Monday, March 4, 2013

Komisi Penyiaran Indonesia: “11 Stasiun Televisi Melanggar Aturan Adegan Seksual”

KPI banyak menemukan pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI tahun 2012 terkait pelarangan adegan seksual. Pelanggaran yang dimaksud adalah banyaknya program di berbagai televisi yang menampilkan adegan ciuman bibir (dalam film, sinetron, pemberitaan, film animasi anak, iklan, promo program, video klip, dan lain-lain). Terhadap ini, KPI sudah banyak mengeluarkan surat sanksi administratif terkait pelanggaran tersebut.”

Itulah surat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bernomor 18/K/KPI/01/13 tertanggal 11 Januari 2013 lalu. Surat tersebut dikirim ke 11 stasiun televisi nasional, yakni ANTV, Global TV, Indosiar, Metro TV, PT Cipta TPI, RCTI, SCTV, Trans TV, Trans 7, TV One, dan termasuk televisi milik pemerintah TVRI.
 
Memang sungguh ironis TVRI masuk ke dalam televisi yang melanggar Pedoman Prilaku Penyiaran (P3) Standar Program Siaran (SPS) KPI. Kalau televisi swasta, terutama televisi yang menyiarkan sinetron, tentu bukan rahasia lagi banyak menampilkan adegan seksual yang memang sangat mengawatirkan. Hampir mayoritas sinetron mengumbar kebebasan seks di kalangan remaja. Pernah, penulis melihat satu scene, dimana kedua anak muda berpacaran di ruang tamu. Kedua orangtua mereka mengintip sepasang remaja itu berpacaran. Bukan marah-marah, justru mereka gembira melihat anak-anak mereka pegang-pegangan tangan, berpelukan, dan dianggap romantis.

Seluruh televisi sebenarnya sudah tahu, bahwa ada ketentuan tentang adegan seksual yang tidak boleh dilanggar, yang terdapat pada P3 SPS KPI. Itulah mengapa, dalam surat teguran tersebut, KPI Pusat kembali mengingatkan, bahwa ketentuan tentang pelarangan adegan seksual telah diatur dalam P3 dan SPS KPI, yang ada di BAB XII berikut ini:

BAB XII
PELARANGAN DAN PEMBATASAN SEKSUALITAS
Bagian Pertama
Pelarangan Adegan Seksual
Pasal 18

Program siaran yang memuat adegan seksual dilarang:
a. menayangkan ketelanjangan dan/atau penampakan alat kelamin;
b. menampilkan adegan yang menggambarkan aktivitas seks dan/atau persenggamaan;
c. menayangkan kekerasan seksual;
d. menampilkan suara yang menggambarkan berlangsungnya aktivitas seks dan/atau persenggamaan;
e. menampilkan percakapan tentang rangkaian aktivitas seks dan/atau persenggamaan;
f. menayangkan adegan dan/atau suara yang menggambarkan hubungan seks antarbinatang secara vulgar;
g. menampilkan adegan ciuman bibir;
h. mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot;
i. menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian erotis;
j. mengesankan ketelanjangan;
k. mengesankan ciuman bibir; dan/atau
l. menampilkan kata-kata cabul.

Bagian Kedua
Seks di Luar Nikah, Praktek Aborsi, dan Pemerkosaan
Pasal 19
(1) Program siaran dilarang memuat pembenaran hubungan seks di luar nikah.
(2) Program siaran dilarang memuat praktek aborsi akibat hubungan seks di luar nikah sebagai hal yang lumrah dan dapat diterima dalam kehidupan bermasyarakat.
(3) Program siaran dilarang memuat pembenaran bagi terjadinya pemerkosaan dan/atau menggambarkan pemerkosaan sebagai bukan kejahatan serius. 

Bagian Ketiga
Muatan Seks dalam Lagu dan Klip Video
Pasal 20
(1) Program siaran dilarang berisi lagu dan/atau video klip yang menampilkan judul dan/atau lirik bermuatan seks, cabul, dan/atau mengesankan aktivitas seks.
(2) Program siaran yang menampilkan musik dilarang bermuatan adegan dan/atau lirik yang dapat dipandang menjadikan perempuan sebagai objek seks.
(3) Program siaran dilarang menggunakan anak-anak dan remaja sebagai model video klip dengan berpakaian tidak sopan, bergaya dengan menonjolkan bagian tubuh tertentu, dan/atau melakukan gerakan yang lazim diasosiasikan sebagai daya tarik seksual.

Bagian Keempat
Perilaku Seks
Pasal 21

Program siaran yang menampilkan muatan mengenai pekerja seks komersial serta orientasi seks dan identitas gender tertentu dilarang memberikan stigma dan wajib memperhatikan nilai-nilai kepatutan yang berlaku di masyarakat. 

Bagian Kelima
Program Bincang-bincang Seks
Pasal 22
(1) Program siaran yang berisikan pembicaraan atau pembahasan mengenai masalah seks wajib disajikan secara santun, berhati-hati, dan ilmiah didampingi oleh praktisi kesehatan atau psikolog, dan hanya dapat disiarkan pada klasifikasi D, pukul 22.00-03.00 waktu setempat.
(2) Program siaran tentang pendidikan seks untuk remaja disampaikan sebagai pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan disajikan dengan cara yang sesuai dengan perkembangan usia remaja, secara santun, berhati-hati, dan ilmiah didampingi oleh praktisi kesehatan atau psikolog. 

(3) Program siaran yang berisikan perbincangan atau pembahasan mengenai orientasi seks dan identitas gender yang berbeda wajib disajikan secara santun, berhati-hati, dengan melibatkan pihak yang berkompeten dalam bidangnya.

***

Dalam surat teguran tersebut, KPI meminta kepada semua stasiun televisi agar segera melakukan evaluasi dan melakukan sensor internal yang lebih ketat pada semua program untuk menjamin tidak terjadinya pelanggaran serupa.

“Jika masih ditemukan pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI 2012, akan diberikan sanksi administratif,” ujar KPI.

Sanksi administratif itu seperti apa? Seperti salah satunya yang pernah diterima oleh program Was-Was yang ditayangkan di SCTV. Pada 13 Desember 2012, pukul 05.49 WIB, KPI menemukan dugaan pelanggaran, yaitu tidak menyamarkan wajah dan identitas anak laki-laki di bawah umur yang diduga telah menjadi korban pada pemberitaan terkait dugaan kekerasan yang dilakukan oleh Komedian Bolot. Hal tersebut dianggap sebagai pelanggaran, yakni pelanggaran atas perlindungan anak dan remaja, ketentuan mengenai anak sebagai narasumber, dan kewajiban menyamarkan wajah dan idenditas dalam program jurnalistik.

Oleh karena program Was-Was telah mendapatkan 2 (dua) kali sanksi administratif, yakni berupa teguran tertulis dan juga telah melaksanakan tahap klarifikasi pada 3 Januari 2013. Untuk itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (3) SPS dan hasil Rapat Pleno Komisioner KPI Pusat memutuskan memberikan sanksi administratif berupa pengurangan durasi 30 (tiga puluh menit) setiap hari selama 2 (dua) hari.
Jadi jelas, sanksi administratif bisa berupa teguran tertulis, pengurangan durasi, dan yang paling parah adalah penghentian sementara, dan penghentian seterusnya.

No comments: