primitif, UI udah punya fasilitas sepeda buat mahasiswa. Fasilitas ini jelas antitawuran dan justru malah bikin sehat diri kita. Dengan sepeda, mahasiswa bebas berkeliling mengitari wilayah area kampus. Nggak cuma dari satu gedung ke gedung lain. Tapi ke tempat-tempat yang ada di UI, termasuk ke danau yang biasa tempat orang pacaran itu.
Saat ini baru terdapat sekitar 200-an sepeda yang tersebar di 13 halte. Jumlah ini tentu nggak cukup kalo dibandingkan dengan jumlah mahasiswa UI sekarang yang udah mencapai sebanyak 35.000 orang. Namun, kalo diperas 50% dari 35.000, tentu belum setengahnya menikmati fasilitas sepeda gratis ini. Maklum, mahasiswa UI yang sekarang beda banget dengan mahasiswa UI zaman dahulu kala, termasuk zaman gw.
Sepuluh tahun lalu, UI belum sekapitalis sekarang. Gedung-gedung dan lahan-lahan parkir kendaraan bermotor masih nggak begitu banyak. Pohon-pohon karet masih banyak dibiarkan tumbuh. Buat menghirup udara suegar pun bisa kapan aja. Begitu sampai halte UI, kita bisa lepas dari kepenatan dan polusi yang ada di jalan Margona. But look at now! Udara sekarang di UI nggak semurni dahulu. Udah banyak terpolusi oleh kendaraan bermotor. Maklum, kendaraan bermotor udah banyak. Nggak heran kalo menurut sang Rektor yang termasuk Rektor termuda ini, mahasiswa UI sekarang menuntut ruang kelas yang memiliki pendingin udara alias AC.
Memang sih harus gw akui, tahun depan UI punya target masuk dalam peringkat seratus Perguruan Tinggi (PT) terbaik di dunia. Dimana hal tersebut kudu membutuhkan fasilitas maupun infrastrktur yang sepadan dengan PT kelas dunia lain. Saat ini berdasarkan Times Higher Education- QS World University Rangking (THE-QS World) periode 2008, UI menduduki peringkat 287 dari 500 perguruan tinggi terbaik di dunia. Peringkat ini masih lebih baik dibanding ITB dan UGM yang masing-masing berada di peringkat 315 dan 316.
By the way busway THE-QS World itu mahkluk apaan, cong?
THE-QS World itu sejenis mahluk yang memamah biak. Eh, bukan ding! THE-QS World itu sebuah lembaga yang bertugas membuat peringkat-peringkat PT di seluruh dunia. Lembaga ini mensyaratkan empat kriteria dalam pemringkatan. Pertama soal kualitas penelitian (research quality). Lalu kualitas pengajaran (teaching quality). Selanjutnya kualitas lulusan (graduate employability). Yang terakhir, aspek internasional (international outlook). UI berhasil mengantongi nilai signifikan pada aspek kualitas penelitian. Indikator dari aspek ini ialah persepsi mengenai UI dari para responden (peer review) di seluruh dunia. Selain itu, indiktor lainnya yakni jumlah kutipan (citations per faculty) dari paper ilmiah yang dihasilkan UI.
Menurut pak Rektor, dengan pencapaian target tahun 2010, UI bakal mendapatkan kepercayaan warga negara Indonesia sebagai bagian PT incaran. Maksudnya, kalo selama ini orang-orang kaya mengkuliahkan anak-anak mereka ke luar negeri, nah, tanpa perlu ke luar negeri, di UI pun juga berkualitas kok PT-nya. Soalnya, UI udah jadi PT kelas dunia. Hal tersebut jelas akan membangkitkan rasa percaya diri bangsa Indonesia dalam hal PT, ya nggak?
Sebagai mantan alamuni UI, gw mah bangga-bangga aja dengan target itu. Tapi soal eksistensi sepeda yang baru ada setahun ini, gw tetap aja cemburu. Diriku dicemburui olehmu alias sepeda kuning itu. Meski para mahasiswa yang menggunakan sepeda ini kudu melewati track yang jalurnya masih terbatas ini, buat gw yang ngefans berat bersepeda tetap menarik ide bersepeda di lingkungan kampus.
Selain menyehatkan badan, bersepeda di kampus menekan jumlah para kaum kapitalis yang ada di lingkungan UI. Memang sih, ide bersepeda yang dilakukan mahasiswa bukan konsep baru. Di Yogya hal ini banyak kita jumpai. Kalo di Jakarta, Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Drikarya udah lama membuat tradisi bersepeda bagi para mahasiswa. Nah, UI sebagai PTN yang dianggap elit, sangat luar biasa bisa menciptakan tradisi bersepeda bagi para mahasiswanya.
So, sambil kejar target agar masuk 100 PT terbaik di dunia, nggak salah dong kalo jalur track sepeda di UI diperbanyak. Kalo perlu para Pengayuh sepeda dibebaskan berada di jalan aspal. Kalo perlu juga, seluruh wilayah UI dibebaskan dari kendaraan bermotor. Mereka yang mau ke kampus cukup naik bus kuning, sepeda, atau jalan kaki. Kendaraan bermotor para Kapitalis direlokasikan ke sebuah tempat khusus. Wah, kalo ini bisa terjadi, selain sebagai PT terbaik karena memenuhi empat kriteria yang disyaratkan THE-QS World tadi, UI bisa menjadi green campus.
“Ah, menghayal aja loe, Man!” ujar sohib gw yang tiba-tiba menepuk tangan gw. Agak kaget juga ditepuk sama sohib gw itu. Gw yang sempat ngiler terpaksa harus membasuh wajah agar menjadi pria keren lagi kayak Ariel Peter Pan.
“Namanya juga usaha, Bro!”
"Kalo mau usaha yang halal dong!"
"Lho, memangnya mengalahkan kendaraan bermotor dengan sepeda nggak halal? Mengalahkan kapitalis agar nilai-nilai kerakyatan dan cinta lingkungan bisa tumbuh bersemi dianggap haram?"
"Wah, kalo soal halal atau haram, mending kita sama-sama ke MUI gimana? Gw takut salah soalnya. Wong main Facebook aja dibilang haram, kok!"
all photos copyright by Brillianto K. Jaya
No comments:
Post a Comment