Sejak kecil nenek moyang kita mengajarkan segala hal positif. Tujuan mereka tak lain agar hidup kita bersih. Dengan pola hidup bersih, maka kita akan sehat. Jika sehat, ujung2nya kita punya kesempatan berumur panjang. Dengan catatan Sang Kuasa memberikan kesempatan kita hidup. Kebiasaan yang sederhana yang dimaksud adalah cuci tangan.
Cuci tangan wajib hukumnya bila kita hendak makan. Mo makan pekai sendok, apalagi pakai tangan, kita pasti akan mencuci tangan kita. Buat yang punya anak, biasanya ortu akan rewel jika anak mereka belum berangkat ke wastafel untuk mencuci tangan.
Kmrn, tepatnya tgl 15 Oktober 2008 kmrn, sebuah agency besar juga merayakan Hand Washing Day alias hari cuci tangan dunia. Sebuah statiun televisi meng-cover event tersebut yang diselenggarakan di Wisma Aldiron Dirgantara MBU, Pancoran. Di event itu, ratusan pelajar SD melakukan ritual cuci tangan bersama.
Cuci tangan memang positif, tp ada makna ganda yang membuat cuci tangan jadi menyebalkan, memuakkan. Ini terjadi sudah sejak dahulu kala. Entah di kantor, di kalangan usahawan, bahkan politisi seringkali melakukan cuci tangan. Tentu cuci tangan satu ini punya makna negatif. Dan tentu saja bukan nenek moyang kita yang mengajarkan.
Seorang politisi yg sdh kenyang dengan uang sogokan ke majelis Hakim terhormat akan melakukan aksi cuci tangan di saat ia terpojok dianggap melakukan usaha suap. Seorang atasan yg sok bijaksana cuci tangan dg nasib anak buahnya yg melakukan kesalahan, padahal kesalahan itu dilakukan atas perintah atasan itu sendiri. Seorang pengusaha, cuci tangan melihat kondisi Sidoardjo, dimana lumpur tak juga berhasil ditanggulangi dan kondisi tersebut dianggap bencana nasional, padahal sebuah karma.
Cuci tangan sudah menjadi tradisi. Sebab, buat mereka yang sdh tdk memiliki kemaluan, cuci tangan dianggap angin setan. Bagi mereka yg sdh biasa cuci tangan, hal2 yang akan dicuci tangankan jd bukan luar biasa lagi. Tak ada lagi ketakutan, kemaluan, keringat yang mengucur sebagaimana seorang pencuri amatir yg baru mencuri ayam.
Bahkan belakangan, bukan cuma tangan yang dicuci, tapi juga uang. Istilah kerennya: money laundry. Memang laundry khusus untuk uang tidak di outlet-outlet laundry keren yang menjamur di mal atau di pinggir jalan. Laundry untuk uang hanya bisa dilakukan oleh manusia-manusia siluman yang memang ingin mencuci tangannya. Jangan heran kalau sekarang tumbuh Mal dimana-mana. Itu sebenar salah satu bentuk konkret dari mereka yang mencuci uangnya. Daripada ditaro di bank ditanya-tanya KPK, mending bangun Mal.
Kebersihan adalah pangkal kesehatan. Tentu nenek moyang kita cuma ingin tradisi cuci tangan tetap dilakukan. Namun ritualnya cuma menggunakan air dan sabun, bukan menggunakan pelicin seperti uang, kekuasan, dan kebenaran yang diplintirkan menjadi sebuah dusta.
No comments:
Post a Comment