Wednesday, December 23, 2009

SAMA-SAMA MELANGGAR PERATURAN

Nggak usah ngomong dulu mau tunduk hukum. Nggak perlu juga menunjuk orang lain agar mematuhi peraturan. Kadang kala diri kita atau institusi yang kita pimpin seringkali juga nggak beres.

Kemarin saya iseng-iseng mampir ke kampus almamater. Saya sengaja mampir ke Situ Universitas Indonesia yang dahulu kala tempat pacaran dan latihan mobil di tahun 80-an. Ternyata eh tenyata, sekarang bertambah fungsi. Bukan cuma pacaran, sekarang juga jadi tempat arena mancing. Padahal jelas-jelas di situ ada tanda dilarang memancing, karena Situ UI dianggap sebagai tempat konservasi.




Nyatanya tanda larangan nggak digubris oleh orang-orang. Pihak UI-nya pun membiarkan orang-orang itu mancing. Dan jadilah Situ sebagai tempat mancing. Gara-gara ada arena mancing, di sekitar situ banyak tukang jualan. Bukan cuma penjual minuman, tetapi ada tukang mie pangsit, ketoprak, dan lain-lain. Padahal jelas-jelas di situ juga jelas-jelas ada tanda dilarang jualan.



Entahlah apa yang membuat pihak UI tidak mengusir orang-orang yang sibuk mancing dan para pedagang di sekitar Situ. Kelihatannya jadi nggak konsisiten, ya nggak? Ada aturan yang sudah ditetapkan tapi dilanggar dan dibiarkan begitu saja. Padahal setahu saya, mahasiswa-mahasiswa UI banyak yang berteriak pada pemerintah agar tunduk dengan peraturan. Nah, ndilalah kenapa di lingkungan kampus sendiri nggak lebih dulu perbaikan. Kesannya malah jadi sama-sama melanggar.




Ah, barangkali memang begitu sifat manusia. Berteriak dahulu pada orang lain, sementara diri sendiri sebetulnya perlu diteriaki. Padahal ada baiknya memperbaiki diri dulu, yakni konsisten dengan aturan yang sudah ditetapkan, lalu dijalani, dikontrol, dan evalusai, baru deh kalo sudah benar-benar taat hukum, para mahasiswa menegakkan supremasi hukum.

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Saturday, December 19, 2009

CONGRATS TO "LASKAR PELANGI!"

Setelah meraih Golden Butterfly Award di International Festival of Films for Children & Young Adults di Hamedan, Iran pada Agustus 2009 lalu, Sabtu kemarin (19/12), film Laskar Pelangi berhasil meraih penghargaan sebagai film terbaik Festival Film Asia Pasifik ke-53 di Kaohsiung, Taiwan.

Selain film yang disutradarai oleh Riri Riza itu, ada dua film Indonesia lain yang juga mendapatkan penghargaan di festival itu adalah Jamila dan Sang Presiden dan Perempuan Berkalung Sorban. Kalo film Jamila yang disutradarai oleh Ratna Sarumpaet itu meraih penghargaan tata musik terbaik, sementara film Perempuan meraih penghargaan aktris pendukung terbaik yang disabet aktris senior Widyawati.

Festival Film Asia Pasifik ini diikuti 58 judul film dari 16 negara yang berada di wilayah Asia Pasifik. Menurut sekretaris delegasi Indonesia di Festival Film Asia Pasifik (FFAP) ke-53, Firman Bintang, yang penulis kutip dari Kompas Minggu (20/12) mengatakan, tahun 2009 ini Indonesia mengirimkan empat film cerita panjang dan dua film dokumenter.























Tuesday, December 15, 2009

SAY NO TO STATUE OF OBAMA

Patung Obama tiba-tiba menjadi heboh. Sebenarnya kalo patung itu nggak diletakkan di sebuah taman umum di Jakarta, Indonesia ini barangkali nggak akan heboh. Namun dengan sadar dan tanpa mengerti akibatnya, Pemda mengizinkan patung seharga 100 juta perak itu berdiri di Taman Menteng, Jakarta Pusat.

Patung Obama ini diresmikan pada Kamis 10 Oktober, dimana secara bersamaan di hari yang sama, Obama menerima Nobel Perdamaian di Swedia. Patung ini terbuat dari perunggu seberat 30 kg dengan tinggi 110 cm. Patung ini berdiri di atas sebuah kotak semen berbentuk persegi, dimana di setiap sisinya terdapat marmer yang ada tulisan.

Sisi depan yang searah dengan pandangan Barry ada tulisan dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia: "Si kecil Barry, bermain bersama ibunya, Ann di daerah Menteng ini. Dia tumbuh menjadi Presiden Amerika Serikat Ke 44 dan Penerima Nobel Perdamaian Barack Obama".

Di sisi kiri, terdapat tulisan: "Supported By: Rudy Pesik, Mien R Uno, Judith Soeryadjaja, Hasyim Djojohadikusumo, Prananda Surya Paloh, Norman Chen, Benny Suyudono, Adisatrya Sulisto, B Chanel (Television), Pertners For Compassion". Lalu di sisi kanan tertulis: "Dedicated To The Children Of Indonesia By: Governor Fauzi Bowo, Friends Of Obama Ron Mullers, Dalton Tanonaka, December 10, 2009". Sedang di sisi belakang tertulis: "The Future Belongs To Those Who Believe In The Power Of Their Dreams".

Entahlah sejak Obama belum terpilih, apalagi sudah terpilih, sebagian kecil warga Indonesia tergila-gila dengan yang namanya Obama. Baiklah kalo dia pernah tinggal di Indonesia dan disebut sebagai anak Menteng (ingat! bukan Menteng kawasan elit, lho, tetapi Menteng Dalam, bo!).

Baiklah, Obama bukan cuma pernah tinggal di Indonesia, tetapi bersekolah. Baiklah dia menjadi sebuah inspirasi buat sebagian orang di dunia. Tetapi buat Indonesia so what gitu loch? Saya termasuk orang yang antipendirian patung di Taman Menteng ini. Nggak penting banget, sih!



Saya setuju dengan alasan beberapa orang yang menentang. Apakah nggak ada pahlawan bangsa yang layak dijadikan patung daripada seorang Obama yang belum (boleh dikatakan nggak) memberikan kontribusi ke bangsa Indonesia. Memberikan hutang ke negara ini sih, iya.

Sesungguhnya, saya pun sejak mengetahui Obama nggak begitu simpati dengan warga Palestina, menjadi muak. Intinya, sebagai orang Islam saya nggak begitu bernafsu menyukai Presiden Amrik ke-44 yang kulit hitam. Beberapa foto jelas mengisaratkan ia pro pada Israel atau kaum Yahudi. Anehnya, banyak umat yang seagama dengan saya tetap respek dengan Obama.



Kunjungan-kunjungannya ke negara-negara Arab sampai masuk ke masjid segala cuma basa-basi politik. Tapi itikad buat menolong warga Palestina dari penindasan kaum Yahudi, nggak ada sama sekali. Apakah ini cermin sebuah inspirasi dari seorang bernama Obama? I don't think so!

Itulah mengapa Patung Obama yang didukung oleh beberapa nama orang Indonesia (Rudy Pesik, Mien R. Uno, Judith Soeryadjaya, Hashim Djojohadikusumo, dll) itu ditentang pendiriannya. Mereka yang menentang berasal dari berbagai pihak, termasuk para pengguna situs jejaring sosial, Facebook. Penggagas grup yang menentang yang diberi judul “Turunkan Patung Barack Obama di Taman Menteng” adalah Heru Nugroho.

Menurut Heru, Obama bukan siapa-siapa bagi sejarah bangsa Indonesia yang berdaulat dan berjati diri sebagai bangsa merdeka.

“Jika boleh dibilang, Obama hanya pernah numpang makan dan berak di Menteng saja. Selanjutnya hari harinya adalah kehidupan sebagai orang Amerika,” tuturnya.

Seperti yang penulis kutip dari detikINET, Rabu (16/12/2009). Per pukul 15.15, grup ini telah mendapat dukungan sebanyak 20.551 anggota. Padahal awalnya target dukungan cuma ingin memperoleh minimal 100 ribu. Sebab dengan 100 ribu dukungan, Heru cukup yakin bisa melakukan dialog dengan pihak pemprov atau DPRD.

Ketua Yayasan Friends of Obama, Ron Muller sangat menyayangkan banyak orang yang menolak pendirian Patung Obama ini.

“Saya rasa ini menyedihkan. ada sedikit orang dari banyak orang yang mendukung patung ini,” katanya. Menurutnya, ini bukan patung Presiden Amrik, tapi patung anak kecil yang pernah bersekolah dan tinggal di Indonesia. “Yang suka makan bakso, sate, dan nasi goreng,” ujarnya.

Lah kok ukurannya makan doang? Kontribusi buat bangsa Indonesia apa Ron? Buat warga Palestina yang tertindas oleh Israel gimana? Jangan cuma makan doang diurusin!

Tuesday, December 8, 2009

STORY ABOUT PRITTA: BISA NGGAK YA SALING MEMAAFKAN?

Antusiasme warga Indonesia untuk mengumpulan koin buat membantu Prita Mulyasari luar biasa! Nggak cuma dilakukan oleh Ade Novita sebagai Kordinator Koin Peduli, tetapi hampir seluruh warga, termasuk para pelajar, melakukan aksi yang sama. Tapi hati-hati!

Terkadang momentum penggalangan dana ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang nggak bertanggung jawab. Bilangnya cari dana buat Prita yang butuh dana Rp 204 juta, tetapi ujung-ujungnya buat kepentingan pribadi. Maklum, audit penggalangan dana model mengumpulkan koin ini nggak jelas. Siapa sih penyumbang yang bisa protes kalo dananya dikorup? Wong cuma koin gitu, lho!


Ade Novita, Kordinator Koin Peduli. Koin adalah lambang kerakyatan. Kalo dengan koin bisa mengumpulkan Rp 204 juta, artinya itu dukungan asli dari rakyat.

Barangkali Anda pernah melihat sejumlah mahasiswa atau warga masyarakat yang meminta-minta sumbangan di jalan raya. Dengan bermodal kardus bekas dan tulisan kotak sumbangan untuk bencana ini-itu, mereka itu dengan mudah turun ke jalan. Tentu banyak orang yang peduli dengan aksi mereka, tetapi tidak sedikit pula yang antipati. Sebab, kenapa mesti dengan cara seperti itu? Ngerti spontan. Tetapi apakah mereka nggak tahu kalo orang yang antipasti itu sudah menyumbangkan ke badan yang lebih legal? Mereka antipasti, karena ausitnya nggak jelas.

Ah, marilah kita positif thinking aja. Positif, bahwa mereka yang menggerakkan dana setelah Ade, adalah orang-orang yang bertanggugjawab, jujur, dan ikhlas melakukan penggumpulan koin.

Anyway, saya jadi penasaran terhadap pihak Rumah Sakit (RS) Omni International yang menuntut Prita sehingga Prita diwajibkan membayar ganti rugi atas kasus pencemaran nama baik senilai Rp 204 juta. Mereka itu apa nggak malu ya? Nggak malu kalo seluruh warga masyarakat jelas-jelas mendukung Prita. Sebab, dengan mempertahankan tuntutan mereka, citra RS Omni International jadi dipertaruhkan.




Saya tidak tahu pasti perasaan kedua belah pihak (Prita maupun Direksi RS Omni International). Namun saya berharap masing-masing bisa berbesar hati dan akhirnya saling memaafkan. Bisa nggak ya?

Menurut Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) RS Omni International yang ketika saya menulis ini tampil di program Kabar Petang di tvOne mengatakan, sebenarnya pihak RS secara perdata sudah mencabut tuntutan sebesar Rp 204 juta. Artinya, RS nggak lagi membebankan Prita dengan uang sebanyak itu. Namun secara pidana, nggak bisa. Nah, lho! So, sekarang ini tinggal dari pihak pengadilan, nih!


all photos copyright by Brillianto K. Jaya





Saturday, December 5, 2009

FILM "SANG PEMIMPI": DAN ARIEL 'PETER PAN' PUN MENEMUKAN IMPIANNYA...

Sebuah gulungan poster film seks dipasang. Ikal, Arai, dan Jimbron memandangi poster yang dipajang di bioskop di samping rumah kontrakan mereka di Magai itu. Alam pikiran ketiga sahabat ini terganggu. Di satu pihak mereka penasaran ingin menonton film dewasa, namun di pihak lain mereka takut ketahuan Kepala Sekolah mereka, Pak Mustar.

Berhari-hari poster bergambar wanita seksi berambut panjang yang memegang anjing pudel ini mengganggu pikiran mereka, terutama Ikal. Buatnya, wanita berbetis mulus yang tidak mengenakan pakaian dalam itu begitu menggoda, apalagi dalam lamunannya seolah mata wanita itu berkedip padanya.

Arai terus menerus mengganggu Ikal agar mau menonton film itu. Ikal tergoda juga dengan bujuk rayu Arai. Mereka kemudian nekad menonton. Awalnya mereka juga masih ragu boleh diizinkan oleh petugas tiket bioskop. Tetapi berkat akal bulus Jimbron, mereka bisa masuk, yakni dengan cara menutup kepala mereka dengan sarung agar wajah mereka tak terlihat.


Film Sang Pemimpi menjadi opening film 11th Jakarta International Film Festival (JiFFest)

Malang tak dapat ditolak. Ketakutan Ikal terjadi juga. Ketika film yang diputar tiba-tiba berhenti pada saat setengah diputar, tanpa mereka duga Pak Mustar masuk ke dalam bioskop. Dengan wajah kecewa, Pak Mustar yang Kepala Sekolah ini memerintahkan Ikal, Arai, dan Jimbron agar segera keluar dari bioskop.

Salah satu scene film Sang Pemimpi tersebut secara jelas menggungkapkan problematika yang terjadi dalam dunia remaja. Meski terjadi dan dialami oleh remaja asal Belitung, namun masalah yang digambarkan Riri Riza (Sutradara) juga terjadi di kalangan para remaja di kota-kota besar. Bahwa rasa penasaran terhadap apa yang belum pernah dilakukan –dalam konteks di scene tersebut, yakni menonton “film panas”-, pasti semua remaja mengalami. Ada rasa takut bersalah, tetapi juga penasaran.

Dalam sekuel novel Laskar Pelangi ini, Riri memang memotret kisah tiga sahabat yang mengejar mimpi. Sementara Ikal dan Arai bermimpi ingin pergi ke Paris, Perancis, Jimbron selalu bermimpi ingin menunggang kuda.

Tentu buat sebagian besar orang, mimpi-mimpi mereka sungguh “keterlaluan”, tak masuk akal. Sikap skeptis tersebut beralasan. Baik Ikal, Arai, maupun Jumbron adalah pemuda miskin. Dalam alam nyata, kita seringkali menemukan kondisi skeptis seperti ini. Sebuah stereotype yang sudah menjurus pada prejudice, bahwa orang miskin dilarang bermimpi. Mereka yang boleh bermimpi hanyalah orang-orang kaya.

Novel Laskar Pelangi menepis stereotype yang selama ini terjadi dalam masyarakat. Orang miskin asal Pulau Belitung juga bisa punya cerita mirip Cinderella, dimana hidup dalam dunia kemiskinan juga mampu mengejar mimpi dan kemudian berhasil. Apalagi Pak Mustar selalu memberikan semanggat pada Ikal soal mimpi-mimpinya. Ditambah lagi Arai yang selalu optimis dan tidak mudah putus asa.

Momentum mengejar impian terjadi ketika Ikal melihat ayahnya yang tetap tegar menerima raport Ikal. Padahal Ikal tahu, seharusnya ayahnya patut kecewa. Sebab, nilai-nilai di raportnya buruk, karena selama ini ia dan Arai serta Jimbron tidak fokus belajar. Sekolah bagi mereka nomor dua. Mereka lebih suka bekerja serabutan dan main.

Ikal kecewa pada dirinya yang telah mengecewakan ayahnya. Padahal ia sudah berjanji tidak akan mengecewakan ayahnya untuk yang kedua kali. Janjinya ini ia patenkan di hatinya, ketika sang ayah begitu berbesar hati menerima cobaan ketika tidak dipromosikan di kantornya di PT. Timah sampai gelombang besar yang membuat ayahnya di-PHK.

Ikal berlari menembus semak belukar hingga di jalan. Ini ia lakukan buat mengucapkan sebuah permohonan maaf pada ayahnya. Kisah haru inilah yang kemudian menjadi momentum Ikal buat menggejar impiannya dan momentum penonton untuk meneteskan air mata.


Lukman Sardi (kiri) berperan sebagai Ikal besar, sedangkan Ariel 'Peter Pan' (kanan) berperan sebagai Arai besar. Dengan impian yang kuat, mereka akhirnya berhasil menjajakan kaki di Perancis lewat beasiswa.


Film maupun novel Sang Pemimpi memang lebih banyak mengangkat kisah tentang ayah. Di pembukaan novel Andrea Hirata tertulis: “untuk ayahku Seman Said Harun. Ayah juara satu seluruh dunia”. Hal yang sama juga dilakukan oleh Riri dan Mira Lesmana, dimana pada closing film tertulis: film ini didedikasikan untuk ayah mereka.

Berbeda sekali dengan di film dan novel sebelumnya yang lebih banyak bercerita soal Ibu Muslimah, yang juga menjadi tokoh sentral. Ini pula yang oleh Riri diadaptasi dengan mengambil benang merah kisah ayahnya Ikal. Bab-bab di novel Sang Pemimpi yang tidak banyak berhubungan dengan ayah, terpaksa tidak difilmkan.

Seperti Laskar Pelangi, Riri tidak akan memasukkan semua bab yang ada di dalam novel Sang Pemimpi. Dari 18 bab di Sang Pemimpi, Riri hanya memfilmkan sekitar 10 bab. Kisah-kisah yang diadaptasi dari novel jelas kisah-kisah yang mengharukan, sehingga bisa membuat kita berlinangan air mata, dan tentu saja membuat kita tersenyum.

Kisah soal film bioskop misalnya. Di novel Sang Pemimpi ada di Bab 9, yakni Biokop (lihat hal 95-114). Sedang scene Bang Zaitun mengajarkan main gitar pada Arai diadaptasi dari Bab 14 berjudul When I Fall in Love (hal 83-205). Memang jika Anda sudah membaca novelnya, film Sang Pemimpi akan terkesan meloncat-loncat. Scene yang muncul tidak berdasarkan urutan Bab. Mohon jangan membandingkan novel dengan filmnya.

Sebagai Sutradara, Riri tidak punya kewajiban mengikuti alur sesuai Bab. Ingat! Medium film berbeda dengan novel. Dan ini yang seringkali disalahartikan oleh Penulis novel maupun Sutradara. Penulis novel selalu mewanti-wanti Sutradara agar membuat film harus sama persis dengan novel. Padahal tidak seperti itu. Beruntunglah Riri yang diberikan kebebasan penuh oleh Andrea Hirata.

Kali ini Riri tidak banyak menambah pelaku yang tidak ada di novel, sebagaimana di film Laskar Pelangi yang menambah sosok Pak Zulkarnaen dan Bakri. Namun Riri dan tentu saja Mira Lesmana sebagai Produser masih tetap mempercayai sistem bintang sebagai nilai jual sebuah film. Jika di Laskar Pelangi ada Tora Sudiro, maka di Sang Pemimpi, Riri dan Mira memasang Ariel “Peter Pan” sebagai Arai dewasa. Buat saya, kehadiran Ariel di film Sang Pemimpi bolehlah menjadi daya tarik calon penonton buat menonton. Meski begitu, tetap perlu pembuktian lebih lanjut. Sebab segmentasi penonton Sang Pemimpi sudah beda, bukan anak-anak lagi, melainkan remaja. Jadi soal bisa menandingi film Laskar Pelangi yang berhasil mencapai 4,6 juta penonton, ya perlu strategi pemasaran film ini lagi. Bukan mentang-mentang Laskar Pelangi sukses, tim sukses Sang Pemimpi tidak perlu kerja keras.

Terlepas dari soal pembuktian tadi, menurut saya kehadiran Ariel jauh lebih baik daripada hanya mengandalkan sosok Nugie yang buat saya sudah tidak happening lagi dalam dunia popularitas kaum pesohor. Baik di segmentasi AB atau CD, nama Nugie dalam bahasa televisi sudah tidak akan dapat rating. Lihat saja bandnya yang bernama Dance Company yang tidak terlalu bagus penjualan albumnya. Barangkali jika saya harus memilih, saya lebih suka memasang Coki Sitohang. Nama terakhir ini belakangan lagi naik daun. Program yang dipadunya, Take Me Out Indonesia meraih rating lebih dari 20%. Itu artinya 20% rakyat Indonesia menyaksikan program franchaise berkonsep perjodohan ini.

Anyway, film Sang Pemimpi sarat dengan pesan. Seperti pada Laskar Pelangi, Riri membalut pesan dalam rangkaian kisah. Pesan-pesan agama, budi pekerti, kegigihan, serta tampa pamrih digambarkan pada sosok Pak Harfan dan Bu Muslimah. Selain mereka, Laskar Pelangi juga memotret sosok Lintang sebagai murid yang gigih memuntut ilmu, meski dalam mencapai sekolah SDN Muhammadyiah anak pasisir yang jenius ini harus menempuh berkilo-kilo meter.

Riri punya pesan, saya pun ada. Pesan saya pada para pembaca novel, begitu Anda masuk bioskop, nikmati kisah Sang Pemimpi sebagai film, bukan sebagai novel. Pesan saya yang kedua, film ini film remaja. Jadi, pastikan Anda mendampingi anak Anda pada saat menyaksikan film Sang Pemimpi ini, terutama mereka yang masih di bawah 15 tahun. Terakhir pesan saya, hati-hati dengan mimpi Anda. Tidak perlu menjadi orang kaya terlebih dahulu untuk bermimpi. Anda yang merasa miskin pun bisa bermimpi. Sekali terucap dan gigih berjuang, Insya Allah mimpi Anda akan terwujud, sebagaimana mimpi Ikal dan Arai untuk pergi ke Perancis.

























Monday, November 30, 2009

MENGENDALIKAN BANJIR

Sesungguhnya nggak ada yang bisa menggendalikan banjir, kecuali Tuhan. Biar manusia berbuat sesuatu untuk mencegah banjir, tetapi Tuhan tetap mentakdirkan sebuah lokasi akan terkena bajir, ya banjirlah lokasi itu.

Namun begitu, manusia nggak boleh pasrah dan putus asa. Sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang diberikan akal, kita tetap kudu mengantisipasi banjir. Dengan kecanggihan otak, manusia bisa mengendalikan banjir. Sayangnya otak manusia jarang digunakan secara maksimal.



Banjir sebenarnya disebabkan oleh manusia itu sendiri. Banyak hal yang bisa membuktikan itu. Dalam Opini hari Senin (30/11) ini, dibahas soal bagaimana masyarakat mengendalikan banjir. Menurut Pak Prijanto, salah satu penyebab banjir adalah prilaku warga yang kurang disiplin.

"Membuang sampah di kali jelas menjadi penyebab banjir," kata Pak Prijanto. "Padahal warga pasti sudah tahu dan kami pun banyak mengkampanyekan pelarangan membuang sampah di kali."


"Sehari kita biasa mengangkut sampah berkilo-kilo dengan menggunakan alat transportasi umum," jelas Pak Prijanto.

Mampetnya saluran di selokan juga penyebab terjadinya banjir. Saluran yang ada di pinggir jalan jarang sekali menjadi pusat perhatian Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Padahal kalo selokan-selokan itu rajin dibersihkan, maka nggak mungkin ada penumpukan sampah atau pasir.

Agar supaya selokan lancar kembali, Opini juga menghadirkan salah seorang pembersih selokan atau dikenal sebagai gorong-gorong. Nama pembersih gorong-gorong ini Rudy. Katanya, dalam 8 jam kerja sehari, ia dan teman-teman sesama pembersih gorong-gorong mendapatkan sekitar 1.000 karung. Wow?! Bayangkan kalo Pak Rudy dan teman-temannya kerja membersihkan gorong-gorong selama sebulan, maka kita akan mendapat 30 ribu karung, dengan asumsi 30 hari, Senin-Minggu, dengan jumlah karung 1.000.



Dalam sehari, Rudy dibayar Rp 50 ribu. Biasanya Rudy dan kawan-kawan kerja selama seminggu buat membersihkan satu jalur selokan, kira-kira sepanjang 1 kilometer. Jadi pendapatannya mencapai Rp 350 ribu/ minggu dengan asumsi kerjad non stop Senin-Minggu.

Selama membersihkan gorong-gorong, banyak pengalaman yang sudah Rudy dapatkan. Yang paling berkesan, ya bau gorong-gorong yang aduhai itu. Selain itu, ia pernah juga menemukan cincin dan gelang emas. Entah benar atau bohong, tetapi katanya sih begitu. Sebab, logikanya mana ada orang yang buang-buang gelang atau cicin ke gorong-gorong. Memang sih mungkin jatuh, tetapi kayak-kayaknya jarang benget, deh. Ah, anyway, Rudy ini kulitnya gosong gara-gara keseringan berpanas-panas ria di bawah sinar matahari. Bukan gara-gara telat diangkat, lho.


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Thursday, November 26, 2009

BURUAN NAIK BEMO SEBELUM HILANG DARI PEREDARAN

Beberapa waktu lalu, sejumlah supir Bemo berdemontrasi di Balai Kota, jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Mereka meminta Gubernur DKI Jakarta tidak menghapus angkutan Bemo yang masih beredar di Jakarta. Para supir bemo ini memang resah dan gelisah, karena ada gosip dari infotainment yang mengatakan, bemo akan dihapuskan dari muka bumi ini. Waduh!

Penghapusan bemo dari Jakarta sebenarnya wajar. Kenapa? Sebab, di pabrik asalnya di Jepang sono, bemoi udah nggak diproduksi lagi, khususnya suku cadangnya. Tapi berkat kehebatan putra-putri Ibu Pertiwi alias warga Indonesia, bemo di Indonesia masih mampu bertahan. You know what? Sebab, ternyata banyak bengkel yang mampu membuat suku cadang tiruannya. Namanya juga Indonesia, man! Semua bisa dilakukan, kecuali melihat lubang pantat sendiri.



Nah, oleh karena bemo mau dimusnahkan, Anda yang belum pernah merasakan naik bemo, buruan naik, deh. Anda tidak akan menjadi warga Indonesia seutuhnya kalo nggak pernah merasakan naik bemo sekali seumur hidup. Jangan-jangan Anda nggak tahu bemo itu apa?

Bemo adalah singkatan dari "becak motor". Bemo yang merupakan kendaraan bermotor roda tiga ini mulai dipergunakan di Indonesia pada awal tahun 1962. Kendaraan ini pertama kali di-launching di Jakarta dalam kaitannya dengan Ganefo.

Bemo nggak cuma hadir di Jakarta, melainkan juga di kota-kota lain seperti di Bogor, Bandung, Surabaya, Malang, Padang, Denpasar, dll. Kehadiran bemo, karena kendaraan ini sangat praktis dan mampu menjangkau jalan-jalan yang sempit, dan dapat melaju jauh lebih cepat daripada becak.

Di negara asalnya, Jepang, konon bemo tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai angkutan manusia, melainkan sebagai angkutan barang. Jangan heran kalo kita duduk seringkali harus beradu lutut dengan penumpang di depannya. Bayangkan kalo dengkul Anda kopong, pasti orang di depan Anda akan merasa kegelian.

Oh iya, penumpang bemo yang berada di belakang berjumlah enam. Sementara satu orang penumpang berada di depan bareng supir.

Semula, bemo beroperasi sebagaimana layaknya taksi. Lalu kemudian, rute bemo dibatasi dengan rute-rute tertentu saja, dimana rute tersebut nggak dilalui oleh bus kota. Di Jakarta, bemo mulai disingkirkan pada 1971, disusul oleh Surabaya dan Malang pada tahun yang sama. Pada 1979, Pemerintah Daerah Surakarta mengambil langkah yang sama.

Nah, nggak akan lama lagi, bemo benar-benar bakal tersingkir. Kalo sekarang di Jakarta, Anda menjumpai bemo hanya di Manggarai dengan rute Manggarai-RS Cipto Mangunkusumo. Anda juga bisa merasakan bemo di Tanah Abang-Karet. Sebelumnya, saya pernah merasakan naik bemo di Percetakan Negara, dimana jurusan yang ditempuh adalah Salemba-Rawasari. Tarif bemo saat ini adalah tigaribu perak. Dengan tarif segitu, selain bisa beradu dengkul dengan penumpang di depan Anda pada saat duduk, Anda akan menghirup bau bensin campur yang keluar dari kemudi depan. Lebih dari itu, Anda siap-siap menghirup asap knalpot yang mengepul masuk ke dalam ruang penumpang. Pokoknya banyak pengalaman seru ketika kita naik bemo. Kenapa Anda nggak merasakan petualangan seru ini?

Wednesday, November 25, 2009

BERITA PENGROYOKAN ITU TERNYATA NGGAK SEPENUHNYA BENER

Akhirnya saya mendapatkan juga kisah dari pihak SMU Negeri 82, yakni kisah pemukulan salah satu siswa kelas 2 yang bernama Ade Fauzan Mahfuza. Kalo berita di koran-koran -salah satunya yang sempat saya kutip di Warta Kota (Sabtu, 7/11)-, kisahnya cuma berasal dari pihak Ade, dimana ujung-ujungnya mendeskreditkan pihak sekolah yang bermarkas di jalan Daha II, Kebayoran Baru ini. Siswa-siswa kelas 3 SMUN 82 lah yang menyebabkan Ade babak belur.

Ketertutupan pihak sekolah, siswa-siswinya, serta alumni makin membuat SMUN 82 dicap sebagai sekolah yang mempopulerkan bulliying. Inilah yang membuat hampir seluruh wartawan media cetak, bahkan eletronik men-judge, yang paling bersalah dalam kasus pemukulan Ade adalah pihak SMUN 82. Apalagi dikuatkan dengan laporan Ibunda Ade: Ibu Marlin Angraini ke Polsektro Kebayoran Baru.



Terus terang saya penasaran. Apa betul SMUN 82 yang bersalah 100%? Saya beruntung bisa hadir di program Opini yang kebetulan lagi shooting di Citywalk, Sudirman. Pada hari Rabu (26/11) lalu, program yang ditayangkan di tvOne ini mengangkat tema: STOP KEKERASAN DI SEKOLAH! Di program Opini ini, dihadirkan Kak Seto, Dewi Reezer yang sempat mendapat perlakukan kurang asyik semasa di sekolah dulu, dan yang menarik menghadirkan siswi-siswi SMUN 82, yakni Ninies.

Menurut Ninies, apa yang ditulis di media nggak 100% benar. Memang terjadi pemukulan, tetapi tidak sampai 30-an orang yang memukul Ade. Sebelum terjadi pemukulan, Ade pun sempat memukul. Anda tahu memukul siapa? Memukul seniornya, yakni anak kelas 3!


Ninies, salah satu wakil SMUN 82 yang menjelaskan soal jalur gaza dan pemukulan yang mencemarkan nama baik sekolahnya.


"Pernah ada cerita ketika Ade sedang buang air kecil di WC, pintu WC-nya terbuka. Tanpa sengaja, ada anak kelas 3 yang membuka pintu WC tersebut. Begitu selesai buang air kecil, Ade langsung mendorong jidat anak yang sempat membuka pintu WC tersebut (baca: mentoyor)," jelas salah seorang siswa SMAN 82 yang hari itu nonton shooting program Opini kemarin.

Tambah teman-temannya Ninies, Ade sebenarnya memang sudah "bermasalah", khususnya dalam prilaku sehari-hari. Gayanya sebagai anak kelas 2 memang sudah melebihi gaya senior-seniornya. Bukan cuma menoyor kakak kelasnya, ia pun sempat memukul. Namun prilaku-prilaku Ade yang membuat kesal, selalu ditolerir dan nggak dipermasalahkan, baik oleh pihak sekolah maupun teman-teman sekelas dan seniornya. Kasus pemukulan merupakan puncak menara gading dari rasa sebal dari sikap Ade. Itu pun bukan dilakukan oleh segerombolan anak, dimana dalam berita-berita tertulis Ade dikeroyok. Yang sebenarnya, Ade nggak dikeroyok. Itu pun sudah terjadi perlawanan dari Ade pada kakak kelasnya.


Siswa-siswi SMUN 82 yang siang itu ikut menyaksikan program Opini di tvOne. Bukan mendukung pemukulan terhadap Ade, lho, tetapi justru mendukung kampanye STOP BULLYING!

Saya bukanlah alumni dari SMUN 82, tetapi mendengar sisi lain dari kisah pemukulan ini saya jadi gemas. Ternyata berita penggeroyokan itu nggak benar 100%. Namun tulisan media telah mendeskriditkan sekolah ini. Oleh karena itu, saya sempat menganjurkan pada siswa-siswa yang hadir di acara Opini kemarin agar melakukan pencitraan kembali. Ini bertujuan agar SMUN 82 jadi punya image positif lagi. Apalagi sekolah ini sempat mendapatkan ISO 9001:2000 sebagai sekolah percontohan anti-bullying.

"Sebenarnya sekolah kami mah asyik-asyik aja, kok," kata salah seorang siswi lagi menutup pembicaraan dengan saya.

Thursday, November 19, 2009

SUKSES DENGAN PROGRAM FRANCHISE

Empat pegawai photo copy yang terletak di jalan Pemuda nampak serius memandangi televisi. Mata mereka seakan nggak berkedip sedikit pun. Sesekali ada tawa dan senyum yang terlihat dari wajah mereka. Sebelumnya, di siang hari, saya juga menemukan kondisi yang sama. Ketika berkunjung ke rumah saudara di Tebet, saya melihat seorang wanita muda dan seorang ibu rumah tangga serius menonton sebuah program televisi.

Begitulah suasana tiap Sabtu dan Minggu, pukul 18:00-21:30 wib dan pukul 13:00-15:30 wib. Sebuah program berjudul Take Me Out Indonesia yang ditayangkan Indosiar berhasil menyihir para penonton di seluruh Indonesia. Konon dari data lembaga riset AC Nielsen, program ini rata-rata berhasil menembus angka penonton lebih dari 20%. Artinya, 20% rakyat Indonesia yang berjumlah 220 juta jiwa pada saat itu menyaksikan Take Me Out Indonesia (TMOI).


Program Opini yang ditayangkan tvOne setiap Senin-Jumat ini bukan program franchise.


Konsep program ini adalah menampilkan wanita-wanita single yang akan memilih pasangan mereka. Sebelum memilih, mereka harus menampilkan salah satu kemampuan mereka, bisa menyanyi, berakting, atau membaca puisi. Ada beberapa pria yang menyaksikan aksi wanita-wanita itu, yang dimunculkan satu per satu.

Di depan pria ada semacam podium yang di muka podium dipasangi lampu yang bisa menampilkan warna merah dan warna hijau. Pria-pria yang berdiri di podium itulah yang akan memencet tombol lampu yang akan menyalahkan warna merah atau warna hijau. Jika mereka menyalahkan lampu hijau, artinya mereka memberikan kesempatan wanita mempertunjukan kebolehannya. Namun jika setelah seorang wanita muncul di atas panggung dan belum melakukan aksinya, ada pria yang menyalahkan lampu merah, maka pria itu tidak tertarik dengan si wanita.

Akhir dari segmen, si wanita akan memilih pria-pria yang masih tertarik padanya, yang masih menyalahkan lampu hijau. Wanita akan memilih satu di antara pria-pria tersebut. Inilah yang menjadi pusat ketegangan program ini. Bisa jadi wanita itu tidak memilih pria-pria tersebut, karena dirasa kurang cocok, bisa pula si wanita akhirnya tidak dipilih sama sekali, karena setelah mempertunjukan kemampuannya, seluruh pria menyalahkan lampu merah.

Program TMOI yang dipandu oleh Choki Sitohang ini merupakan program franchise alias program adaptasi dari televisi luar. Buat Indosiar, program model franchise seperti ini sudah berkali-kali dilakukan. Barangkali Anda masih ingat dengan program Akademi Fantasi Indonesia (AFI)? Program reality show pencarian bakat menyanyi ini berhasil menjadi program televisi populer di Indonesia di awal tahun 2000-an. Berkat kepiawaian tim kreatif Indosiar, AFI yang merupakan program adaptasi ini juga mencapai perolehan penonton yang luar biasa.

Tidak semua program franchise bisa meraih kesuksesan. Banyak program televisi yang gagal bertahan, sebut saja Gol! Gol! Gol! dan Kata Si Kecil. Dua program tersebut kebetulan sempat ditayangkan di antv. Program Gol! Gol! Gol! yang merupakan adaptasi dari Turki dan dipandu oleh Edwin ini tidak berlangsung lama usianya. Namun antv berhasil membalas kegagalan program adaptasi dengan membeli hak franchise konsep Deal or No Deal, maka lahirlah program Super Deal 2 Miliar yang dipandu oleh Nico Siahaan. Stasiun antv juga berhasil mengadaptasi program Family Feud dan mengganti nama dengan Famili 100 yang berhasil menjadikan Sonny Tulung bintang.

Meski sukses di antv, belum tentu sukses di televisi "tetangga". Ketika kontrak Famili 100 kelar, pemilik hak franchise, dalam hal ini Frementle, mengajak kerjasama Indosiar. Di televisi ini, Famili 100 cuma bertahan beberapa episode, begitu pula di TV7 (sebelum berubah namanya menjadi Trans7). Hal yang sama juga terjadi ketika antv mencoba mengontrak program Who Want to be a Millioner, dimana sebelumnya sempat meraih kesuksesan di RCTI. Banyak pemirsa bilang, kegagalan antv mengembalikan kejayaan Who Want to be a Millioner ini akibat Host-nya yang kurang kharismatik. Memilih Dian Sastro untuk menggantikan Tantowi Yahya sama saja memasukkan program asal Amerika Serikat itu ke dalam kubur.

Memang belum ada resep yang menjamin 100% program adaptasi atau franchise akan sukses. Jika ada pemilik program yang mengatakan resep kesuksesan adalah dengan menerjemahkan program luar menjadi sebuah program dengan local content, sebenarnya belum tentu juga. Kata Si Kecil adalah contoh nyata, penerjemahan local content yang sudah dilakukan tetap saja gagal. Padahal pemilik program sudah menyeleksi anak-anak kecil yang pintar, terutama pandai dan berani berbicara. Tetapi jumlah anak seperti itu di Indonesia ini tentu belum banyak. Berani berbicara secara spontan belum menjadi kebiasaan. Yang terjadi, banyak anak pintar yang pendiam.

Tidak memasukkan local content-nya belum tentu tidak sukses. Artinya, mengambil hampir 100% konsep aslinya juga bisa berhasil. Lihat saja Indonesian Idol. Jika Anda lihat, konsep di RCTI tidak jauh beda dengan konsep aslinya. Konsep yang tidak jauh dengan konsep aslinya pun terjadi pada TMOI. Jika pun ada yang beda, cuma gimmick-gimmick pada saat kemunculan para wanita dan tambahan filler yang menjadi video tape (VT) guna mengakomodir sponsor yang kebetulan menjadi sponsorship program ini.

Monday, November 9, 2009

GINI HARI MASIH MEMPERMASALAHKAN SENIORITAS? CAPE, DEH!!!

Kalo saja Ibu Marlin Angraini nggak berani melaporkan kejadian pengeroyokan putranya, Ade Fauzan Mahfuza, ke Polsektro Kebayoran Baru, masalah senioritas yang terjadi di SMAN 82 nggak bakal terkuak di media. Kenapa begitu? Menurut Warta Kota (Sabtu, 7/11/09), masalah senior-junior di SMAN yang berlokasi di jalan Daha II, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini sudah terjadi bertahun-tahun. Hebatnya, baik siswa yang masih bersekolah, alumnus, maupun pihak sekolah mengetahui budaya senioritas ini. Luar biasa!



Peristiwa terjadi ketika seorang senior melihat Ade melewati ‘Jalur Gaza’. Sekadar info, ‘Jalur Gaza’ adalah jalur yang merupakan koridor ruangan untuk anak kelas 3. Di sekolah ini, koridor ruangan tersebut nggak boleh dilewati oleh siswa kelas 1 dan kelas 2. Kalo berani-berani lewat, nasibnya akan kayak Ade: dipukuli.

“Memang kelas 1 harus menghormati kelas 3,” ujar Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, Endang Supardi. Tambah Endang, ia menyesali Ibunda Ade melaporkan ke polisi. Menurutnya, ini bukan masalah besar dan bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Hah?!

Dear friends, catat pernyataan Endang Supardi di atas tadi: INI BUKAN MASALAH BESAR! Menurut Anda, seseorang yang dipukul sampai babak belur itu bukan masalah besar ya, bo? Menurut Anda, seseorang yang kepalanya dipenuhi gel dan abu rokok dan berakhir dengan pingsan, karena dikeroyok seniornya itu bukan masalah besar ya, bo? Luar biasa!




Saya bukan sedang ingin menjatuhkan nama baik SMAN 82 yang kabarnya baru mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000 dan menjadi sekolah percontohan anti-bullying. NO! Saya juga tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga korban, yakni Ade Fauzan. NO! Saya nggak mengenal mereka sama sekali. Saya cuma menyesalkan aksi penganiayaan yang terjadi di sekolah tersebut yang jelas-jelas melanggar hukum.

Menurut Endang, masalah senioritas ini sudah terjadi bertahun-tahun dan menjadi budaya. Kalo udah terjadi bertahun-tahun kenapa nggak dilakukan tindakan oleh pihak sekolah ya? Tapi Anda pasti nggak akan heran, karena semua pihak yang berhubungan dengan SMAN ini melakukan aksi tutup mulut alias bungkam, ketika sejumlah media mencoba menguak budaya primitif ini. Maklum, budaya ini sudah ada bertahun-tahun dan mengakar.

Saya sempat tekejut ketika Bokap saya bilang, Kepala Sekolah SMAN 82 tersebut adalah mantan guru Labs School yang sempat mengajar ekonomi saya, lho. Oh ya?! Tambah terkejut ketika mantan Guru saya ini bilang kalo doi nggak tahu apa-apa, karena baru setahun menjadi Kepala Sekolah. Anyway, saya bingung, kok gini hari masih mempermasalahkan senior-junior ya, bo?! Cape, deh!

FILM "ALANGKAH LUCUNYA NEGRI INI"





















Friday, November 6, 2009

KETIKA IMPIAN BERBUAH MENJADI MANIS

Sungguh beruntung mereka yang berpunya. Ketika ingin mewujudkan keinginannya untuk naik haji, mereka yang berpunya ini dengan mudah segara terbang ke Mekkah. Mereka pun tidak perlu pergi berlama-lama di tanah suci. Cukup ambil paket VIP, mereka bisa cepat pulang dan pergi berhaji.

Namun nasib tidak mudah jika yang punya keinginan berhaji adalah seorang wanita tua yang hidupnya miskin. Namun impiannya untuk menunaikkan kewajiban Rukun Islam ke-5 ini begitu kuat. Dan sampai di ujung kisah, wanita tua ini pun bersujud syukur, karena impiannya berbuah manis. Ia akhirnya bisa naik haji.

Begitulah cerita film Emak Ingin Naik Haji (EINH). Film yang disutradarai oleh Aditya Gumay ini diadaptasi dari cerita pendek (cerpen) karya Asma Nadia. Menurut Asma –yang penulis kutip dari blog Asma Nadia-, kisah Emak dalam cerpen ini merupakan salah satu bentuk gambaran ketimpangan umat Islam Indonesia dalam melaksankan rukun kelimanya.

"Ada orang yang susah sekali naik haji tapi ada juga orang yang berkali-kali naik haji," ujarnya.

Keresahan Asma tersebut membuahkan sebuah keinginan membuat cerita yang bertema haji. Lama keinginan itu terpendam. Pada tahun 2007, gayung pun bersambut. Majalah Nur memintanya menulis sebuah cerpen tentang haji. Permintaan itu datang sekitar satu bulan sebelum Asma benar-benar naik haji. Ia diberikan deadline lima hari untuk menyelesaikan cerpen tersebut.

Sebetulnya Asma nggak melewati deadline yang ditetapkan majalah Nur. Namun, karena merasa kurang sreg dengan cerpen yang sudah diselesaikannya, Asma meminta tambahan waktu lagi. Dalam membuat revisi cerpennya itu, segala upaya ia curahkan untuk melakukan riset, tentunya riset tentang cara-cara orang naik haji. Dalam riset itu, ia menemukan realita di lapangan, bahwa ada tarif naik haji dengan pelayanan biasa saja, tetapi ada pula yang dengan tarif sangat mahal dan fasilitas yang luar biasa.

Film EINH berkisah tentang impian Emak (diperankan oleh Aty Kanser) untuk pergi naik haji. Dalam memperjuangkan impiannya, Emak dibantu oleh Zein (diperankan oleh Reza Rahardian). Beberapa tahun setelah kematian ayahnya, Zein memang menjadi tumpuan harapan bagi Emak. Di sebuah rumah gubuk berdinding papan, mereka hidup serba kekurangan. Dalam kondisi seperti itu, impian Emak begitu kuat ingin pergi ke tanah suci. Impian inilah yang kemudian diolah menjadi sebuah benang merah cerita film EINH ini.

Sebagaimana hidup, dalam mencapai impian, kita seringkali menghadapi sejumlah persoalan. Ada yang berhasil mengahadapi persoalan dan selanjutnya mencapai impian tersebut. Ada pula yang gagal. Dalam film EINH, cukup banyak persoalan yang dihadapi oleh Emak dan Zein. Mulai dari uang tabungan yang sudah bertahun-tahun dikumpulkan harus diberikan untuk operasi cucunya, sampai usaha Zein yang gagal memberikan surprise pada Emaknya gara-gara ia tertabrak sebuah mobil, sehingga kupon undian naik haji yang seharusnya didapat, musnah.

Kejadian demi kejadian menjadi rangkaian konflik, sehingga impian Emak untuk naik haji jadi terlihat ruwet seperti benang kusut. Boleh jadi beberapa kejadian, sempat ditebak-tebak penonton. Maksudnya, penonton bisa mengira bahwa hasil akhir Emak bisa naik haji dengan cara menabung, memenangkan undian, atau dari uang hasil curian Zein. Nyatanya, kisah belum berakhir sampai di situ. Ketika undian didapat, Zein berlari-lari, tabrakan tak terkendali. Kupon undian pun terbang. Seketika musnahlah harapan Emak naik haji.

Aditya begitu terkesan dengan cerpen Asma yang dibuat tahun 2007 ini. Prosesnya cukup unik, yakni ketika menghadiri acara perpisahan TK Al Azhar di Taman Mini, ia mendapatkan goody bag berisi majalah-majalah lama, salah satunya majalah Nur terbitan Desember 2007. Di majalah itu, ia membaca cerpan Asma dan langsung terkesan. Hebatnya, ia sudah bisa membayangkan cerpen itu dalam sebuah film.

"Saya bahkan sudah mendapatkan passion, keharuan dan sentuhannya untuk diangkat dalam bentuk film," ujarnya. "Film ini mewakili begitu banyak impian anak yang ingin membahagiakan orang tuanya," jelasnya.

Sebelum berkenalan dengan Asma dan meminta izin untuk mengangkat cerpennya ke film, Aditya sudah membuat skenario bersama Adenin Adlan. Seperti juga film EINH, proses selanjutnya, yakni pertemuan Aditya dan Asma penuh lika-liku. Ia berusaha mencari nomor telepon Asma. Nomor didapat, namun pertemuan tetap tak terjadi. Karena Asma kehilangan handphone dan nomor yang dimiliki Aditya adalah nomor handphone Asma yang hilang. Akhirnya, mereka pun berjumpa dan mencapai kesepakatan. Asma mengizinkan cerpennya diangkat ke dalam film.

Meski tidak terlalu dekat, tetapi saya mengenal Asma sebagai seorang penulis produktif yang berkualitas. Buku-buku serta novel-novelnya penuh dengan massage yang inspiratif. Dialog-dialog yang muncul dalam novel-novelnya kritis, tajam, kontemplatif, namun tetap membumi. Agaknya dialog-dialog yang menjadi ciri Asma, juga menular pada skenario yang ditulis Aditya dan Adenin. Simak salah satu dialog Henidar Amroe dengan anaknya.

“Papa ke tanah suci kenapa Mama enggak?”

“Papa pergi haji cuma cari status.”

“Mama memang belum terpanggil oleh Allah? Kalo dipanggil Allah, namanya mati dong?”

Banyak dialog-dialog kritis yang pada akhirnya membuat penonton sekadar tersenyum, bahkan banyak pula yang sempat tertawa. Tetapi saya merasa terganggu dengan beberapa built in produk titipan sponsor yang masuk ke film EINH. Bukan cuma produk perbankan, tetap juga mini market. Saya paham sekali, produk-produk itu harus muncul di dalam scene. Namun buat saya terlalu memaksakan diri. Scene yang tidak penting, yang seharusnya bisa dihilangkan, jadi terpaksa masuk, hanya karena berkewajiban memunculkan logo sponsor atau karyawan dengan seragam sponsor yang in frame.

Kemunculan produk-produk built in ini buat mereka lumrah. Tanpa sponsor, boleh jadi production cost film ini menjadi cukup besar. Padahal saya tahu, film ini tidak menggunakan camera film, tapi digital camera. Artinya, production cost bisa ditekan sedemikan rupa. Paling-paling yang mahal biaya shooting di Mekkah dan membayar artis sekaliber Didi Petet, Nini L. Karim, maupun Ati Kanser.

Selain “gangguan” berupa built in sponsor yang harus menyusup di scene-scene, ada scene dimana diolognya di-dubbing, yakni ketika adegan seorang pengusaha yang mengundang wartawan dalam rangka merenovasi masjid. Saya tidak tahu pasti kendala teknis –barangkali atmosfir di sekitar masjid tidak memungkinkan untuk melakukan shooting dengan cara direct sound-, tetapi saya cukup terganggu. Saya seolah sedang melihat program telenovela, dimana bahasa aslinya terpakasa harus di-dubbing ke bahasa lokal.

Saya juga menilai Aditya terlalu “patuh” pada cerpennya Asma. Padahal sebuah cerita atau novel tidak berkewajiban mengadaptasi secara utuh. Richard Krevolin dalam buku Richard Krevolin, Rahasia Sukses Skenario Film-Film Box Office (buka hal 11-12) berpendapat, sebuah film adaptasi akan mengagumkan, bukan karena memiliki banyak kesamaan dengan novel aslinya, namun mampu mengangkap esensi, ruh, dan jiwa novel asli.

Mengenai teknik pengadaptasi ini, ia membuat 2 (dua) aturan, yakni (1) anda tidak berhutang apa pun pada teks asli (novel yang diadaptasi-pen); dan (2) kalau ada bagian yang akan menghasilkan cerita yang akan menghasilkan cerita yang bagus, bagian tersebut harus dipertahankan. Kalau tidak, kisahnya harus disingkirkan. Nampaknya Aditya “patut” pada cerpen tersebut, sehingga adegan-adegan yang “serba kebetulan” bisa naik Haji –antara lain kebetulan mendapat undian dan di ujung cerita kebetulan mendapat hadiah dari nazar-, bisa diseleksi lagi.

Kalau kita berkaca pada kesuksesan film Laskar Pelangi, Riri Riza dan penulis skenarionya Salman Aristo berani melakukan hal tersebut. Mereka bukan cuma menyeleksi kisah-kisah yang dramatis, mengharukan, dan lucu, justru malah menambah kisah lain yang tidak ada di novel Laskar Pelangi, misalnya adegan paduan suara anak-anak Laskar Pelangi. Lebih dari itu, Riri dan Salman juga berani menambah tokoh-tokoh baru di filmnya, yakni Pak Zulkarnaen (diperankan Slamet Rahardjo), Pak Bakri (diperankan Rifnu Wikana), dan Pak Mahmud (diperankan Tora Sudiro).

Menurut William Sloane, yang penulis kutip dari buku Meramu Kisah Dramatis: Menuju Klimaks dalam Cerita karya William Noble, fiksi adalah orang. Fiksi ditulis untuk orang, terdiri dari orang-orang, dan ditulis oleh orang. Intinya, dalam sebuah kisah, dalam konteks pengadaptasian, ada tokoh yang harus dipertahankan, ada pula yang tokoh baru agar menambah unsur dramatik dalam sebuah cerita

Film ini dibintangi oleh tiga aktor senior, yakni Didi Petet, Nini El Karim, dan tentu saja Ati Kanser. Selain itu ada Henidar Amroe, Cut Memey,dan penampilan khusus Ustadz Jeffri Al Bukhori. Saya memuji akting pendatang baru Reza Rahardian. Ia mampu mengimbangi akting para seniornya, bahkan saya justru berpendapat dialah bintang sebenarnya dibanding Didi Petet, Nini El Karim, maupun Ati Kanser.

Shooting berlangsung di beberapa tempat, yakni di Jakarta, Pelabuhan Ratu dan Mekkah. Total hari shooting memakan waktu 20 hari lebih. Dari total 20 hari, lima harinya shooting di Mekkah.

Meski secara sinematografis tidak ada sesuatu yang saya anggap luar biasa, namun sekali lagi dialog-dialog di film ini cukup cerdas. Tidak sekadar petuah-petuah “basi” yang seringkali membuat dialog yang diucapkan para pemain terkesan textbook, tetapi justru cukup membumi. Buat saya, film ini bisa menjadi alternatif tontonan di antara film-film bertema komedi seks maupun kuntilanak. Setidaknya turut bermimpi bisa naik haji sebagaimana impian Emak.


B for better Indonesia

INI BARU NAMANYA NEGARA HUKUM!

Pagi ini gue takjub bukan kepalang, detikhot menulis gede-gede judulnya: SHEILA MARCIA BISA BEBAS AKHIR PEKAN INI. Artinya, pacar gue bakal keluar dari penjara. Pacar gue? Maksudnya pacar gue dalam impian pas gue ngilindur di WC sampai ngiler dan terkentut-kentut!

Bener-benar takjub gue. Anda tahu? Sheila itu kudu menjalani hukuman 5 bulan penjara, karena Kasasi yang diajukan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara terhadap vonis 7 bulan kurungan Pengadilan Tinggi Jakarta dikabulkan Mahkamah Agung. Gara-gara itu, Sheila kembali menghuni Rutan Pondok Bambu pada 7 September 2009.

Nah, baru menjalani dua pertiga masa hukumannya, Sheila bisa mendapat bebas bersyarat. Terus terang gue nggak ngerti maksud bebas bersyarat. Apakah meski bebas, tapi ada syarat misalnya kudu foto copy KTP dan setor duit? Atau biar bebas pake pakaian tapi tetap sopan? Atau meski bebas tapi kudu pake helm kalo naik motor dan jangan ugal-ugalan di jalan? Ah, entahlah! Lier, euy! Tapi katanya -kata si pengacara tentunya-, Sheila dibebaskan, karena sedang hamil besar dan dinilai berkelakukan baik. Waduh, enak juga ya?


Sheila yang berkali-kali gue tolak menjadi pacar gue. Tapi ini semua dalam mimpi.

"Sheila bisa keluar dari Rutan bulan November ini," jelas Mudarwan Yusuf, pengacara Sheila, saat dihubungi detikhot lewat telepon, Senin (2/11/2009) malam.

Anyway, inilah realita yang terjadi dalam dunia hukum di Indonesia. INI BARU NAMANYA NEGARA HUKUM! Entahlah hukum apa. Yang pasti buat gue, ini adalah berita yang sama dahsyatnya dengan kehadiran Anggodo di studio tvOne semalam. Kenapa berita besar? Kalo alasannya hamil besar dan berkelakuan baik, berati cewek-cewek yang lagi dipenjara, mereka bisa dihamil atau menghamili diri sampai perutnya besar dan kemudian berkelakuan baik. Dengan begitu, mereka pasti bisa keluar dari penjara, bukan begitu bukan?

Thursday, November 5, 2009

Saturday, October 24, 2009

JANTUNG PISANG YANG BIKIN JANTUNGAN

Rumah boleh kecil, yang penting punya pohon pisang. Begitulah impian gue. Meski rumah gue nggak segede rumah konglomerat atau pejabat bermeter-meter persegi, namun di pekarangan rumah gue tumbuh beberapa pohon pisang. Hebatnya, di sepanjang jalan rumah gue, nggak ada tetangga yang memelihara pisang, even di Kompleks Cempaka Putih Indah yang notabene tanah di setiap rumah jauh lebih besar dari gue, nggak ada tuh yang menanam pohon pisang.

“Duh, segitu bangganya!”

Ya, dong! Buat gue, melakukan hal yang berbeda dari orang lain, dimana sesuatu yang berbeda itu positif bisa menjadi sebuah kebanggaan. Menurut gue, pohon pisang banyak manfaatnya, karena termasuk buah yang padat nutrisi dan energi. Teksturnya yang lembut membuat pisang sering dijadikan buah pilihan untuk makanan bayi. Bagi
anak-anak, pisang juga bisa menjadi bekal sehat ke sekolah.

Peneliti dari Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB, Dr. Ir. Sobir menjelaskan, ada sebuah penelitian tentang pisang yang dilakukan terhadap 200 pelajar di sekolah
Twickehnham, di Middlesex, Inggris. Ke-200 pelajar itu diberikan makanan tambahan
berupa pisang saat sarapan, istirahat, dan makan siang. Penelitian ini dilakukan
menjelang waktu ujian. Walhasil, para pelajar tersebut memiliki daya konsentrasi yang luar biasa. Hal ini jelas sangat membantu proses belajar mereka. Kalium yang terdapat pada pisang lah yang berperan meningkatkan konsentrasi belajar tersebut.

Selain kalium, kandungan vitamin B pada pisang yang cukup tinggi, juga mampu
mempertahankan aktivitas kerja sistem syaraf. Hal tersebut juga mendorong
pelajar bisa berkonsentrasi lebih lama.

Manusia sudah lama makan pisang sejak zaman dahulu kala. Artinya, bukan cuma monyet yang sudah lama mengkonsumsi pisang. Kata pisang sendiri asalnya dari bahasa Arab, yakni maus. Oleh Linneus, kata tersebut dimasukkan ke dalam keluarga Musaceae. Hal tersebut untuk memberikan penghargaan kepada Antonius Musa, seorang dokter pribadi kaisar Romawi (Octaviani Agustinus) yang menganjurkan sang Kaisar makan pisang (bareng monyet!). Itulah mengapa dalam bahasa latin, pisang dinamai Musa paradisiacal.





Menurut sejarah, pisang berasal dari Asia Tenggara. Buah ini dibawa oleh para penyebar agama Islam dan selanjutnya dibawa lagi ke Afrika Barat, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Dari situlah pisang kemudian menyebar ke seluruh dunia, sehingga meliputi daerah tropis dan subtropis. Brasilia, Filipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Mexico, Venezuela, dan Hawai merupakan negara-negara penghasil pisang. Negara Indonesia yang kita cintai ini merupakan negara penghasil pisang nomor empat di dunia. Luar biasa bukan? Di Asia, Indonesia termasuk penghasil pisang terbesar, dimana sekitar 50 persen produksi pisang Asia berasal dari Indonesia.

Jawa Barat (Sukabumi, Cianjur, Bogor, Purwakarta, Serang), Jawa Tengah (Demak, Pati, Banyumas, Sidorejo, Kesugihan, Kutosari, Pringsurat, Pemalang), Jawa Timur (Banyuwangi, Malang), Sumatera Utara (Padangsidempuan, Natal, Samosir, Tarutung), Sumatera Barat (Sungyang, Baso, Pasaman), Sumatera Selatan (Tebing Tinggi, OKI, OKU, Baturaja), Lampung (Kayu Agung, Metro), Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali dan Nusa Tenggara Barat merupakan daerah-daerah penghasil pisang di Indonesia.

Buah pisang memang mengandung banyak zat gizi. Selain kalium yang sudah di jelaskan di atas tadi, kandungan vitamin dan mineralnya pun lebih unggul dibandingkan buah dan sayuran lain, terutama untuk vitamin B6 (piridoksin), vitamin C, kalium, serat, dan mangan. Kalo dibandingkan dengan buah apel, pisang mengandung 4 kali lebih banyak protein, dua kali lebih banyak karbohidrat, tiga kali lebih banyak fosfor, lima kali lebih banyak vitamin A dan zat besi, serta dua kali lebih banyak vitamin dan mineral lainnya.




Nyatanya, bukan cuma bermanfaat untuk dimakan, pisang juga bermanfaat untuk upacara ritual. Ada beberapa daerah yang upacara adatnya mengunakan pohon pisang sebagai perlambang. Maklulah, pohon pisang memiliki filosofi: selalu melakukan regenerasi sebelum berbuah dan mati, yaitu melalui tunas-tunas yang tumbuh pada bonggolnya. Dengan cara itulah pohon pisang mempertahankan eksistensinya untuk memberikan manfaatkan kepada manusia. Filosofi tersebutlah yang mendasari penggunaan pohon pisang sebagai simbol niat luhur pada upacara pernikahan.

Beberapa hari ini, gue terkagum-kagum melihat dua pohon pisang di rumah gue menghasilkan jantung. Terus terang selama ini gue sudah menunggu-nunggu pisang di rumah gue jantungan, eh maksudnya muncul jantung. Sebab, dengan kemunculan jantung pada pisang, ini menandakan pisang gue akan menghasilkan buah pisang. Nah, sebelum kemunculan jantung pisang, hati gue sempat jantungan alias dag-dig-dug, kayak menanti kelahiran sang jabang bayi. Alhamdulillah, jatung itu pun muncul juga dan membuat gue bangga.

Ternyata kekaguman gue pada jantung pisang, juga dialami oleh tetangga gue. Mereka seolah melihat “tumbuhan aneh” yang ada di pekarangan rumah gue. Oalah! Padahal cuma jantung pisang gitu, loch! Tapi kalo mau jujur, jantung yang tumbuh di kedua batang pisang gue mantabs punya. Jatung pisang pertama nggak begtitu panjang, sedang jantung pisang kedua “buntutnya” panjang banget. Mungkin panjangnya bisa mencapai kurang lebih satu meter. Coba aja Anda perhatikan di foto tersebut. Kedua jantung itu seolah sedang berdialog satu sama lain. Sayang, gue nggak bisa dengar.

Sebagaimana buah pisangnya, jantung pisang juga memberikan manfaat. Jantung pisang yang merupakan bunga pisang berwarna merah tua keunguan, terdapat bakal pisang yang berada di bagian dalamnya. Kalo doyan masak, jantung pisang bisa disayur, bahkan bisa pula dibuat manisan, acar, maupun lalapan.

(berbagai sumber)

Friday, October 23, 2009

TANGKAP DULU, BARU DICARI KESALAHANNYA

Banyak orang bilang,kasus Bibit Rianto dan Chandra M. Hamzah bisa menjadi momentum terbaik yang dimiliki oleh Polri dan tentu saja Presiden SBY. Kenapa begitu? Because, meski kalo pada akhirnya kasus rekaman penyadapan itu membuktikan ada pejabat Polri yang terlibat, mayoritas warga negara Indonesia bakal acungkan jempol pada Polri. Two thumbs up! Bahwa Polri objektif.

Buat SBY, pemerintahan 100 hari ini sangat potensial buat membuktikan diri. Bahwa SBY punya nyali buat bertindak. Seharusnya Presiden pilihan 60% lebih rakyat ini bisa mengambil tindakan tanpa membiarkan benang kusut dalam kasus penahanan dua pejabat KPK ini. Dalam program radio pagi ini saya mendengar, seorang pengamat politik bilang, dalam kondisi yang nggak jelas kayak begini, biasanya orang seperti Muhammad Yusuf Kalla sangat dibutuhkan. Ia akan mengeluarkan statement dengan lantang. Maklumlah, mantan Wakil Presiden RI ini dianggap oleh banyak orang selalu cepat dalam bertidak.

Sebagai pribadi –karena kalo sebagai institusi hukumnya haram, karena katanya kudu netral-, saya menyayangkan penangkapan Bibit dan Chandra yang saya kutip dari pernyataan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin sebagai sebuah proses hukum yang dijalankan berdasarkan tindakan yang absurd atau tidak masuk akal.

“Kriminalisasi terhadap KPK akan menguntungkan koruptor,” kata Din Syamsuddin (Kompas Minggu, 01/11/09). “Kriminalisasi ini juga memupus harapan rakyat serta mengoyak amanat reformasi.”

Ketidakjelasan penangkapan inilah yang membuat banyak dukungan moral yang ditujukan pada Bibit dan Chandra. Bukan cuma para Facebookers yang masih terus berusaha mencapai target 1 juta dukungan, tetapi juga oleh sejumlah public figure, tokoh politik, pendidikan, agamawan, dan pengusaha. Dalam note ini saya pribadi pasti mendukung kasus absurd ini, karena sejalan dengan slogan saya “B FOR BETTER INDONESIA”. Namun karena saya berada di lingkungan media, saya tidak melakukan dukungan secara fisik, misalnya dengan mengunakan pakaian warna hitam yang seharusnya saya pakai hari ini, atau menggunakan pita hitam. Termasuk masuk ke dalam 1 juta Facebookers pendukung Bibit dan Chandra. Media tetap harus netral, katanya begitu.

"Tangkap dulu, baru dicari kesalahannya!"

FILM ANIMASI "MERAIH MIMPI": BINGUNG DENGAN MIMPI DANA

Akhirnya Dana dan Rai berhasil juga mendapatkan surat warisan itu. Surat yang akan membuktikan, bahwa Pairot bukanlah pemilik seluruh tanah di kampung itu, dimana di tanah itu terdapat rumah keluarga Dana dan beberapa penduduk lain.

Dana (disulihsuarakan oleh Gita Gutawa) memang harus mencari surat wasiat itu sampai dapat, meskipun ia harus melewai berbagai rintangan, mulai dari melewati hutan belantara dan gua yang gelap gulita. Bahkan ia bersama adiknya Rai (disulihsuarakan oleh Patton ‘Idola Cilik’) sempat menguji jantung mereka pada saat naik kendaraan berbentuk cangkir minuman yang ada di gua itu dan melakukan aksi ala permainan halilintar di Dunia Fantasi, sebagaimana di film Indiana Jones. Selain ketegangan itu, di akhir Dana dan Rai hendak keluar gua, anak Pairot (disulihsuarakan Surya Saputra) yang bernama Ben (disulihsuarakan oleh Indra Bekti) yang sejak awal mengikuti mereka, mengambil surat wasiat itu. Anak Pairot itu langsung menutup pintu gua dan meninggalkan Dana dan Rai di dalamnya.

Seketika penonton menyimpulkan itu adalah akhir petualangan Dana dan Rai untuk menyelamatkan penduduk dari ketamakan Paiton yang ingin mengusir warga dan mengubah tanah kampung itu menjadi kasino dan perhotelan mewah. Namun ternyata anak Paiton sadar, bahwa saat-saat seperti itulah justru ia harus tunjukan kebaikan, agar Dana yang sebetulnya telah dijodohkan dengan anak Paiton respek pada dirinya.

Sejak awal, saya coba memahami mimpi Dana. Maklumlah, yang menjadi tokoh utama di film ini memang Dana. Gadis yang tidak jelas usianya berapa dan kelas berapa ini hidup bersama ayah, adik, dan neneknya. Sutradara hanya memberi gambaran ke penonton betapa bahagianya keluarga Dana, yang nampaknya tidak mempersoalkan keberadaan ibunya ini. Padahal di usia yang beranjak dewasa, selayaknya gadis remaja sedang giat-giatnya curhat dengan ibunya. Yang banyak diperlihatkan justru malah Oma (disulihsuarakan oleh Jajang C. Noor).

Namun Dana lebih suka bermimpi. Namun mimpinya tidak begitu jelas. Saya baru menemukan kejelasan mimpi Dana ketika timbul konflik antara dirinya dan ayahnya, dimana ayahnya setuju Dana akan dijodohkan dangan anak Paiton si tuan tanah yang bertubuh tambur dan selalu bergaya ala Elvis Presley itu. Tentang perjodohan inilah awal konflik, meski sebelumnya penonton sudah digiring dengan kisah kampung yang akan digusur oleh anak buah Paiton.

Dari kisah perjodoan itu, Dana mengungkapkan soal mimpi mendapatkan beasiswa. Menurutnya, dengan beasiswa, ia bisa menyelamatkan kampungnya dan harga dirinya yang ingin digadaikan pada anak Paiton. Ketika beasiswa didapat, mimpinya lain lagi, yakni ingin mendapatkan surat wasiat asli yang ada di bukit di atas cengkraman matahari, seperti yang diceritakan oleh ayah kandung Paiton, Kakek Wiewien (disulihsuarakan oleh Yose Rizal Manua), yang dianggap gila oleh warga kampung.

Entah Sutradara lupa atau memang menganggap film animasi untuk konsumsi anak-anak paling mengena jika konflik yang dibangun soal perjodohan. Padahal ini stereotype sekali, apalagi penonton Indonesia masa kini, pun anak-anak, sudah tidak mengenal istilah perjodohan. Namun sekali lagi, Sutradara ingin mengangkat stereotype film-film animasi ala putri-putrian produksi Walt Disney seperti Cinderella, Sleeping Beauty, dan lain-lain, yang diadaptasi ke Meraih Mimpi. Dan sudah bisa diduga, inilah film ala Sitti Nurbaya versi Meraih Mimpi. Kelemahan lain selain cerita soal mimpi yang tidak jelas itu, mengenai filmnya sendiri yang menurut saya kurang membumi, mengindonesia.

Sulihsuara yang ada di animasi Meraih Mimpi buat saya cukup mengganggu. Banyak penonton menganggap, perbedaan antara mulut tokoh di animasi Meraih Mimpi itu akibat kurang sync antara animasi yang dibuat dengan dialog pada skenario. Namun sejak awal saya sudah curiga, film animasi ini aslinya berbahasa Inggris, lebih tepatnya Inggris Melayu. Asumsi ini saya simpulkan, karena melihat deretan kru film Meraih Mimpi yang mayoritas “orang bule”, salah satunya Sutradara film ini: Phil Mohamad Mitchell. Selain Mitchell yang bertindak sebagai Produser ada nama Mike Wiluan dan Chan Pui Yin dan ada nama Alex Sandford sebagai pembuat basic story.

Nama Nia Dinata dengan Kalyana Shira Film di film Meraih Mimpi barangkali hanya ingin menunjukan orang Indonesia ikut serta di film animasi ini, sehingga para penonton di Indonesia ini diharapkan bangga memiliki film animasi ber-setting ‘Indonesia’. Sungguh terlalu sadis kalo saya katakan Nia cuma dipasang namanya, padahal tidak seperti itu. Nia tetap punya andil, kok, yakni sebagai script localized artinya Penulis skenario yang mengadonkan warna-warna lokal dengan warna-warna global. Penulis skenario ‘aslinya’ sendiri ‘orang bule’, yakni Philip Stamp. Dengan bantuan Nia, unsur-unsur wayang di film Meraih Mimpi, bisa terakomodir, termasuk logat para binatang yang menggunakan logat beberapa daerah di Indonesia. Nama-nama Indonesia (pastinya) justru ditampilkan di level penyulihsuara. Ada Cut Mini yang sedang naik daun, karena film Laskar Pelangi yang mensulihsuarakan karakter seekor burung Kakaktua bernama Kakatu; Indra Bekti sebagai Ben; Jajang C. Noor (Oma); Surya Saputra (Pairot); Shanty (Minah); Ria Irawan (Kadal); Nina Taman (Kelelawar); dan tentu saja Gita Gutawa.

Ketika sudah mengerti soal dialog aslinya yang berbahasa asing itu, saya langsung berpikir jauh, Meraih Mimpi pasti bukan hanya dikonsumsikan penonton Indonesia. Ternyata benar, film tersebut berdasarkan sebuah novel yang juga sudah dibuatkan animasinya berjudul Sing to the Dawn karya Minfong Ho. Novel dan film tersebut sudah lebih dulu beredar di Asia. Oleh karena setting perkampungan yang khas orang Melayu atau mirip-mirip di Indonesia, wajah Melayu, hutan, pria dengan kaos oblong, kekeluargaan antara anak, ayah, dan nenek, serta hal-hal lain, dimana semua ini sangat Asia sekali, maka penonton tidak akan mempertanyaan mengenai lagi siapa pembuat animasi ini.

Satu hal yang sangat tidak membumi untuk ukuran setting Indonesia adalah tentang kasino atau pusat perjudian. Meski konon setting film ini berada di salah satu perkampungan di Batam, tapi membangun tempat perjudian di Indonesia tidak bisa sevulgar sebagaimana digambarkan di film ini. Lebih dari itu tempat-tempat perjudian menyebar, ilegal, dan tidak secara umum diketahui masyarakat. . Kalau pun ada di sentralisasikan di salah satu lokasi yang konon juga bersamaan dengan lokasi prostitusi Kramat Tunggak, namun tetap saja tradisi menggusur kampung menjadi kasino bukanlah Indonesia.

Di akhir tulisan ini, saya tetap mengacungkan jempol atas usaha Nia Dinata yang membuat anak-anak kami mendorong kami ke bioskop untuk menyaksikan film Meraih Mimpi ini. Meski usia tayang di bioskop relatif sebentar, artinya nggak meraih kesuksesan sesuai harapan, namun usaha Nia patut dibanggakan. Dan pada akhirnya antara Bapak -dalam hal ini saya- dan anak sama-sama bingung dengan mimpi Dana. Ah, barangkali saat ini Dana masih sedang mencari mimpinya dan kemudian meraihnya.