Thursday, July 15, 2010

ROKOK, PEREMPUAN, DAN DUNIA PENDIDIKAN KITA

Bukan rahasia lagi, rokok dan dunia pendidikan ibarat pepatah “malu-malu tapi mau”. Betapa tidak, ketika dunia pendidikan kita “memusuhi” rokok, namun pada kenyataannya iklan rokok justru masuk ke dalam dunia pendidikan itu sendiri. “Malu-malu” melarang para perokok di area sekolah maupun kampus, tetapi hampir semua aktivitas ekstrakulikuler yang diselenggarakan di sekolah maupun di kampus “mau” menerima sponsor dari perusahaan rokok.

Memang sungguh ironis, tapi begitulah kenyataannya. Kondisi ini juga sangat dikhawatirkan oleh anggota DPR Komisi X Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP. Lebih-lebih ketika mengetahui penetrasi iklan rokok sudah masuk ke area sekolah-sekolah dan kampus.

“Kenapa harus di area sekolah dan kampus?” tanya anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini. "Mengapa tidak mencari tempat yang jauh dari sekolah?" katanya.

Penetrasi iklan rokok memang luar biasa dalam dunia pendidikan kita. Ketika melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke Sulawesi Tenggara belum lama ini, anggota Komisi X ini menemukan fakta yang cukup mengagetkan. Iklan rokok terpampang di bawah papan nama fakultas di Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tengah. Kalau dalam dunia periklanan, ibaratnya fakultas tersebut disponsori oleh produk rokok.
Selain di papan nama fakultas, iklan-iklan rokok terdapat di billboard tidak jauh dari gerbang sekolah. Ada pula lukisan di tembok (mural) yang sudah jelas logo perusahaan rokok di lapangan basket.

“Tampaknya iklan rokok sudah dilakukan sangat sistematis dengan menyasar kelompok anak sekolah dan mahasiswa,” komentar Hetifah dengan nada kecewa. “Pemerintah seharusnya bisa menertibkan hal ini.”

Kekhawatiran Hetifah pada persoalan ini seperti juga Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (KNPT). Para pengiklan rokok akhir-akhir ini memang lebih senang memberikan sponsor terhadap kegiatan pekan seni dan olahraga di kalangan mahasiswa dan sekolah.

Dalam event-event yang kebanyakan dihadiri oleh kalangan pelajar dan mahasiswa, selalu memakai sponsor perusahaan rokok. Ironisnya, event olahraga pun kebanyakan disponsori oleh rokok. Jelas ini sangat bertolak belakang dengan semangat kesehatan. Bahkan belakangan ini, penetrasi perusahaan rokok bukan sekadar sebagai sponsor olahraga, melainkan sebagai pemberi beasiswa, baik bagi mereka yang tidak mampu menyelesaikan studi di sekolah, maupun mereka yang ingin melanjutkan ke jenjang S2. Inilah yang seolah membuat dunia pendidikan kita sudah tidak bisa dipisahkan dari industri rokok.

Sebagai aktivis yang juga concern pada masalah wanita, Hetifah juga sedih dengan peningkatan perokok pada perempuan yang cenderung meningkat dengan tajam. Menurut data KNPT, jumlah perokok aktif perempuan meningkat, dari 17 persen (1995) menjadi 44 persen (2009). Sekitar 70 juta perempuan Indonesia terkena dampak asap rokok orang lain (perokok pasif-pen) atau menjadi perokok aktif.

“Jumlah ini tentulah sangat mengkhawatirkan jika tak ada penanganan atau mewaspadai bahaya ataupun epidemic rokok terhadap perempuan,” kata Ketua KNPT Profesor F.A. Moeloek (Tempo, 13 Juni 2010, hal 82)

Kematian akibat kebiasaan merokok tercatat 427.948 ribu orang per tahun atau 1.172 orang per hari. Epidemi merokok di Indonesia semakin memprihatinkan. Bayangkan, saat ini jumlah batang rokok di Indonesia sudah mencapai 220 miliar per tahun.

Seperti juga anggota Komisi X Hetifah yang protes terhadap iklan rokok di sekolah, Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga melakukan itu. Bahkan tanpa basa-basi, WHO telah merekomendasikan agar melarang iklan rokok dimana pun juga. WHO menyatakan perang besar-besaran terhadap iklan rokok.

Seperti juga di Indonesia, penetrasi iklan rokok begitu gencar dan kreatif. Menurut Direktur Antitembakau WHO Douglas Bettcher, iklan rokok memang sangat agresif. Di Jepang, salah satu produk rokok dikemas dengan warna merah mudah (pink). Jelas, warna ini ditujukuan untuk segmentasi perempuan. Bahkan di Mesir, saking ingin mengaet konsumen rokok perempuan, salah satu produk rokok ditambah dengan aroma parfum.

No comments: