Thursday, July 7, 2011

MARIO TEGUH MENGALAHKAN LADY GAGA & JUSTIN BIEBER

Judul ini tidak bermaksud sebagai gimmick agar Anda tertarik membaca paragraf demi paragraf tulisan saya ini. Ini true story, bahwa Mario Teguh memang berhasil mengalahkan dua penyanyi yang sedang populer di seluruh dunia itu: Lady Gaga dan Justin Bieber.

Tentu bukan jumlah fans yang dimiliki Mario Teguh sehingga berhasil mengalahkan dua penyanyi itu, tetapi dari jumlah interaksi fans-nya di Facebook (FB) yang membuat motivator yang muncul seminggu sekali di Mario Teguh Golden Ways (Metro TV) ini duduk di posisi dua. Meski fans Mario Teguh “cuma” 4.308.534 orang, namun interaksi per bulan fans-nya luar biasa, yakni mencapai 1.066.399 orang. Bandingan dengan fans Lady Gaga di FB yang mencapai 39.336.157 orang, interaksi di FB cuma 817.657 orang. Begitu juga dengan Justin Bieber yang punya fans di FB sebanyak 31.993.916 orang, tetapi interaksi per bulannya cuma 831.125 orang.




“Ini menandakan fans kita fans yang fanatik,” papar ibu Linna Mario Teguh, istri motivator ‘super’ kelahiran Makassar, 5 Maret 1956. “Fans Mario Teguh bukan sekadar klik jadi fans, tetapi terlibat secara interaktif di tiap-tiap pak Mario mem-posting di FB”.

Menurut ibu Linna, jika dihitung total interaksi fans Mario Teguh tiap kali ada posting-an baru di FB mencapai 20 ribu sampai 30 ribu fans. Luar biasa bukan? Tak heran jika situs All Facebook menulis artikel dengan judul “Mario Teguh Has Facebook’s Most Engaging Page”, karena paling interaktif setelah situs Jesus Daily yang interaksi fans-nya mencapai 1.713.143 orang dengan total fans mencapai 6.115.171 orang.

“Insya Allah bulan Januari 2012 kami berencana akan pergi ke headquarter Facebook,” tambah ibu Linna.

Sebelum duduk di posisi terhormat dengan mengalahkan Lady Gaga dan Justin Bieber, pada 2011 lalu, Mario Teguh telah meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI), sebagai “Motivator dengan Facebook Fans terbesar di dunia”. Di tahun yang sama, pendiri Mario Teguh Super Club (MTSC) ini terpilih sebagai satu dari “8 Tokoh Perubahan 2009″ versi Republika.

Tuesday, July 5, 2011

FILM "CATATAN HARIAN SI BOY": SEBETULNYA TAK PERLU MEMIKUL IMAGE ONGKY

Ketika film Catatan Si Boy (Cabo) mau diproduksi lagi pada tahun 2008, saya langsung punya kekhawatiran. Sebagai penggemar Cabo –sejak masih mengudara di Radio Prambors tahun 1980an-, saya khawatir Cabo sulit menjadi film box office lagi, apalagi kalo yang berperan sebagai Si Boy bukanlah Ongky Alexander.

Kekhawatiran kedua, generasi sekarang ini bukanlah generasi Cabo. Ketika Cabo menjadi ikon, generasi sekarang banyak yang belum lahir. Kalo pun sudah lahir, mereka pasti masih duduk di Sekolah Dasar (SD). Tak heran setelah sekuel terakhir Cabo, yakni Cabo 5 (1991), kisah Si Boy ini diangkat ke sinetron tetapi tidak sukses. Itulah kenapa saya khawatir ketika film Cabo akan digarap lagi.

Ternyata bukan cuma saya sebagai calon penonton yang khawatir, menurut Produser sekaligus sutradara, Putratama Tuta, pihaknya juga merasa terbebani membuat kisah Si Boy ini. Memang, ia mengaku memproduksi film ini lantaran melihat fenomenal yang muncul dari film Cabo-Cabo sebelumnya, sehingga terinspirasi mengangkat kembali kesuksesan melalui konsep multiproduk: buku storygraph dan layar lebar.

“Jadi kedua konsep di atas terintegrasi satu sama lain. Film ini mengisahkan perjalanan hidup seorang anak muda dalam menghadapi masalah hidupnya. Jadi dikemas dengan kehidupan anak muda zaman sekarang,” ujar Tama, panggilan Putratama Tuta, saat presscrening di Epicentrum Park, Kuningan, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

“Saya harap adanya film ini dapat membangun kembali nostalgia melalui nilai sentimentil penggemar setianya dan diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia, utamanya anak muda jaman sekarang yang penasaran dengan fenomena Catatan Si Boy dulu. Kami berusaha mengembalikan film ini ke masyarakat,” ucapnya lagi.



Banyak angkatan 80-an yang berharap besar terhadap film Catatan Harian Si Boy ini, termasuk saya. Sudah diduga, ada banyak yang kecewa, tetapi tidak sedikit yang memuji. Mereka yang kecewa mengatakan, mindset mereka ketika berada di bangku bioskop adalah menyaksikan Si Boy yang di-remake. Artinya, ada pengganti Ongky Alexander sebagai Si Boy; pengganti Btari Karlinda sebagai Ina; pengganti Dede Yusuf sebagai Andy; dan tentu saja pengganti Didi Petet sebagai Emon. Nyatanya Catatan Harian Si Boy bukanlah remake.

“Film ini bukan remake, namun lebih ke regenerasi dari Boy. Jadi lebih ke esensi dan dampaknya. Keberadaan jaman Boy dulu bisa memberikan dampak positif terhadap generasi saat ini. Nah, itu yang saya angkat dan tekankan di sini,” terangnya.

Ketika memutuskan untuk menonton Catatan Harian Si Boy, mind set saya masih ingin melihat remake Si Boy. Saya membayangkan Ongky akan digantikan oleh Aryo Bayu. Saya ternyata juga kecewa, tetapi sebagai salah seorang penggemar Si Boy yang hidup di generasi 80-an, saya masih bisa menerima film Catatan Harian Si Boy ini.

Saya bisa menerima, bahwa Satrio (diperankan oleh Ario Bayu) bukanlah Si Boy. Saya tidak melihat Ario Bayu berusaha menggantikan Ongky Alexander. Satrio adalah sosok yang berbeda dengan Si Boy, sehingga ketika menonton saya tidak berusaha memaksa mind set saya untuk menjadikan Satrio sebagai wujud Si Boy. Barangkali ini berbeda dengan generasi 80-an lain yang tetap berusaha memposisikan Satrio sebagai Si Boy, sehingga sampai ujung film mereka tetap kecewa.

“Sebagai tontonan ok, tetapi roh Si Boy tidak nampak,” ujar Marwan Alkatiry, ketika saya mintai komentar via BBM.

Sekadar informasi, Marwan Alkatiry –yang akrab saya sapa dengan Babe- adalah penulis skenario film Cabo sejak Cabo 1 sampai Cabo 5. Saya mengerti yang dimaksud dengan Babe dengan istilah “roh Si Boy tidak tampak”. Bayangkan, di film Catatan Harian Si Boy ini, Ongky hanya main 2 scene (scene di heliped ketika hendak pergi ke airport dan scene di gedung kantornya. Kalo scene di RS tidak nampak wajah Ongky, cuma tangan yang menurut saya tidak mencerminkan scene utuh). Di dua scene itu, Ongky pun tidak sampai 10 menit muncul.

Lalu Didi Petet cuma main 1 scene, dimana ia tidak berperan sebagai Emon yang banci itu, tetapi sebagai motivator. Kemudian Btari Karlinda main di 2 scene, yakni saat melakukan yoga dan duduk di sofa. Terakhir, LeRoy cuma main 1 scene.

Menurut saya, jika saja Tama tidak memikul image Si Boy, barangkali tidak banyak penggemar Si Boy atau penonton dari generasi 80-an yang kecewa. Cobalah simak sinopsis cerita film Catatan Harian Si Boy ini.


Saya dan Ario Bayu pemeran Satrio.


Bahwa dikisahkan Satrio yang tertarik dengan Natasha (diperankan oleh Carissa Putri) memutuskan untuk membantu Natasha mencari pemilik buku yang dipegang Nuke, yang ternyata adalah sebuah buku catatan harian seorang laki-laki bernama Si Boy (Onky Alexander).

Namun usaha mencari Si Boy tidak berjalan mulus. Kisah cinta segitiga antara Satrio-Natasha-Paul Foster menimbulkan konflik baru. Bengkel milik Poppy Sovia yang juga tempat kerja Satrio dihancurkan.

Di saat-saat kritis Nuke, Satrio bergegas mengejar Si Boy. Mereka pun berjumpa di heliped. Sambil mendesak Si Boy, Satrio membacakan beberapa kalimat dalam catatan milik Si Boy itu.

Dari sinopsis tersebut, sebetulnya Tama bisa membuat film “lain”. Artinya, film Catatan Harian Si Boy ini tidak perlu lagi mengajak Ongky demi mengangkat kembali sosok Si Boy atau pemain-pemain film Cabo lain. Buku harian di situ tidak harus buku harian Si Boy, tetapi sosok lain. Jika ini dilakukan, ya konsekuensinya memang ganti judul. Atau malah tidak masalah dengan judul itu?

Namun saya mengerti mengapa Tama tetap ngotot menghadirkan Ongky, karena konsep awal memang ingin mengangkat kembali kisah Si Boy ke layar lebar. Ia ingin mengajak kembali generasi 80-an “bernostalgia” ke bioskop dengan film kegemaran mereka dahulu kala. Namun karena “ada konflik”, sehingga film Cabo tidak dibuat sekuel maupun remake, tetapi dengan konsep baru, tetapi tetap menggunakan ikon Si Boy. Gara-gara konflik inilah, film Catatan Harian Si Boy yang seharusnya sudah diproduksi tahun 2008 molor menjadi tahun 2011 ini. Yang dari awalnya disutradarai oleh John D. Rantau di-handle langsung oleh Tama.

SM*SH... OH... SM*SH

Beruntunglah saya bisa berkenalan dengan anggota SM*SH. Beruntung pula saya bisa melihat dari dekat bagaimana SM*SH melakukan persiapan sebelum shooting. Nah, berikut ini beberapa foto hasil jepretan saya saat SM*SH shooting di program Just Alvin di studio Metro TV.








all photos copyright by Brillianto K. Jaya