Meski Pemilu Legislatif udah kelar, namun ada sebagian elit politik yang masih mempersoalkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang amburadul. Elit nggak melihat sisi lain selama penyelenggaraan Pemilu itu sendiri, yakni stabilitas politik yang relatif aman.
Kayak-kayaknya DPT menjadi ukuran "dosa" terhebat Komite Pemilihan Umum (KPU) dalam sejarah Pemilu 2009. Artinya, dengan carut-marut DPT, maka Pemilu dianggap gagal dan nggak sah, nggak jurdil. Ini menurut gw too much. Terlalu berlebihan melakukan pengadilan Pemilu cuma dengan melihat DPT. Gw malah curiga, elit-elit yang ingin mengambil kekuasan mempolitisir situasi dengan menghebohkan masalah ini.
Sebagai sebuah proses demokrasi, kayak-kayaknya ini jadi pengalaman dalam Pemilu langsung. Ingat! Kita baru dua kali melaksanakan Pemilu langsung. Yang pertama tahun 2004 lalu yang dianggap sukses. Memang sih, harusnya KPU tinggal mencontoh apa yang kurang di Pemilu 2004 lalu. Gw lihat, KPU berusaha memperbaiki diri, khususnya untuk kasus DPT, di Pemilu Capres nanti.
Sambil menggunggu aksi KPU, ada baiknya kita flashback dikit ke masa-masa kampanye. Silahkan menikmati foto-foto hasil "jepretan" gw, anak Betawi yang sok belajar demokrasi.
Tiap ada Partai "besar" yang menggunakan Gelora Bung Karno, pasti ada aksi desak-desakan kayak gini. Makumlah orang Indonesia, budaya antri masih "asing". Yang ada budaya "hutan": siapa yang kuat, dia yang akan duluan...
Kalo pintu terlalu jauh, yang dijadikan jalan buat masuk ke lokasi utama kampanye adalah "jalan tikus". Kebetulan "jalan tikus" ini nggak ada tangga, karena memang sebetulnya nggak buat jalan. Oleh karena itu, inisiatif panitia kampanye, dibuatkan tangga dari tumpukan batu plus ban bekas.
Kalo lapangan tempat kampanye laku, artinya selalu dipakai buat kampenye terbuka, maka banyak poster atau bendera yang sisa kampanye sebelumnya. Nah, tumpukan "sampah" itu adalah bekas bendera-bendera dan spanduk-spanduk partai sebelumnya. Nggak asyik dong, masa ada bendera partai lain ketika kampanye partai kompetitor?
Kotak kosong bekas minuman mineral dijadikan pelindung supaya nggak kepanasan. Ini ketika sebuah partai melakukan bagi-bagi brosur ketika terik matahari lagi gokil-gokilnya
Soal perut nggak kenal desak-desakkan. Peristiwa "kehebohan" saat bagi-bagi makanan ini menjadi pemandangan umum tiap kampanye terbuka gede-gedean di Gelora Bung Karno. Nggak ada satu simpatisan yang mau datang kalo nggak dapat makan, even makanannya cuma nasi dan sepotong ayam. Padahal selain makan, mereka ini juga udah dikasih duit. Ngga mau rugi...
Ini adalah kupon makanan yang dibagi-bagikan oleh Kordinator Kampanye before ke lapangan. Gara-gara nggak ada kupon, siap-siap si Simpatisan digiring Satgas Partai. Sebab, disangka Penyusup.
Doi bukan Pedagang kaki lima yang siap dagang. Tapi seorang Petugas yang menjaga beberapa karung berisi kaos Partai. Soalnya ada Simpatisan yang datang ke lokasi kampanye belum mendapatkan kaos. Sisa kaos, biasanya dibagikan ke Pedagang atau Pemulung di sekitar lokasi kampanye.
Anak muda ini kakinya luka kena bambu yang dipergunakan buat bendera partai. Doi nggak berasa kakinya udah banyak darahnya. Maklum, pada saat luka dan berdarah, doi lagi asyik berjoget di depan panggung. Ya begitulah, gara-gara "terhipnotis" aksi panggung band atau penyanyi, luka yang berdarah-darah udah nggak ada artinya...
All photos copyright by Brillianto K. Jaya
No comments:
Post a Comment