Thursday, February 22, 2007

BAKTI SOSIAL YPK 2007

Jumat, 27 Juli 2007, pukul 18.45 WIB

Setelah melakukan survey lokasi ke Sekolah Darurat, sebagai Ketua Almuni YPK, Ipank akhirnya menyetujui usulan Anto buat melakukan bakti sosial (selanjutnya: baksos) ke Sekolah Darurat Kartini. Sebuah sekolah yang berlokasi di kolong jembatan tol Ancol. Syukurlah, Ipank belum kapok datang ke sekolah yang jumlah siswanya mencapai 500-an orang itu, setelah peristiwa “jumpa fans” mendadak pas survey.

Malam itu, di rumah Arti di bilangan Daksinapati, Rawamangun, sudah ada Ipank dan Arti. Mereka merencanakan akan meeting “kecil” sebelum belanja kebutuhan buat disumbangkan ke sekolah itu. Beberapa teman YPK sempat dihubungi untuk hadir di rumah Arti. Ya, buat apa lagi kalo bukan untuk urun rembuk soal baksos esok hari. Anto dan Ijam ikutan hadir malam itu. Mereka semangat buat mensukseskan baksos YPK pertama ini. Bahkan Ijam sempat dorong-dorong mobil dulu, gara-gara aki mobilnya soak. Gak apa-apa ya Jam? Yang penting niat elo tulus dan iklas buat bantuin baksos. Oh iya, kalo ada yang protes mana Anto? Kok di foto gak ada? Tampang Anto emang gak pernah muncul. Ya, begitulah nasib kalo jadi seksi dokumentasi. Selalu behind the scene alias di balik kelambu.

Menurut Ibu Ryan dan Ibu Rossy -selaku Kepala Sekolah Darurat Kartini- , sebaiknya diberikan sembako aja. Alasan mereka yang dikenal sebagai Ibu Kembar itu, sumbangan sembako lebih langsung dinikmati anak-anak dan keluarga mereka. Mereka memang gak mau banyak-banyak menerima uang cash, karena banyak oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memanfaatkan uang sumbangan, masuk ke dalam kantong pribadi. Istilahnya: memanfaatkan kemiskinan demi ambisi pribadi. Walhasil, Ipank menginstruksikan buat membelikan lebih sembako dari uang sumbangan itu. Anto mengusulkan agar gak perlu banyak item belanjaannya. Yang paling penting beras dan “teman-teman”-nya beras. Ade dan Arti setuju.

Malam itu, sumbangan masih terus mengalir. Kita tahu, info baksos kurang dari sebulan. Awalnya, kas YPK cuma satu juta tujuratus ribu rupiah. Eh, dalam tempo dua minggu naik menjadi dua juta, trus tiga juta, dan sampai malam itu terhitung mencapai angka lima juta enam ratus ribu rupiah. Uang segitu belum termasuk sumbangan lain dari seorang dokter rekan Ipank berupa beras 200 kg dan 100 kg lagi dari salah seorang rekan YPK, lalu dari teman-teman lain. Wow?! Luar biasa bukan?! Tak heran sebagai Ketua YPK, Ipank bangga pada partisipasi anggota YPK yang telah menyumbang. Thanks, Bro! Semoga sumbangan teman-teman dicatat Allah. Amin. Buat yang belum nyumbang atau nyumbangnya masih dikit, nyumbang lagi ya...hehehe, karena kita masih akan melakukan next baksos.

Tiba waktunya mengkalkulasi uang senilai lima juta enam ratus ribu itu. Buat apa? Apakah semuanya dibelikan sembako? Berapa rupiah dibelikan beras? Trus ada gak yang diberikan cash? Nah, hal-hal kayak gitulah yang dibicarakan di meeting “kecil” di rumah Arti malam itu. Lihatlah wajah Ade yang serius menghitung-hitung uang yang akan dibelanjakan. Sementara Arti sibuk menulis apa-apa yang akan dibeli dan berapa jumlahnya.

Seperti di dalam gedung bundar MPR/DPR, terjadi perdebatan seru dari masing-masing fraksi. Dari fraksi Partai Rambut Uban diwakili Ijam. Wakil dari Partai Selebritu Mabuk Bae diwakili Ipang. Wakil Partai Kumis Tebal dikomandoi Anto Prodjo. Sementara wakil fraksi Partai Perempuan Asoy Geboy diwakili Ade dan Arti. Meski adu debat, tapi mereka tetap berkepala dingin. Gak sampai lempar-lemparan sandal. Walhasil, kami putusin dari lima juta enam ratus ribu rupiah itu alokasikan tiga juta cash dan sisanya belanja sembako.

Tuesday, February 20, 2007

FUTSAL

Kalo ada kemauan, pasti ada jalan. Ada gula ada semut. Begitulah pepatah kuno yang meski gak nyambung, tapi tetap up date. Meski dimana-mana hujan, banjir, dan macet, beberapa anak Labs 88, tetap punya jalan untuk melaksanakan kegiatan main futsal di Kemang. Ipang, Trige, Anto, Kiki, Pepi, dan Dady membuktikan itu. Pada Jumat malam, 8 September 2007 lalu, mereka berfutsal-futsal ria. Selain mereka, hadir pula Dina, Salsa, Ade Riana, Acing, Taya, dan Ijam. Kehadiran mereka menjadikan suasana gerimis yang mengundang menjadi hangat, sehangat kompor gas.


Bak tim nasional, persiapan mereka untuk main futsal luar biasa. Setidaknya begitulah pikir anak-anak Labs 88 itu. Selain bawa celana pendek dan kaos ganti, mereka membawa sepatu kets dan handuk kecil. Bahkan ada yang bawa kaca mata renang, sapu tangan, bando, jepitan rambut, sendok dan garpu segala. Entah buat apa aksesoris yang gak nyambung untuk melaksanakan futsal malam itu. Namun bisa dimaklumi. Acara main futsal ini baru pertama kali dilakukan. So, kalo ada aksesoris yang gak nyambung, ya wajarlah.


Trige dan Dady bisa jadi dua rekan kita yang cemerlang main futsalnya. Kalo ada pemilihan Abang-None Futsal, barangkali mereka bisa terpilih menjadi peserta favorit. Betapa tidak, permainan futsalnya aduhai. Gocek sana, gocek sini. Tendang sana, tendang sini. Sundul sana, sundul sini. Goyang sana, goyang sini. Pokoknya seru. Permainan Trige mengingatkan kita pada permainan Inul Daratista, eh salah Rully Nere. Sementara permainan Dady mengingatkan kita pada aksi Anthonio Kasparov. Dengan skill yang luar biasa, segala sudut di lapangan futsal, mereka hajar tanpa sisa. Tak heran gawang musuh jebol tak karuan.

Pada awal-awal permainan, tim dibagi 2 pemain. Masing-masing 3 pamain. Tim A dikomandoi oleh Kiki dibantu Anto dan Pepy. Tim B dikomandoi Ipang dibantu Trige dan Dady. Detik-detik pertama, Tim A terus menerus diserang. Gol-gol indah dan gak indah terus digulirkan Tim B. Menurut jubir Tim A, Kiki, “Jagoan biasanya kalah dulu”. Ternyata, sampai dengan akhir pertandingan, Tim A tetap kalah. Menangapi kekalahan ini, Kiki berkomentar lagi, “Masih mending kalah futsal, daripada korupsi”. Benar juga ya?


Sudah bisa diprediksi nafas teman-teman kita main futsal, pasti gak lebih dari 1 jam. Maklum, nafasnya bukan nafas yang steril lagi. Sudah terkontaminasi. Ada yang punya nafasnya tinggal sehari dua hari gara-gara kebanyakan nikotin. Makanya jangan mau beli tembakau, kaya-kayain pabrik rokok aja. Walhasil, nafas kembang kempis (temannya kembang setaman). Untung saja ada dua cowok bule yang ikut-ikutan main futsal. Kalo gak, bisa-bisa rekan-rekan Labs 88 digotong masuk USG, eh salah UGD.

Kelar futsal, kami kemudian ngobrol visi dan misi Labs 88. Awalnya santai, eh lama kelamaan setengah serius, eh berubah jadi serius. Mumpung perut menagih janji minta makanan, kami memutuskan untuk melanjutkan obrolan sambil makan malam. Bukankah lebih nikmat, dalam keadaan perut kenyang, otakpun jadi encer. Gagasan yang brilian pasti akan muncul dengan seksama dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Awalnya beberapa ide tempat makan digulirkan. Ada yang milih di warlong. Ada yang milih di McD aja, karena di situ jualan ayam Kentucy (lho?). Yang terakhir ada yang pilih makan the aja di kebun teh Puncak. Karen aide-iedenya ngawur, maka tempat yang dipilih ya gak jauh dari lokasi futsal: Kemang Food.

Buat rekan-rekan yang sudah pernah ke Kemang Food, pasti sudah ngerasain dikerubungi para penjual makanan. Yap! Bak selebritis, calon pembeli langsung disambut dengan deftar menu dari para penjual makanan itu. Belum juga duduk dengan sempurna, daftar menu itu sudah harus kita “nikmati”. Sebenarnya, gaya main kerubutan seperti itu lazim dilakukan di food court manapun. Bukan salah mereka sih, karena mereka mungkin pakai cara “jemput bola” ke pelanggan. Namun sebagai pelanggan, kok kayak-kayaknya gak ada kebebasan lagi buat duduk beberapa menit, menikmati pemandangan sekitar dan kemudian baru memutuskan mau makan apa ya…


Gak semua rekan-rekan yang sebelumnya muncul di lapangan futsal ikutan nongkrong di Kemang Food. Trige, Dady, dan Salsa misalnya. Mereka lebih memutuskan untuk pulang duluan, karena takut rumah mereka kebanjiran dan terjadi gempa susulan. Tinggallah Ipang, Kiki, Jambrud, Anto, Pepi, Dina, Acing, Taya, dan Ade yang masih stay tune.

Sambil makan, kami meneruskan obrolan serius tadi. Beberapa hal yang sebenarnya juga perlu mendapat masukan dari teman-teman lain di blog dan milis. Apakah kita perlu melaksanakan reuni 20 tahun? Lalu niat membuat donor darah? Apa program di bulan puasa?

Anto sempat menggulirkan pernyataan “bodoh” dan ide. Bahwa sebenarnya kalo hanya melaksanakan reuni seperti kemarin, sangat sayang. Tak ada hal yang “berkesan” yang bisa kita dapat. Mungkin maksudnya bagus, ingin mengumpulkan orang-orang yang kemarin tidak sempat ikut reuni datang. Namun ada beberapa faktor yang kudu dicermati. Pertama, waktunya dekat dengan reuni kemarin. Kedua, jangan-jangan yang datang reuni orangnya itu-itu juga. “Gue usul, momen 20 tahun ini dibuat seperti rangkaian acara. Bukan cuma dalam satu malam ketemu setelah itu bubar, seperti kemarin,” usul Anto. Maksud Anto, ada 3 hari yang bisa kita lakukan kegiatan berbeda, misalnya ada baksos, sunatan masal, jogging bersama, donor darah, dan beberapa aktivitas lain.


So far dari usulan tersebut, Dina dan Pepi setuju. Sisanya masih abstain, termasuk Ipang. Ada juga yang golput. Kiki misalnya. Sejak pemilihan calon gubernur DKI kemarin, ia cenderung golput. Nah, buat rekan-rekan yang membaca blog ini, mohon sumbang saran dan masukan mengenai usulan tersebut ya. Dengan begitu, konsep reuni 20 tahun Labs 88 semakin jelas.