Tuesday, May 12, 2009

WAHAI PENCIPTA LAGU DAN LABEL! WHERE ARE YOU?

Sadarkah Anda, saat ini nggak ada satu pun lagu anak-anak yang beredar di tanah air. Lagu terakhir yang masih sering diputar adalah Tasya. Padahal lagu itu produksi tahun 2000. Itu artinya, udah 9 tahun lalu. You know what? Tasya sekarang udah SMU kelas 2, cong! Kondisi inilah yang kalo boleh gw gambarkan, miris sekali. Kenapa? Anak kecil sekarang nggak punya lagu-lagu yang bakal dikenang pada masanya.

Ketika masih kecil, gw menjadi satu dari jutaan fans Adi Bing Slamet. Di tahun 70-an, bohong kalo ada anak yang nggak suka dengan “Anak Ajaib” bernama Adi ini. Bukan karena doi anak seorang Komedian Tersohor saat itu, Bing Slamet, sehingga Adi bisa seenaknya KKN. Namun Adi memang punya bakat, cong!


Persoalan hilangnya lagu anak sempat dibahas di program Bukan Rahasia yang tayang di tvOne tiap Jum'at pkl 23.00-24.00 wib. Yang tampil waktu itu Tasya, Kak Seto, dan Ira Maya Sopha. Tentu aja didampingi oleh Caroline Surachmat dan pengamat musik Remy Soetansyah.


Siapa yang sangat manis
Pasti Mama tersayang
Siapa yang mengasuhmu
Pasti Mama tersayang

Siapa yang mendidikmu
Pasti Mama tersayang
Wanita yang mulia
Pasti Mama tersayang

Jangan-jangan lupa
Kasih kasih Mama
Tak terbalas semua
Budi jasanya...


Lagu di atas itu berjudul “Mama Tersayang” yang diambil dari album “Pop Anak-Anak Volume 2”. Di album produksi Remaco tahun 1978 itu, Adi menyanyi bersama Chicha Koeswoyo. Saat itu duet Adi dengan Chicha happening banget, cong! Ibarat duet maut Jason Donovan dengan Kylie Minoque. Saking happening-nya, rambut Adi yang poni itu, ditiru banyak Anak. Orangtua yang nggak memotong rambut Anak mereka ala Adi, dianggap ketinggalan zaman.

“Kayak waktu ada trend rambut KDM...”

“Apaan tuh?”

“Korban Demi Moore!”

Nah, waktu Adi berjaya, akronim yang muncul adalah KABS, yakni Korban Adi Bing Slamet (ini bisa-bisanya gw aja, cong!). Anak-anak yang nggak pantas dipotong ala Adi, terpaksa kudu mengikut kehendak Orangtuanya. Memang, yang sebenarnya ngotot memotong rambut Anaknya, ya Orangtuanya sendiri. Ini namanya ambisi Orangtua, Anak yang jadi korban.

Now what?

Saat ini, boro-boro KABS atau KDM, Anak-Anak justru korban perasaan. Mereka nggak mendapatkan hak buat mendengarkan lagu-lagu Anak. Gimana mau mendapatkan hak, wong lagu anak-anak nggak ada? Mereka terpaksa mengikuti kondisi yang ada dalam industri musik. Jangan heran, ada Anak yang fasih menyanyikan lagu kayak gini...

Dari awal aku tak pernah percaya
kata-katamu karena aku hanya melihat
semua dari parasmu

Terlanjur kau bilang padaku
Kau tak akan pernah selingkuh
Ternyata dirimu bermain dibelakangku

Saat ku melihatmu kau sedang bermesraan
Dengan seorang yang ku kenal

Oo..Oo.. Kamu ketahuan pacaran lagi
Dengan dirinya teman baikku
Oo..Oo.. Kamu ketahuan pacaran lagi
Dengan dirinya teman baikku

Tapi tak mengapa aku tak heran
Karena dirimu cinta sesaatku


Lirik lagu band Mata berjudul “Ketahuan Pacaran Lagi” itu lebih dikenal oleh Anak-Anak usia Balita, cong. Gokil abis nggak? Padahal boro-boro kenal kata “selingkuh”, wong kencing aja belum lurus. Bukan cuma masalah selingkuh, anak-anak sekarang fasih mengatakan “cinta” atau “pacaran”. Bahkan anak temen gw, udah jago menyanyikan lagu Maha Dewi bejudul “Sumpah I Love You”. Padahal umurnya masih batita alias di bawah tiga tahun.

Menyedihkan memang. Padahal lagu yang diperdengarkan anak sejak kecil akan mempengaruhi kehidupan anak kelak. Berbagai penelitian udah dilakukan buat membuktikan kemanjuran musik bagi kehidupan manusia. Salah seorang ahli biofisika, misalnya. Doi melakukan percobaan dengan dua tanaman dari jenis dan umur yang sama. Tanaman itu diletakkan di tempat yang berbeda. Tanaman pertama diletakkan dekat pengeras suara (load speaker), dimana memutarkan lagu-lagu slow rock dan heavy rock. Tanaman satunya lagi diletakkan dekat dengan load speaker yang memperdengarkan lagu-lagu yang indah dan berirama teratur. What happened next? Dalam beberapa hari, tanaman yang dekat memutarkan lagu rock menjadi layu dan mati. Sebaliknya, tanaman yang mendendangkan lagu-lagu indah, tumbuh segar dan berbunga.

“Wah kalo anak gw biasa dengar lagu-lagu soal selingkuh, bisa-bisa nantinya jadi Peselingkuh sejati dong?”

“Maybe. At least suka gonta-ganti Pacar lah!”

“Oh my God!”

Bukan cuma mempengaruhi prilaku. Musik juga bisa meningkatkan kecerdasan. Perkembangan Intelegent Quotien (IQ) dan Emotional Quotien (EQ) bakal luar biasa, sekitar 80% lebih besar dibanding dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Tentu aja, musik yang dimaksud di sini musik yang punya irama teratur dan nada-nada yang teratur pula (baca: klasik). Bukan nada-nada “miring”. Tingkat kedisiplinan anak yang sering mendengarkan musik juga lebih baik dibanding dengan anak yang jarang mendengarkan musik.

Penelitian lainnya, di luar negeri sebagian rumah sakit menggunakan lagu-lagu indah buat penyembuhan para Pasiennya. Hal tersebut membuktikan, “ritme” sangat mempengaruhi jiwa manusia. Sedangkan “harmony”, sangat mempengaruhi roh.

“Musik yang baik bagi kehidupan manusia adalah musik yang seimbang antara beat, ritme, dan harmony”, ujar Ev. Andreas Christanday.

Sayang, banyak orangtua yang saat ini cuek dengan penelitian itu. Mereka nggak terlalu suka musik klasik. Mereka lebih memilih lagu yang lagi happening, entah itu lagu Indonesia atau luar negeri. Gara-gara nggak suka, anak-anak mereka juga dibuat nggak suka. Akhirnya, terpaksalah orangtua menerima lagu-lagu yang ada di pasaran, yang sebenarnya nggak menjadikan anak mereka cerdas dan memacetkan perkembangan IQ serta EQ-nya. Gokilnya, banyak Orangtua yang bangga ketika Anak mereka bisa hafal lagu yang lagi ngetop. Padahal lagu yang dinyanyikan Anak-Anak nggak cocok banget liriknya.

“Habis nggak ada lagu lain?” tanya Ibu Nanda, yang Anaknya fasih menyanyikan lagu Maha Dewi berjudul "Sumpah I Love You" ini. Sementara Ibu-nya hafal lagu keroncong milik Soendari Soekotjo.

“Kan ada lagu Tasya?”

“Lagu Tasya bosen juga, cong!. Masa lagu ‘Libur Tlah Tiba’ trus? Sekarang kan nggak lagi libur sekolah?”

“Iya juga sih!”

Memang nggak bisa menyalahkan orangtua 100%. Sampai dengan saat ini, lagu anak yang secara lirik relatif baik, ya lagu-lagu Tasya. Ibaratnya, lagu Tasya masih happening. Mau dari album “Libur Tlah Tiba” (2000), “Gembira Berkumpul” (2001), “Ketupat Lebaran” (2002), maupun “Istana Pizza” (2003), semuanya masih layak menjadi lagu anak. Boleh jadi karena lagu-lagu di album itu ada nama AT. Mahmud yang dikenal sebagai Pencipta lagu anak jempolan.


Ini bukan foto Tasya dengan Bodyguard-nya, lho. Cowok ini ngefans Tasya gara-gara belum ada Penyanyi cilik lagi yang jadi "legend", diputar dimana-mana. Padahal Tasya udah nggak kecil lagi. Tubuhnya yang kecil dan wajahnya yang baby face (mohon jangan salah baca jadi flu babi ya, cong!), membuat doi masih selalu dapat job off air membawakan lagu-lagu dari album kecilnya.


Bingung juga kalo kita pertanyakan siapa yang bersalah dalam kasus ini. Apakah salah para Pencipta lagu? Atau Lebel? Kalo kita saling salah menyalahkan kayak gitu, memang nggak bakal selesai. Kayak Telor sama Ayam, siapa yang duluan? Pencipta lagu merasa mau melakukan sesuatu, dalam konteks ini menciptakan lagu-lagu anak. Sebaliknya, Lebel pasti akan “pasang badan” dan mengatakan, nggak ada Pencipta lagu anak yang layak jual.

Gw cuma merasa, pasti ada Pencipta lagu yang peduli dengan masalah ini. Seorang Melly Goeslow yang dikenal Pencipta lagu produktif dan selalu menghasilkan hits, pasti punya itikad memperbaiki kondisi ini. Bukankah doi juga punya anak? Nggak mungkin kan kalo doi ingin anak-anaknya dicekoki lagu-lagu dengan tema orang dewasa. Gw yakin Melly masih punya idelisme. Ini juga bisa kita tanya Dewiq yang selalu menghasilkan lagu-lagu hits.

Ketika Tasya mengeluarkan album kedua, “Gembira Berkumpul”, ada satu lagu ciptaan Eross yang disisipi di situ, yakni “Jangan Takut Gelap”. Sesungguhnya, kehadiran Eross di situ cukup briliant. Kenapa? Ini taktik. Saat itu nama Sheila on 7 lagi happening. Nah, agar supaya pasar bisa menerima lagu anak, digandenglah anggota band asal Yogya itu. Lalu di album keempat, “Istana Pizza”, selain lagu-lagu ciptaan AT. Mahmud, Tri Utami menyumbang lagu “Penghuni Hutan”.

Gw juga yakin, ada Lebel yang bertanggung jawab persoalan hilangnya lagu anak. Wong, para Pemilik Label juga punya anak sebagaimana para Pencipta lagu. Udah gitu, ada bukti pasar lagu anak nggak jelek-jelek amat, kok. You know what? Album Tasya “Libur Tlah Tiba” bisa terjual sebanyak 350 ribu keping. Data ini nggak update. Artinya angkanya pasti meningkat, karena penjualannya perlahan-lahan masih ada. Angka segitu luar biasa, lho! Soalnya berhasil mengalahkan band-band kayak Nidji, D’Masiv, Peterpan, Letto, Project Pop, Yovie & Nuno, Changcuters, Vagetoz, Ungu, Naff, ST 12, Bunga Citra Lestari, Agnes Monica, Ran, Samsons, Andra and the Backbone, Dewa 19, Ada Band, The Titans, Afgan, Gigi, Naif, bahkan Slank.

“Saat ini buat mencapai angka penjualan 300 ribu kopi cuma mimpi!”

“Sumpe loe?!”

Betul! Saat ini album yang berhasil terjual 300 ribu keping dianggap udah laris manis. T-O-P-B-G-T, deh! Kenapa begitu? Kabarnya gara-gara RBT alias Ring Back Tone. Pasar lebih suka mendownload RBT ketimbang beli CD. Nggak heran, band baru sekelas Vagetoz menikmati royalti gara-gara lima lagu andalannya, “Betapa Aku Mencintaimu”, “Kehadiranmu”, “Saat Kau Pergi”, “Sesuatu yang Beda” dan “Penyesalanku”, berhasil terjual 5 juta copy via RBT.

Nah, ini adalah tantangan buat Pencipta lagu dan Label. Angka 350 ribu pada penjualan album Tasya udah membuktikan, pasar lagu anak masih terbuka lebar. Apakah nantinya akan dibuat CD atau cuma RBT? Itu lain persoalan. Sing penting, do it first. No more talk!

No comments: