Tuesday, November 25, 2008

CUCI TANGAN, CUCI UANG

Sejak kecil nenek moyang kita mengajarkan segala hal positif. Tujuan mereka tak lain agar hidup kita bersih. Dengan pola hidup bersih, maka kita akan sehat. Jika sehat, ujung2nya kita punya kesempatan berumur panjang. Dengan catatan Sang Kuasa memberikan kesempatan kita hidup. Kebiasaan yang sederhana yang dimaksud adalah cuci tangan.

Cuci tangan wajib hukumnya bila kita hendak makan. Mo makan pekai sendok, apalagi pakai tangan, kita pasti akan mencuci tangan kita. Buat yang punya anak, biasanya ortu akan rewel jika anak mereka belum berangkat ke wastafel untuk mencuci tangan.

Kmrn, tepatnya tgl 15 Oktober 2008 kmrn, sebuah agency besar juga merayakan Hand Washing Day alias hari cuci tangan dunia. Sebuah statiun televisi meng-cover event tersebut yang diselenggarakan di Wisma Aldiron Dirgantara MBU, Pancoran. Di event itu, ratusan pelajar SD melakukan ritual cuci tangan bersama.

Cuci tangan memang positif, tp ada makna ganda yang membuat cuci tangan jadi menyebalkan, memuakkan. Ini terjadi sudah sejak dahulu kala. Entah di kantor, di kalangan usahawan, bahkan politisi seringkali melakukan cuci tangan. Tentu cuci tangan satu ini punya makna negatif. Dan tentu saja bukan nenek moyang kita yang mengajarkan.

Seorang politisi yg sdh kenyang dengan uang sogokan ke majelis Hakim terhormat akan melakukan aksi cuci tangan di saat ia terpojok dianggap melakukan usaha suap. Seorang atasan yg sok bijaksana cuci tangan dg nasib anak buahnya yg melakukan kesalahan, padahal kesalahan itu dilakukan atas perintah atasan itu sendiri. Seorang pengusaha, cuci tangan melihat kondisi Sidoardjo, dimana lumpur tak juga berhasil ditanggulangi dan kondisi tersebut dianggap bencana nasional, padahal sebuah karma.

Cuci tangan sudah menjadi tradisi. Sebab, buat mereka yang sdh tdk memiliki kemaluan, cuci tangan dianggap angin setan. Bagi mereka yg sdh biasa cuci tangan, hal2 yang akan dicuci tangankan jd bukan luar biasa lagi. Tak ada lagi ketakutan, kemaluan, keringat yang mengucur sebagaimana seorang pencuri amatir yg baru mencuri ayam.

Bahkan belakangan, bukan cuma tangan yang dicuci, tapi juga uang. Istilah kerennya: money laundry. Memang laundry khusus untuk uang tidak di outlet-outlet laundry keren yang menjamur di mal atau di pinggir jalan. Laundry untuk uang hanya bisa dilakukan oleh manusia-manusia siluman yang memang ingin mencuci tangannya. Jangan heran kalau sekarang tumbuh Mal dimana-mana. Itu sebenar salah satu bentuk konkret dari mereka yang mencuci uangnya. Daripada ditaro di bank ditanya-tanya KPK, mending bangun Mal.

Kebersihan adalah pangkal kesehatan. Tentu nenek moyang kita cuma ingin tradisi cuci tangan tetap dilakukan. Namun ritualnya cuma menggunakan air dan sabun, bukan menggunakan pelicin seperti uang, kekuasan, dan kebenaran yang diplintirkan menjadi sebuah dusta.

Wednesday, November 12, 2008

PANTESAN DIA BEGITU, WONG KELAKUAN ORANGTUANYA JUGA BEGITU



Kapan terakhir Anda memberi contoh positif pada anak Anda? Ketika merokok, Anda berada di depan anak-anak Anda; ketika ada sampah di dalam mobil, Anda seenaknya membuangnya lewat jendela mobil; ketika naik motor, Anda tidak menggunakan helm; atau ketika dalam sebuah antrian, Anda tanpa bersalah menyerobot orang di depan Anda agar bisa lebih cepat dilayani.


Saya sedih sekali karena minggu lalu memperlihatkan contoh buruk di depan anak-anak. Potret saya saat masih SMA, diketahui kedua anak saya. Tentu kalo potret biasa, mungkin saya gak terlalu kawatir. Namun di potret itu saya dalam kondisi setengah telanjang, rambut saya masih gondrong, dan sambil memegang sebatang rokok. Nampak di foto itu saya menikmati sekali rokok. Sisa asap rokok yang dikeluarkan dari mulut saya sempat tergambar di foto itu.

Contoh, buat sebagian orang dianggap tak punya arti. Padahal contoh adalah sebuah bentuk aktivitas yang akan membentuk kita maupun anak-anak kita di masa depan. Seperti rokok itu tadi. Buat Anda, kekawatiran saya berlebihan. “Cuma rokok! So what gitu, lho!” Enak memang terdengarnya, “cuma rokok”, tapi apa akibat yang akan ditimbulkan?


Terus terang saya ngeri melihat anak-anak saya merokok. Sudah beberapa tahun lalu, sebelum anak saya lahir, saya sudah punya komitmen tidak akan merokok lagi. Kalo pun tergoda merokok, tak akan pernah memperlihatkan di depan anak-anak saya kalo saya sedang merokok. Untuk hal yang terakhir, ini dilakukan kalo benar-benar terpaksa, saat saya benar-benar stres dalam pekerjaan. Anyway, saya berusaha untuk memberi contoh untuk tidak merokok agar anak-anak saya juga tidak akan merokok. Ya, namanya juga usaha. Makanya minggu lalu begitu saya memperlihatkan kembali foto-foto jadul ke anak-anak, saat saya masih merokok, saya merasa berdosa besar.

Buku yang pernah saya baca mengajarkan, contoh positif cuma diserap 20% saja, sedang contoh negatif malah ditiru sampai 200%. Angka tersebut menunjukan bahwa begitu hebatnya contoh negatif, langsung mengalir seperti darah menuju otak. Jika otak manusia yang melihat contoh negatif itu masih waras, mungkin tak akan tergoda. Namun kalo otaknya otak udang ato otak-otak, ya sudah dipastikan prilaku manusia itu akan juga ikut-ikutan negatif.

Begitulah sebuah contoh. Makanya jangan saya gak mau main-main dengan contoh, apalagi anak-anak sekarang begitu cepat menyerap. Sekali Anda memperlihatkan hal-hal yang menyimpang, anak Anda hampir dipastikan akan ikut-ikutan menyimpang. Makanya saya sedih sekali kalau lupa memberikan contoh negatif akibat kebohonan saya.


Anda pasti pernah mendengar ada kalimat yang mengatakan begini: “Pantesan dia begitu, wong orangtuanya kelakukannya juga begitu”. Aneh, tapi karma. Perhatikan anak yang melakukan hal negatif, biasanya cermin dari keluarga yang memberikan contoh negatif. Narkoba, kawin-cerai, seks bebas, dll. Barangkali Anda punya contoh seperti itu.

Anak-anak adalah cermin kita. Apa yang anak-anak kita lakukan adalah buah kita masa lalu. Apa yang anak-anak kita lihat pada kita sekarang akan mereka tiru sampai masa depan. Ini juga berlaku di kantor kita. Bagaimana bawahan kita mau nurut kalo Anda sebagai Pimpinan tidak memberikan contoh baik?

Anda memerintahkan datang jangan telat ke kantor pada bawahan, sementara Anda sendiri datang jam sebelas siang. Atau ada tanda larangan merokok di dalam kantor, sementara Anda dengan cuek merokok. Padahal di ruang itu banyak perokok pasif, ada pula wanita hamil. Saya yakin, sang perokok sadar kalo di ruang berpenyejuk udara, asap rokok akan menjalar ke seluruh sudut ruang, dan dihirup oleh wanita hamil itu. Betapa egois bukan?

Yang paling menyebalkan kalo aparat, baik pemerintah maupun tentara, yang notabene figur yang harusnya memberikan contoh positif namun memperlihatkan hal sebaliknya. Mentang-mentang punya plat mobil tentara, berbintang pula, berwarna hijau, seenaknya menyerobot dari bahu jalan. Mentang-mentang di kaca spion tergantung pangkat tentara, atau topi dinas berbintang tiga, cuek menyerobot antrean. Gimana prilaku masyarakat mo berubah kalo aparat-aparatnya seperti itu? Barangkali mereka lebih suka menyanyikan lagu Duo Mia: “Emang Gue Pikirin!”

APA KABAR?


Ali Wardhana