Thursday, November 19, 2009

SUKSES DENGAN PROGRAM FRANCHISE

Empat pegawai photo copy yang terletak di jalan Pemuda nampak serius memandangi televisi. Mata mereka seakan nggak berkedip sedikit pun. Sesekali ada tawa dan senyum yang terlihat dari wajah mereka. Sebelumnya, di siang hari, saya juga menemukan kondisi yang sama. Ketika berkunjung ke rumah saudara di Tebet, saya melihat seorang wanita muda dan seorang ibu rumah tangga serius menonton sebuah program televisi.

Begitulah suasana tiap Sabtu dan Minggu, pukul 18:00-21:30 wib dan pukul 13:00-15:30 wib. Sebuah program berjudul Take Me Out Indonesia yang ditayangkan Indosiar berhasil menyihir para penonton di seluruh Indonesia. Konon dari data lembaga riset AC Nielsen, program ini rata-rata berhasil menembus angka penonton lebih dari 20%. Artinya, 20% rakyat Indonesia yang berjumlah 220 juta jiwa pada saat itu menyaksikan Take Me Out Indonesia (TMOI).


Program Opini yang ditayangkan tvOne setiap Senin-Jumat ini bukan program franchise.


Konsep program ini adalah menampilkan wanita-wanita single yang akan memilih pasangan mereka. Sebelum memilih, mereka harus menampilkan salah satu kemampuan mereka, bisa menyanyi, berakting, atau membaca puisi. Ada beberapa pria yang menyaksikan aksi wanita-wanita itu, yang dimunculkan satu per satu.

Di depan pria ada semacam podium yang di muka podium dipasangi lampu yang bisa menampilkan warna merah dan warna hijau. Pria-pria yang berdiri di podium itulah yang akan memencet tombol lampu yang akan menyalahkan warna merah atau warna hijau. Jika mereka menyalahkan lampu hijau, artinya mereka memberikan kesempatan wanita mempertunjukan kebolehannya. Namun jika setelah seorang wanita muncul di atas panggung dan belum melakukan aksinya, ada pria yang menyalahkan lampu merah, maka pria itu tidak tertarik dengan si wanita.

Akhir dari segmen, si wanita akan memilih pria-pria yang masih tertarik padanya, yang masih menyalahkan lampu hijau. Wanita akan memilih satu di antara pria-pria tersebut. Inilah yang menjadi pusat ketegangan program ini. Bisa jadi wanita itu tidak memilih pria-pria tersebut, karena dirasa kurang cocok, bisa pula si wanita akhirnya tidak dipilih sama sekali, karena setelah mempertunjukan kemampuannya, seluruh pria menyalahkan lampu merah.

Program TMOI yang dipandu oleh Choki Sitohang ini merupakan program franchise alias program adaptasi dari televisi luar. Buat Indosiar, program model franchise seperti ini sudah berkali-kali dilakukan. Barangkali Anda masih ingat dengan program Akademi Fantasi Indonesia (AFI)? Program reality show pencarian bakat menyanyi ini berhasil menjadi program televisi populer di Indonesia di awal tahun 2000-an. Berkat kepiawaian tim kreatif Indosiar, AFI yang merupakan program adaptasi ini juga mencapai perolehan penonton yang luar biasa.

Tidak semua program franchise bisa meraih kesuksesan. Banyak program televisi yang gagal bertahan, sebut saja Gol! Gol! Gol! dan Kata Si Kecil. Dua program tersebut kebetulan sempat ditayangkan di antv. Program Gol! Gol! Gol! yang merupakan adaptasi dari Turki dan dipandu oleh Edwin ini tidak berlangsung lama usianya. Namun antv berhasil membalas kegagalan program adaptasi dengan membeli hak franchise konsep Deal or No Deal, maka lahirlah program Super Deal 2 Miliar yang dipandu oleh Nico Siahaan. Stasiun antv juga berhasil mengadaptasi program Family Feud dan mengganti nama dengan Famili 100 yang berhasil menjadikan Sonny Tulung bintang.

Meski sukses di antv, belum tentu sukses di televisi "tetangga". Ketika kontrak Famili 100 kelar, pemilik hak franchise, dalam hal ini Frementle, mengajak kerjasama Indosiar. Di televisi ini, Famili 100 cuma bertahan beberapa episode, begitu pula di TV7 (sebelum berubah namanya menjadi Trans7). Hal yang sama juga terjadi ketika antv mencoba mengontrak program Who Want to be a Millioner, dimana sebelumnya sempat meraih kesuksesan di RCTI. Banyak pemirsa bilang, kegagalan antv mengembalikan kejayaan Who Want to be a Millioner ini akibat Host-nya yang kurang kharismatik. Memilih Dian Sastro untuk menggantikan Tantowi Yahya sama saja memasukkan program asal Amerika Serikat itu ke dalam kubur.

Memang belum ada resep yang menjamin 100% program adaptasi atau franchise akan sukses. Jika ada pemilik program yang mengatakan resep kesuksesan adalah dengan menerjemahkan program luar menjadi sebuah program dengan local content, sebenarnya belum tentu juga. Kata Si Kecil adalah contoh nyata, penerjemahan local content yang sudah dilakukan tetap saja gagal. Padahal pemilik program sudah menyeleksi anak-anak kecil yang pintar, terutama pandai dan berani berbicara. Tetapi jumlah anak seperti itu di Indonesia ini tentu belum banyak. Berani berbicara secara spontan belum menjadi kebiasaan. Yang terjadi, banyak anak pintar yang pendiam.

Tidak memasukkan local content-nya belum tentu tidak sukses. Artinya, mengambil hampir 100% konsep aslinya juga bisa berhasil. Lihat saja Indonesian Idol. Jika Anda lihat, konsep di RCTI tidak jauh beda dengan konsep aslinya. Konsep yang tidak jauh dengan konsep aslinya pun terjadi pada TMOI. Jika pun ada yang beda, cuma gimmick-gimmick pada saat kemunculan para wanita dan tambahan filler yang menjadi video tape (VT) guna mengakomodir sponsor yang kebetulan menjadi sponsorship program ini.

No comments: