Dua hari menjelang nyontreng, sebagai warga negara Indonesia yang berguna bagi nusa dan bangsa, gw belum dapat undangan. Kalo undangan kawinan temen-teman yang ngebet kawin mah banyak. Yang dimaksud undangan buat nyontreng, bo! Masa gw dipaksa buat golput? Ogah, ah!
Yap! Terus terang, gw punya prinsip yang nggak bisa ditawar-tawar lagi. Gw nggak mau ikut-ikutan kayak orang-orang tolol yang punya hak dan kesempatan, tapi nggak dimanfaatkan. Gw nggak mau terpengaruh oleh bujuk syeitan yang mengatatakan, Golput lebih nikmat daripada nggak Golput. Memutuskan buat nggak milih lebih indah daripada membuat negara ini tambah hancur lebur. Lho kok prinsipnya aneh?
Yaiyalah aneh! Katanya cinta bangsa? Katanya pengen berjuang agar Indonesia tetap eksis? Gimana mau menunjukan rasa cinta atau berjuang kalo kita sendiri nggak menggunakan hak kita sebagai warga negara yang baik? Dengan Golput, menurut gw elo sama aja membiarkan Indonesia hancur lebur. Membiarkan Indonesia apa adanya. Kita masuk ke dalam golongan apatis. Ada temen gw yang bilang: "Gw ini Golput. Tapi Golput yang berpikir". Lucu! Mana ada Golput tapi berpikir? Nonsense! Bullshit!
Awalnya kenapa pada H-2 belum terima undangan nyontreng, gw baru ngerti. Ternyata Komite Pemilihan Umum (KPU) masih pusing ngurusin masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT). Nggak heran headline berita di koran dan televisi membahas kisruh soal DPT. Allhamdullillah, H-1 gw dapat undangan pernikahan, eh salah, undangan buat nyontreng, ding.
Terus terang, ada kekawatiran dalam sanubari gw. Kenapa? Soalnya, kalo salah pilih Caleg, gw sama aja memasukkan Manusia "nakal" duduk di kursi Legislatif. Sebaliknya, kalo gw nggak nyontreng, gw menutup kesempatan Manusia "bersih" buat memperjuangkan eksistensi Indonesia ini. Bingung dah gw yang ganteng ini. Nggak heran gw kudu lapor dulu ke sang Pencipta. Setelah sholat dhuha, sholat isthikarah, finnally gw beranikan diri buat masuk ke bilik suara dan mencontreng. Terus terang, gw nggak kenal dekat siapa Caleg yang gw contreng. Tapi moga-moga dengan bantuan Tuhan, pilihan gw tepat dan moga-moga gw bisa mempertanggngjawabkan. At least, gw kenal dengan sepak terjang Partai si Caleg itu lah.
Mungkin ini Pemilu yang ke-4 yang gw ikut. Beda Pemilu kali ini, gw kayak baca koran di bilik suara. Buat yang milih, pasti ngerti maksud gw. Kertas suara itu, bo! Gede banget! Beberapa menit habis buat membuka kertas dan menutup kertas. Bayangkan kalo si Pemilih itu adalah (maaf) Tuna Netra, pasti butuh waktu lebih kurang 15 menit buat membuka, membaca huruf braille, memilih, dan menutup kertas. Kalikan aja kalo satu orang butuh minimal 10 menit, sementara jumlah Pemilih rata-rata 200-an. Tapi biasanya, Pemilih yang mau mencontreng, lebih dulu melihat papan Caleg yang dipajang, sebelum mendaftar.
Gw nggak jamin apakah satu suara gw bisa memperbaiki Indonesia di lima tahun mendatang. Namun gw yakin 100%, satu suara gw sangat berarti buat Indonesia yang gw cintai ini. Buat gw, nggak ada cara lain buat membantu Indonesia, selain ikut mencontreng dan nggak Golput. Moga-moga Tuhan memaafkan teman-teman gw yang katanya menyatakan diri sebagai Warga Negara Indonesia dan tinggal serta makan-minum di Indonesia ini tapi nggak menggunakan haknya. Amin!
No comments:
Post a Comment