Saturday, May 23, 2009

WHAT WRONG WITH AJI MUMPUNG?

Nasib seseorang pasti ada pasang dan surut. Ibarat roda kehidupan yang terus berputar. Sometimes ada di atas, satu ketika akan jatuh tersungkur. Ketika ada di atas, popularitas bagai seorang Raja yang dipuja-puja banyak Manusia. Namun ketika jatuh dan berada di dasar, boro-boro dihargai, seseorang dianggap kayak sampah yang nggak berguna.

Sangat manusiawi, ketika berada di puncak, seseorang memanfaatkan segala hal yang ingin dia lakukan. Orang ini ngotot melakukan keingiannya itu. Padahal belum tentu doi punya potensi yang layak pakai. Tapi sekali lagi, sangat manusiawi kalo ada orang melakukan hal tersebut. Ini juga dilakukan oleh Titi Kamal dan Cathrine Wilson.

“Kalo kita aji mumpung memangnya kenapa?”

Pertanyaan balik Cathrine Wilson seolah mengkandaskan protes masyarakat terhadap apa yang disebut aji mumpung. Bahwa Keket (ini panggilan sayang Catherine Wilson, bukan panggilan buat nama binatang), merasa aji mumpung bukan dosa. Nggak ada yang salah dengan aji mumpung.

“Selama kita masih terkenal, masih muda, dan memungkinkan untuk melakukan sesuatu yang ingin kita lakukan, why not?”

Yes! Why not?! Mengapa tidak aji mumpung? Keket nggak salah. Titi Kamal juga nggak salah. Yang salah, mereka yang merekayasa sebuah konspirasi yang membawa mantan Ketua KPK Antasari Ashar dijebloskan ke penjara. Yang salah, para “Calo Suara” yang menjual suara-suara Partai Gurem yang kalah di Pemilu Legislatif dan nggak masuk parliamentary threshold alias lolos persyaratan ambang batas parlemen yang kudu 2,5 % itu. Dan banyak lagi yang salah lain...




Memang udah sejak lama terminologi “aji mumpung” menjadi sorotan. Terminologi ini selalu muncul bersamaan dengan popularitas seseorang yang sedang meroket di sebuah bidang dan kemudian mencari peruntungan di bidang lain. Yang paling banyak terjadi, dari bintang film atau sinetron ke dunia nyanyi atau sebaliknya.

Banyak contoh Selebritis yang ngetop di layar lebar dan layar kaca langsung memanfaatkan tawaran Producer atau Lebel buat menyanyi. Istilahnya “mengajimumpungkan diri”. “Bukan Bintang Biasa” merupakan contoh sekumpulan Bintang Sinetron muda yang menyanyi. Mereka adalah Raffi Ahmad, Ayushita, Dimas Beck, Laudya Chntya Bella, dan Chelsea Olivia.

Meski suara mereka masih kalah jauh dengan Tukang Minyak, toh Melly Goeslow tetap punya harapan, suara pas-pasan mereka itu mampu mendongkrak penjualan film berjudul sama yang memang diproduseri oleh Melly Goeslow sendiri. Toh hasilnya, film yang disutradarai oleh Lasja Fauzia nggak laku-laku amat. Wajah-wajah segar ternyata belum tentu menjamin marketing sebuah film terdongkrak atau penjualan lagu-lagunya.

Popularitas Cinta Laura juga sempat dimanfaatkan oleh Producer. Bintang Sinetron yang sok kebule-bulean itu (memang bule sih, tapi sebenarnya bahasa Indonesia-nya fasih, lho, cong!), dites menjadi penyanyi. Jadilah lagu “Becek Nggak Ada Ojek”. Soal suara? Wah, nggak perlu diragukan lagi..... better nggak usah nyanyi lah!




Antara Cinta Laura dan Producer terjadi symbiosis mutualisme. Maksudnya, si Cinta Laura senang, karena bisa mencoba Profesi lainnya, meski suaranya nggak beda kayak anak kecil yang lagi nyanyi di tempat karaokean. Sementara si Producer lebih senang lagi, karena bisa berharap popularitas Cinta Laura bisa menjadi sumber duit lebel tersebut. Ya begitulah brengseknya Producer dan lebel. Yang dipikirkan cuma keuntungan sesaat, namun bisa bikin sesat si Pelaku-nya (baca: Selebritis yang dipaksa secara halus buat menyanyi).

Salahkah? Kalo salah siapakah yang bersalah dan menanggung dosa?

Dalam industri kapitalis aji mumpung sangat wajar. Industri kapitalis akan selalu memanfaatkan artis-artis yang lagi happening. Nggak heran kalo aji mumpung selalu akan berkibar di belantika entertainment. Konsep symbiosis mutualisme ini tetap menjadi patokan. Producer hepi, artis pun hepi. Nggak ada orang dirugikan, kecuali konsumen. Sebagai penikmat musik, konsumen merasa kupingnya terkontaminasi dengan suara-suara yang dipaksakan. Suara-suara yang seharusnya musti diikutsertakan lagi dalam kursus menyanyi, tapi ternyata muncul secara instan.

Ketika ingin masuk ke dunia menyanyi, Syahrul Gunawan sempat ikut latihan vokal oleh salah seorang guru vokal. Hal yang sama juga dilakukan oleh Andhika. Kedua-duanya adalah bintang sinetron dan mencoba peruntungan di dunia tarik suara. Meski vokal mereka jauh lebih baik daripada rekan-rekannya yang lebih suka memilih instan (langsung rekaman), toh mereka tetap dipandang sebelah mata ketika masuk ke dunia tarik suara. Terbukti, album mereka nggak laku.

Laku nggak laku terkadang memang bukan jadi tujuan akhir para penikmat aji mumpung. Buat aji mumpunger (istilah yang gw buat sendiri untuk menyebut mereka yang aji mumpung), mereka udah puas banget bisa diberikan kesempatan menyanyi. Mereka juga pasti udah senang banget bisa diberikan kesempatan masuk ke dapur rekaman, terus ikut mengisi acara off air pada saat mempromosikan album. Lihat saja jadwal tur promo Titi Kamal yang udah padat sampai bulan Juli. Nampaknya Titi rela meninggalkan beberapa tawaran shooting demi profesi barunya yang belum tentu menjanjikan ini.

“Mumpung masih muda,” kata Titi dalam interviewnya di program Bukan Rahasia yang sempat ditayangkan di tvOne pada Jumat, 22 Mei 2009 pukul 23.00-24.00 wib lalu.


photo & video copyright by Brillianto K. Jaya

No comments: