Thursday, July 2, 2009

JANGAN KAYAK KELEDAI

Begitulah sifat manusia. Terkadang selalu berpikir pragmatis tanpa melakukan observasi terlebih dahulu. Tanpa check and recheck dulu. Main hajar bleh, setelah itu baru menyesal seumur hidup. Padahal otak yang diberikan Tuhan pada kita berfungsi buat berpikir, menganalisa, dan pada akhirnya memutuskan.

Memang sih, simplyfikasi itu kadang dibutuhkan. Penyederhanaan masalah akan lebih “menarik” ketimbang sebuah masalah yang sesungguhnya “kecil” jadi dibesar-besarkan. Bisanya masalah “kecil” yang dibesar-besarkan seringkali terjadi dalam hubungan kekasih. Si A putus dengan si B gara-gara masalah “kecil” atau sepele. Namun simplyfikasi atau pragmatis dalam konteks bisnis, tentu lain soal.

Sebuah bisnis seharusnya dibangun dalam sebuah kerangka pemikiran yang kuat. Nggak ada bisnis yang dibangun layaknya legenda Candi Prambanan tentang Bandung Bondowoso yang membuatkan seribu candi dalam semalam demi memperistri Rara Jonggrang. It’s only a dream, cin! Membangun sebuah bisnis kudu memerlukan pikiran yang full concentrated dan full energy. Apalagi sampai akhirnya bisa membuat sebuah kerajaan bisnis (baca: konglomerasi), wah udah pasti nggak mungkin kalo pakai cara berpikir yang pragmatis.

Soedarpo Sastrostomo tentu nggak akan jadi Pengusaha kaya raya seperti sekarang ini. Salah seorang Pengusaha asli pribumi ini dikenal sebagai pemilik PT. Samudra Indonesia, sebuah perusahaan pelayaran terkemuka di tanah air. Beliau mengawali bisnis pelayarannya sebagai agen kapal bangsa asing bernama ISTA. Berkat kerja kerasnya, Darpo –begitu pria kelahiran Pangkalan Susu, Sumatera Utara, 30 Juni 1920 ini disapa- berhasil menjadi Direktur PT. Veen Instel (Indonesian Stevedoring Limited) yang kantornya di Tanjung Priok.


Terkadang sebagai mahkluk paling sempurna, manusia selalu menunjukan sikap destruktif. Fasilitas-fasilitas umum dirusak. Contohnya telepon umum ini. Tentu Telkom mengeluarkan dana nggak sedikit buat mendirikan sebuah fasilitas umum ini. Dengan fasilitas ini, masyarakat bisa menghubungi orang lain ketika nggak bawa handphone atau pulsa udah habis. Nah, kalo di kotak telepon umum ini nggak ada mesin teleponnya, gimana mau menghubungi orang lain? Memangnya pake sendal jepit telpon-telponannya?


Pada tahun 1964, PT. Veen Instel menjadi PT. Perusahaan Pelayaran Samudera Indonesia. You know what? Ketika pertama kali menjalankan perusahaan ini, Darpo cuma punya dua kapal samudra. Kapal pertama bernama MV Eka Daya Samudra dan MV Pancaran Sinar. Masing-masing berukuran 10.000 Dwt. Kedua kapal ini dibeli di Jerman Barat dengan cara mencicil selama 5 tahun.

Lambat laun, perusahaan Darpo menggurita. Di tahun 1972 aja, cash flow yang dimiliki suami Mien Soedarpo ini senilai Rp 2 miliar. Wow?! Coba bayangkan punya duit Rp 2 miliar di tahun segitu, pasti kaya raya bukan? Di tahun itu pun perusahaan Darpo udah memiliki 1777 karyawan di darat dan 404 karyawan di laut.

Bisnis Darpo tentu nggak dibangun sehari semalam. Beliau jelas perlu kerja keras dan semangat buat membangun bisnisnya from nothing to somthing. Masih banyak kisah sukses yang sebetulnya bisa kita petik. Nggak semua orang sukses berlatar belakang keluarga kaya. Banyak kok orang sukses dari kelas menengah-bawah. Yakinlah, kisah-kisah sukses tersebut nggak terjadi instans. Nggak sederhana. Penuh perjuangan. Ada komitmen. Persisten. Ada jatuh, tapi segera bangun. Nggak cengeng.

“Tapi kalo ada yang lebih cepat ngapain lama-lama jadi kaya?”

“Kalo ada yang sederhana, kenapa harus menyusahkan diri pakai kerja keras segala?”

“Kalo nggak butuh waktu lama, ngapain menghabiskan waktu untuk sebuah bisnis yang belum tentu berhasil?”

“Kalo ada bisnis yang modalnya kecil tapi menghasilkan miliaran rupiah, ngapain bikin bisnis yang modalnya besar?”

Begitulah pertanyaan-pertanyaan pragmatis manusia. Dalam konteks sekarang, orang memang cenderung ingin serba instan: cepat kaya, cepat ngetop, dan cepat-cepat lain. Tanpa butuh perjuangan ekstra keras atau tetesan keringat, orang pragmatis akan selalu berpikir instans.


Orang-orang lebih respek pada para Pedagang yang melakukan bisnis konvensional. Mereka -para Pedagang- rela menguras tenaga dan upaya yang penting nggak membohongi Pembeli. Memang sih ada beberapa Pedagang yang curang, tapi curang mereka nggak sistematis atau terkonsep. Sehingga, Pedagang yang curang ya curang, yang jujur ya jujur. Yang curang lambat laun akan ditinggalkan Pelanggan, sementara Pedagang jujur akan menjadi fovorit. Dengan kejujuran, Pedagang pasti akan mendapat keuntungan dan pahala. Namun semua itu butuh kerja keras, bukan cuma setor duit dan cepat jadi kaya.

Agar bisa menjadi bintang sinetron atau film instan, modalnya sesungguhnya adalah keberanian. Kebaranian apa? Keberanian menjual diri. Ini lazim terjadi pada Bintang berjenis kelamin wanita. Memang nggak ada yang salah dalam menjual diri. Dalam buku-buku, tiap kali kita terlibat dalam interview, khususnya dalam pekerjaan, kita kudu menjual diri. Kita nggak boleh rendah diri, juga nggak boleh keterlaluan. Humble aja. Kalo kata orang, low profile high profit gitu deh.

Namun kenyataannya, menjual diri buat menjadi Bintang maknanya bisa lebih. Calon Bintang rela menjual diri dengan cara mengorbankan harga diri. Singkatnya, dia nggak masalah kehilangan keperawanan atau berhubungan badan dengan Producser maupun Sutradara asal bisa ngetop. Ini cara insatan.

Cara instans kerap terajadi dalam dunia bisnis. Belakangan banyak beredar bisnis dengan cara money game. Money game pada dasarnya adalah pengumpulan duit oleh pihak penyelenggara. Duit yang dikumpulkan itu bisa saja diinvestasikan pada bebagai jenis investasi. Namun biasanya investasi yang dilakukan penyelenggara cuma kedok belaka. Sebab, hasil yang diberikan pada investor (baca: mereka yang menyetorkan duit alias pemain money game) adalah duit mereka juga. Peserta yang menanamkan duit di awal, seringkali masih sempat menikmati keuntungan gede. Keuntungan gede ini bukan berasal dari investasi –lazimnya deposito atau valas, dan lain sebagainya- tapi dari “iuran” atau “setoran awal” para peserta.

Orang yang berpikir pragmatis pasti nggak akan peduli sejarah. Dia cuma mau melihat keuntungan cepat. Padahal sejarah udah mencatat banyak orang yang menjadi korban money game. Yang paling spektakuler adalah kisah QSAR tahun 2002. QSAR adalah perusahaan money game yang berkedok bisnis agrobisnis. Di awal-awal perusahaan selalu berpormosi soal keuntungan berlipat dalam tempo singkat. Dalam promosinya, selalu menampilkan nama-nama Public Figure atau Pejabat terkenal.

Memangnya Public Figure menjamin sebuah bisnis yang ditawarkan itu bagus? Ah! Public Figure itu juga manusia, Bos! Ya, kayak-kayak Rocker gitu deh. Udah pernah denger lagunya band Seurieus kan? Lho, kok jadi suruh dengerin lagu Rocker juga Manusia? Ngaco!!!!

Menurut buku Elvyn G. Masassya berjudul Cara Cerdas Mengelola Keuangan Pribadi (Elex Media Komputindo, 2006), dalam investasi selalu ada dogma high risk, high return. Artinya, semakin tinggi janji keuntungan yang diberikan, semakin tinggi pula risiko yang melekat di dalamnya (hal.112-113). Permainan valuta asing (valas) atau saham, misalnya. Dalam sekejap, investor yang bermain di bursa uang dan atau bursa saham bisa kaya raya, meraup selisih kurs atau capital gain. Namun, kita juga melihat banyak contoh orang yang jatuh miskin atau malah bunuh diri gara-gara kalah bermain saham. So, sangat mustahil kalo ada perusahaan money game yang berani mengatakan: bisnisnya mampu memberikan keuntungan berlipat ganda tanpa risiko apapun. Kalo itu ada, menurut Elvyn, perusahaan itu pasti sedang mendongeng.

Nggak beda dengan money game, ada namanya arisan berantai. Arisan berantai merupakan sebuah skema yang mengundang orang-orang buat bergabung dalam sebuah struktur piramid. Si A mengundang B, C, dan D. Agar A, B, C, dan D mendapatkan keuntungan, si B mengundang E, F dan G. Kalo E, F, dan G mendapatkan keuntungan, maka tugas E, F, dan G mengajak H, I dan J. Kalo H, I, dan J menyetorkan sejumlah duit iuran, otomatis E, F, dan G akan mendapatkan bonus. Bonus si E, F, dan G tentu aja beda dengan A, B, C, dan D yang berada di paling atas. Intinya, yang lebih dahulu atau yang di atas akan mendapatkan bonus lebih besar. Inilah yang disebut sebagai sistem piramid, yakni sistem yang mendorong orang yang ada di atas menjadi lebih sukses.

Arisan berantai beda dengan arisan konvensional. Bedanya apa? Bedanya, arisan konvensional mempunyai anggota dengan jumlahnya tetap. Duit yang disetorkan oleh masing-masing anggota sama, begitu pula jumlah duit yang didapat oleh Pemenang arisan sama. Nggak ada istilah, orang yang pertama ikut arisan konvensional mendapatkan duit lebih banyak daripada Peserta arisan yang belakangan mendaftar. Sebab, sistem arisan konvensional bukan sistem piramid.

Terus terang sampai saat ini saya masih tergabung dalam bisnis network marketing. Cara mendapatkan duit di network marketing beda banget dengan money game. Dalam bisnis network marketing butuh kerja keras, kerja pintar, persistensi, konsistensi, tetes keringat, seperti bisnis-bisnis konvensional lain. Ada produk yang dijual, dimana produk-produk itu bisa dipertanggungjawabkan kualitasnya. Oleh karena butuh kerja keras, maka nggak menggunakan sistem piramid. Sebab, para Anggota network marketing saling memiliki kesempatan yang sama buat sukses. Belum tentu mereka yang bergabung pertama kali akan sekses daripada mereka yang bergabung belakangan. Prinsipnya: siapa yang bekerja lebih keras akan memperoleh kesuksesan lebih dahulu. Yang menarik juga, bisnis network marketing ini bisa diwariskan. Maksudnya, kita mengerjakan bisnisnya sampai sukses, dan kelak ketika kita udah nggak ada di dunia yang fana ini, bisnisnya bisa diwariskan.

Lho bisnis konvensional yang lain juga sama kali kayak bisnis network marketing?

Beda! Network marketing nggak perlu meng-hire profesional buat mengeksiskan bisnis turunan. Lihatlah bisnis keluarga di tanah air ini. Memang sih, anak-anak keluarga Konglomerat mendapat warisan bisnis Kakek atau Nenek mereka. Namun, hampir sebagian besar bisnis keluarga nggak bertahan sampai generasi ke-3. Namun di bisnis network marketing, kerja keras yang udah dibangun, yakni networking-nya itu nggak akan pernah putus, bahkan berkembang tanpa kita ketahui.

Dalam tulisan ini saya nggak mau berpanjang lebar bicara soal network marketing. Takut nanti dikira saya berpromosi habis-habisan, ah! Saya cuma ingin berpesan, jagalah diri baik-baik kalo di terminal bus. Banyak copet! Lho, kok? Maksud saya, janganlah jadi keledai. Manusia itu bukan keledai. Manusia itu mahkluk berpikir. Punya otak, punya akal. Jangan pragmatis untuk sesuatu yang seharusnya dipikirkan masak-masak. Kasus QSAR sebagai perusahaan money game dan kasus-kasus lain yang udah pernah terjadi, harus menjadi pelajaran. Masa manusia mau disamakan kayak keledai yang nggak peduli terperosok berkali-kali di lubang yang sama?


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

1 comment:

Anonymous said...

untuk arisan berantai (transfer uang ke 4 orang) juga tidak berbentuk piramid kok. soalnya kalau udah lewat dari batas posisi 4 maka akan keluar. dan di gantikan dengan yang baru posisi 1. jadi semua berjalan apa adanya.