Monday, November 30, 2009

MENGENDALIKAN BANJIR

Sesungguhnya nggak ada yang bisa menggendalikan banjir, kecuali Tuhan. Biar manusia berbuat sesuatu untuk mencegah banjir, tetapi Tuhan tetap mentakdirkan sebuah lokasi akan terkena bajir, ya banjirlah lokasi itu.

Namun begitu, manusia nggak boleh pasrah dan putus asa. Sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang diberikan akal, kita tetap kudu mengantisipasi banjir. Dengan kecanggihan otak, manusia bisa mengendalikan banjir. Sayangnya otak manusia jarang digunakan secara maksimal.



Banjir sebenarnya disebabkan oleh manusia itu sendiri. Banyak hal yang bisa membuktikan itu. Dalam Opini hari Senin (30/11) ini, dibahas soal bagaimana masyarakat mengendalikan banjir. Menurut Pak Prijanto, salah satu penyebab banjir adalah prilaku warga yang kurang disiplin.

"Membuang sampah di kali jelas menjadi penyebab banjir," kata Pak Prijanto. "Padahal warga pasti sudah tahu dan kami pun banyak mengkampanyekan pelarangan membuang sampah di kali."


"Sehari kita biasa mengangkut sampah berkilo-kilo dengan menggunakan alat transportasi umum," jelas Pak Prijanto.

Mampetnya saluran di selokan juga penyebab terjadinya banjir. Saluran yang ada di pinggir jalan jarang sekali menjadi pusat perhatian Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Padahal kalo selokan-selokan itu rajin dibersihkan, maka nggak mungkin ada penumpukan sampah atau pasir.

Agar supaya selokan lancar kembali, Opini juga menghadirkan salah seorang pembersih selokan atau dikenal sebagai gorong-gorong. Nama pembersih gorong-gorong ini Rudy. Katanya, dalam 8 jam kerja sehari, ia dan teman-teman sesama pembersih gorong-gorong mendapatkan sekitar 1.000 karung. Wow?! Bayangkan kalo Pak Rudy dan teman-temannya kerja membersihkan gorong-gorong selama sebulan, maka kita akan mendapat 30 ribu karung, dengan asumsi 30 hari, Senin-Minggu, dengan jumlah karung 1.000.



Dalam sehari, Rudy dibayar Rp 50 ribu. Biasanya Rudy dan kawan-kawan kerja selama seminggu buat membersihkan satu jalur selokan, kira-kira sepanjang 1 kilometer. Jadi pendapatannya mencapai Rp 350 ribu/ minggu dengan asumsi kerjad non stop Senin-Minggu.

Selama membersihkan gorong-gorong, banyak pengalaman yang sudah Rudy dapatkan. Yang paling berkesan, ya bau gorong-gorong yang aduhai itu. Selain itu, ia pernah juga menemukan cincin dan gelang emas. Entah benar atau bohong, tetapi katanya sih begitu. Sebab, logikanya mana ada orang yang buang-buang gelang atau cicin ke gorong-gorong. Memang sih mungkin jatuh, tetapi kayak-kayaknya jarang benget, deh. Ah, anyway, Rudy ini kulitnya gosong gara-gara keseringan berpanas-panas ria di bawah sinar matahari. Bukan gara-gara telat diangkat, lho.


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

Thursday, November 26, 2009

BURUAN NAIK BEMO SEBELUM HILANG DARI PEREDARAN

Beberapa waktu lalu, sejumlah supir Bemo berdemontrasi di Balai Kota, jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Mereka meminta Gubernur DKI Jakarta tidak menghapus angkutan Bemo yang masih beredar di Jakarta. Para supir bemo ini memang resah dan gelisah, karena ada gosip dari infotainment yang mengatakan, bemo akan dihapuskan dari muka bumi ini. Waduh!

Penghapusan bemo dari Jakarta sebenarnya wajar. Kenapa? Sebab, di pabrik asalnya di Jepang sono, bemoi udah nggak diproduksi lagi, khususnya suku cadangnya. Tapi berkat kehebatan putra-putri Ibu Pertiwi alias warga Indonesia, bemo di Indonesia masih mampu bertahan. You know what? Sebab, ternyata banyak bengkel yang mampu membuat suku cadang tiruannya. Namanya juga Indonesia, man! Semua bisa dilakukan, kecuali melihat lubang pantat sendiri.



Nah, oleh karena bemo mau dimusnahkan, Anda yang belum pernah merasakan naik bemo, buruan naik, deh. Anda tidak akan menjadi warga Indonesia seutuhnya kalo nggak pernah merasakan naik bemo sekali seumur hidup. Jangan-jangan Anda nggak tahu bemo itu apa?

Bemo adalah singkatan dari "becak motor". Bemo yang merupakan kendaraan bermotor roda tiga ini mulai dipergunakan di Indonesia pada awal tahun 1962. Kendaraan ini pertama kali di-launching di Jakarta dalam kaitannya dengan Ganefo.

Bemo nggak cuma hadir di Jakarta, melainkan juga di kota-kota lain seperti di Bogor, Bandung, Surabaya, Malang, Padang, Denpasar, dll. Kehadiran bemo, karena kendaraan ini sangat praktis dan mampu menjangkau jalan-jalan yang sempit, dan dapat melaju jauh lebih cepat daripada becak.

Di negara asalnya, Jepang, konon bemo tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai angkutan manusia, melainkan sebagai angkutan barang. Jangan heran kalo kita duduk seringkali harus beradu lutut dengan penumpang di depannya. Bayangkan kalo dengkul Anda kopong, pasti orang di depan Anda akan merasa kegelian.

Oh iya, penumpang bemo yang berada di belakang berjumlah enam. Sementara satu orang penumpang berada di depan bareng supir.

Semula, bemo beroperasi sebagaimana layaknya taksi. Lalu kemudian, rute bemo dibatasi dengan rute-rute tertentu saja, dimana rute tersebut nggak dilalui oleh bus kota. Di Jakarta, bemo mulai disingkirkan pada 1971, disusul oleh Surabaya dan Malang pada tahun yang sama. Pada 1979, Pemerintah Daerah Surakarta mengambil langkah yang sama.

Nah, nggak akan lama lagi, bemo benar-benar bakal tersingkir. Kalo sekarang di Jakarta, Anda menjumpai bemo hanya di Manggarai dengan rute Manggarai-RS Cipto Mangunkusumo. Anda juga bisa merasakan bemo di Tanah Abang-Karet. Sebelumnya, saya pernah merasakan naik bemo di Percetakan Negara, dimana jurusan yang ditempuh adalah Salemba-Rawasari. Tarif bemo saat ini adalah tigaribu perak. Dengan tarif segitu, selain bisa beradu dengkul dengan penumpang di depan Anda pada saat duduk, Anda akan menghirup bau bensin campur yang keluar dari kemudi depan. Lebih dari itu, Anda siap-siap menghirup asap knalpot yang mengepul masuk ke dalam ruang penumpang. Pokoknya banyak pengalaman seru ketika kita naik bemo. Kenapa Anda nggak merasakan petualangan seru ini?

Wednesday, November 25, 2009

BERITA PENGROYOKAN ITU TERNYATA NGGAK SEPENUHNYA BENER

Akhirnya saya mendapatkan juga kisah dari pihak SMU Negeri 82, yakni kisah pemukulan salah satu siswa kelas 2 yang bernama Ade Fauzan Mahfuza. Kalo berita di koran-koran -salah satunya yang sempat saya kutip di Warta Kota (Sabtu, 7/11)-, kisahnya cuma berasal dari pihak Ade, dimana ujung-ujungnya mendeskreditkan pihak sekolah yang bermarkas di jalan Daha II, Kebayoran Baru ini. Siswa-siswa kelas 3 SMUN 82 lah yang menyebabkan Ade babak belur.

Ketertutupan pihak sekolah, siswa-siswinya, serta alumni makin membuat SMUN 82 dicap sebagai sekolah yang mempopulerkan bulliying. Inilah yang membuat hampir seluruh wartawan media cetak, bahkan eletronik men-judge, yang paling bersalah dalam kasus pemukulan Ade adalah pihak SMUN 82. Apalagi dikuatkan dengan laporan Ibunda Ade: Ibu Marlin Angraini ke Polsektro Kebayoran Baru.



Terus terang saya penasaran. Apa betul SMUN 82 yang bersalah 100%? Saya beruntung bisa hadir di program Opini yang kebetulan lagi shooting di Citywalk, Sudirman. Pada hari Rabu (26/11) lalu, program yang ditayangkan di tvOne ini mengangkat tema: STOP KEKERASAN DI SEKOLAH! Di program Opini ini, dihadirkan Kak Seto, Dewi Reezer yang sempat mendapat perlakukan kurang asyik semasa di sekolah dulu, dan yang menarik menghadirkan siswi-siswi SMUN 82, yakni Ninies.

Menurut Ninies, apa yang ditulis di media nggak 100% benar. Memang terjadi pemukulan, tetapi tidak sampai 30-an orang yang memukul Ade. Sebelum terjadi pemukulan, Ade pun sempat memukul. Anda tahu memukul siapa? Memukul seniornya, yakni anak kelas 3!


Ninies, salah satu wakil SMUN 82 yang menjelaskan soal jalur gaza dan pemukulan yang mencemarkan nama baik sekolahnya.


"Pernah ada cerita ketika Ade sedang buang air kecil di WC, pintu WC-nya terbuka. Tanpa sengaja, ada anak kelas 3 yang membuka pintu WC tersebut. Begitu selesai buang air kecil, Ade langsung mendorong jidat anak yang sempat membuka pintu WC tersebut (baca: mentoyor)," jelas salah seorang siswa SMAN 82 yang hari itu nonton shooting program Opini kemarin.

Tambah teman-temannya Ninies, Ade sebenarnya memang sudah "bermasalah", khususnya dalam prilaku sehari-hari. Gayanya sebagai anak kelas 2 memang sudah melebihi gaya senior-seniornya. Bukan cuma menoyor kakak kelasnya, ia pun sempat memukul. Namun prilaku-prilaku Ade yang membuat kesal, selalu ditolerir dan nggak dipermasalahkan, baik oleh pihak sekolah maupun teman-teman sekelas dan seniornya. Kasus pemukulan merupakan puncak menara gading dari rasa sebal dari sikap Ade. Itu pun bukan dilakukan oleh segerombolan anak, dimana dalam berita-berita tertulis Ade dikeroyok. Yang sebenarnya, Ade nggak dikeroyok. Itu pun sudah terjadi perlawanan dari Ade pada kakak kelasnya.


Siswa-siswi SMUN 82 yang siang itu ikut menyaksikan program Opini di tvOne. Bukan mendukung pemukulan terhadap Ade, lho, tetapi justru mendukung kampanye STOP BULLYING!

Saya bukanlah alumni dari SMUN 82, tetapi mendengar sisi lain dari kisah pemukulan ini saya jadi gemas. Ternyata berita penggeroyokan itu nggak benar 100%. Namun tulisan media telah mendeskriditkan sekolah ini. Oleh karena itu, saya sempat menganjurkan pada siswa-siswa yang hadir di acara Opini kemarin agar melakukan pencitraan kembali. Ini bertujuan agar SMUN 82 jadi punya image positif lagi. Apalagi sekolah ini sempat mendapatkan ISO 9001:2000 sebagai sekolah percontohan anti-bullying.

"Sebenarnya sekolah kami mah asyik-asyik aja, kok," kata salah seorang siswi lagi menutup pembicaraan dengan saya.

Thursday, November 19, 2009

SUKSES DENGAN PROGRAM FRANCHISE

Empat pegawai photo copy yang terletak di jalan Pemuda nampak serius memandangi televisi. Mata mereka seakan nggak berkedip sedikit pun. Sesekali ada tawa dan senyum yang terlihat dari wajah mereka. Sebelumnya, di siang hari, saya juga menemukan kondisi yang sama. Ketika berkunjung ke rumah saudara di Tebet, saya melihat seorang wanita muda dan seorang ibu rumah tangga serius menonton sebuah program televisi.

Begitulah suasana tiap Sabtu dan Minggu, pukul 18:00-21:30 wib dan pukul 13:00-15:30 wib. Sebuah program berjudul Take Me Out Indonesia yang ditayangkan Indosiar berhasil menyihir para penonton di seluruh Indonesia. Konon dari data lembaga riset AC Nielsen, program ini rata-rata berhasil menembus angka penonton lebih dari 20%. Artinya, 20% rakyat Indonesia yang berjumlah 220 juta jiwa pada saat itu menyaksikan Take Me Out Indonesia (TMOI).


Program Opini yang ditayangkan tvOne setiap Senin-Jumat ini bukan program franchise.


Konsep program ini adalah menampilkan wanita-wanita single yang akan memilih pasangan mereka. Sebelum memilih, mereka harus menampilkan salah satu kemampuan mereka, bisa menyanyi, berakting, atau membaca puisi. Ada beberapa pria yang menyaksikan aksi wanita-wanita itu, yang dimunculkan satu per satu.

Di depan pria ada semacam podium yang di muka podium dipasangi lampu yang bisa menampilkan warna merah dan warna hijau. Pria-pria yang berdiri di podium itulah yang akan memencet tombol lampu yang akan menyalahkan warna merah atau warna hijau. Jika mereka menyalahkan lampu hijau, artinya mereka memberikan kesempatan wanita mempertunjukan kebolehannya. Namun jika setelah seorang wanita muncul di atas panggung dan belum melakukan aksinya, ada pria yang menyalahkan lampu merah, maka pria itu tidak tertarik dengan si wanita.

Akhir dari segmen, si wanita akan memilih pria-pria yang masih tertarik padanya, yang masih menyalahkan lampu hijau. Wanita akan memilih satu di antara pria-pria tersebut. Inilah yang menjadi pusat ketegangan program ini. Bisa jadi wanita itu tidak memilih pria-pria tersebut, karena dirasa kurang cocok, bisa pula si wanita akhirnya tidak dipilih sama sekali, karena setelah mempertunjukan kemampuannya, seluruh pria menyalahkan lampu merah.

Program TMOI yang dipandu oleh Choki Sitohang ini merupakan program franchise alias program adaptasi dari televisi luar. Buat Indosiar, program model franchise seperti ini sudah berkali-kali dilakukan. Barangkali Anda masih ingat dengan program Akademi Fantasi Indonesia (AFI)? Program reality show pencarian bakat menyanyi ini berhasil menjadi program televisi populer di Indonesia di awal tahun 2000-an. Berkat kepiawaian tim kreatif Indosiar, AFI yang merupakan program adaptasi ini juga mencapai perolehan penonton yang luar biasa.

Tidak semua program franchise bisa meraih kesuksesan. Banyak program televisi yang gagal bertahan, sebut saja Gol! Gol! Gol! dan Kata Si Kecil. Dua program tersebut kebetulan sempat ditayangkan di antv. Program Gol! Gol! Gol! yang merupakan adaptasi dari Turki dan dipandu oleh Edwin ini tidak berlangsung lama usianya. Namun antv berhasil membalas kegagalan program adaptasi dengan membeli hak franchise konsep Deal or No Deal, maka lahirlah program Super Deal 2 Miliar yang dipandu oleh Nico Siahaan. Stasiun antv juga berhasil mengadaptasi program Family Feud dan mengganti nama dengan Famili 100 yang berhasil menjadikan Sonny Tulung bintang.

Meski sukses di antv, belum tentu sukses di televisi "tetangga". Ketika kontrak Famili 100 kelar, pemilik hak franchise, dalam hal ini Frementle, mengajak kerjasama Indosiar. Di televisi ini, Famili 100 cuma bertahan beberapa episode, begitu pula di TV7 (sebelum berubah namanya menjadi Trans7). Hal yang sama juga terjadi ketika antv mencoba mengontrak program Who Want to be a Millioner, dimana sebelumnya sempat meraih kesuksesan di RCTI. Banyak pemirsa bilang, kegagalan antv mengembalikan kejayaan Who Want to be a Millioner ini akibat Host-nya yang kurang kharismatik. Memilih Dian Sastro untuk menggantikan Tantowi Yahya sama saja memasukkan program asal Amerika Serikat itu ke dalam kubur.

Memang belum ada resep yang menjamin 100% program adaptasi atau franchise akan sukses. Jika ada pemilik program yang mengatakan resep kesuksesan adalah dengan menerjemahkan program luar menjadi sebuah program dengan local content, sebenarnya belum tentu juga. Kata Si Kecil adalah contoh nyata, penerjemahan local content yang sudah dilakukan tetap saja gagal. Padahal pemilik program sudah menyeleksi anak-anak kecil yang pintar, terutama pandai dan berani berbicara. Tetapi jumlah anak seperti itu di Indonesia ini tentu belum banyak. Berani berbicara secara spontan belum menjadi kebiasaan. Yang terjadi, banyak anak pintar yang pendiam.

Tidak memasukkan local content-nya belum tentu tidak sukses. Artinya, mengambil hampir 100% konsep aslinya juga bisa berhasil. Lihat saja Indonesian Idol. Jika Anda lihat, konsep di RCTI tidak jauh beda dengan konsep aslinya. Konsep yang tidak jauh dengan konsep aslinya pun terjadi pada TMOI. Jika pun ada yang beda, cuma gimmick-gimmick pada saat kemunculan para wanita dan tambahan filler yang menjadi video tape (VT) guna mengakomodir sponsor yang kebetulan menjadi sponsorship program ini.

Monday, November 9, 2009

GINI HARI MASIH MEMPERMASALAHKAN SENIORITAS? CAPE, DEH!!!

Kalo saja Ibu Marlin Angraini nggak berani melaporkan kejadian pengeroyokan putranya, Ade Fauzan Mahfuza, ke Polsektro Kebayoran Baru, masalah senioritas yang terjadi di SMAN 82 nggak bakal terkuak di media. Kenapa begitu? Menurut Warta Kota (Sabtu, 7/11/09), masalah senior-junior di SMAN yang berlokasi di jalan Daha II, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini sudah terjadi bertahun-tahun. Hebatnya, baik siswa yang masih bersekolah, alumnus, maupun pihak sekolah mengetahui budaya senioritas ini. Luar biasa!



Peristiwa terjadi ketika seorang senior melihat Ade melewati ‘Jalur Gaza’. Sekadar info, ‘Jalur Gaza’ adalah jalur yang merupakan koridor ruangan untuk anak kelas 3. Di sekolah ini, koridor ruangan tersebut nggak boleh dilewati oleh siswa kelas 1 dan kelas 2. Kalo berani-berani lewat, nasibnya akan kayak Ade: dipukuli.

“Memang kelas 1 harus menghormati kelas 3,” ujar Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, Endang Supardi. Tambah Endang, ia menyesali Ibunda Ade melaporkan ke polisi. Menurutnya, ini bukan masalah besar dan bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Hah?!

Dear friends, catat pernyataan Endang Supardi di atas tadi: INI BUKAN MASALAH BESAR! Menurut Anda, seseorang yang dipukul sampai babak belur itu bukan masalah besar ya, bo? Menurut Anda, seseorang yang kepalanya dipenuhi gel dan abu rokok dan berakhir dengan pingsan, karena dikeroyok seniornya itu bukan masalah besar ya, bo? Luar biasa!




Saya bukan sedang ingin menjatuhkan nama baik SMAN 82 yang kabarnya baru mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000 dan menjadi sekolah percontohan anti-bullying. NO! Saya juga tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga korban, yakni Ade Fauzan. NO! Saya nggak mengenal mereka sama sekali. Saya cuma menyesalkan aksi penganiayaan yang terjadi di sekolah tersebut yang jelas-jelas melanggar hukum.

Menurut Endang, masalah senioritas ini sudah terjadi bertahun-tahun dan menjadi budaya. Kalo udah terjadi bertahun-tahun kenapa nggak dilakukan tindakan oleh pihak sekolah ya? Tapi Anda pasti nggak akan heran, karena semua pihak yang berhubungan dengan SMAN ini melakukan aksi tutup mulut alias bungkam, ketika sejumlah media mencoba menguak budaya primitif ini. Maklum, budaya ini sudah ada bertahun-tahun dan mengakar.

Saya sempat tekejut ketika Bokap saya bilang, Kepala Sekolah SMAN 82 tersebut adalah mantan guru Labs School yang sempat mengajar ekonomi saya, lho. Oh ya?! Tambah terkejut ketika mantan Guru saya ini bilang kalo doi nggak tahu apa-apa, karena baru setahun menjadi Kepala Sekolah. Anyway, saya bingung, kok gini hari masih mempermasalahkan senior-junior ya, bo?! Cape, deh!

FILM "ALANGKAH LUCUNYA NEGRI INI"





















Friday, November 6, 2009

KETIKA IMPIAN BERBUAH MENJADI MANIS

Sungguh beruntung mereka yang berpunya. Ketika ingin mewujudkan keinginannya untuk naik haji, mereka yang berpunya ini dengan mudah segara terbang ke Mekkah. Mereka pun tidak perlu pergi berlama-lama di tanah suci. Cukup ambil paket VIP, mereka bisa cepat pulang dan pergi berhaji.

Namun nasib tidak mudah jika yang punya keinginan berhaji adalah seorang wanita tua yang hidupnya miskin. Namun impiannya untuk menunaikkan kewajiban Rukun Islam ke-5 ini begitu kuat. Dan sampai di ujung kisah, wanita tua ini pun bersujud syukur, karena impiannya berbuah manis. Ia akhirnya bisa naik haji.

Begitulah cerita film Emak Ingin Naik Haji (EINH). Film yang disutradarai oleh Aditya Gumay ini diadaptasi dari cerita pendek (cerpen) karya Asma Nadia. Menurut Asma –yang penulis kutip dari blog Asma Nadia-, kisah Emak dalam cerpen ini merupakan salah satu bentuk gambaran ketimpangan umat Islam Indonesia dalam melaksankan rukun kelimanya.

"Ada orang yang susah sekali naik haji tapi ada juga orang yang berkali-kali naik haji," ujarnya.

Keresahan Asma tersebut membuahkan sebuah keinginan membuat cerita yang bertema haji. Lama keinginan itu terpendam. Pada tahun 2007, gayung pun bersambut. Majalah Nur memintanya menulis sebuah cerpen tentang haji. Permintaan itu datang sekitar satu bulan sebelum Asma benar-benar naik haji. Ia diberikan deadline lima hari untuk menyelesaikan cerpen tersebut.

Sebetulnya Asma nggak melewati deadline yang ditetapkan majalah Nur. Namun, karena merasa kurang sreg dengan cerpen yang sudah diselesaikannya, Asma meminta tambahan waktu lagi. Dalam membuat revisi cerpennya itu, segala upaya ia curahkan untuk melakukan riset, tentunya riset tentang cara-cara orang naik haji. Dalam riset itu, ia menemukan realita di lapangan, bahwa ada tarif naik haji dengan pelayanan biasa saja, tetapi ada pula yang dengan tarif sangat mahal dan fasilitas yang luar biasa.

Film EINH berkisah tentang impian Emak (diperankan oleh Aty Kanser) untuk pergi naik haji. Dalam memperjuangkan impiannya, Emak dibantu oleh Zein (diperankan oleh Reza Rahardian). Beberapa tahun setelah kematian ayahnya, Zein memang menjadi tumpuan harapan bagi Emak. Di sebuah rumah gubuk berdinding papan, mereka hidup serba kekurangan. Dalam kondisi seperti itu, impian Emak begitu kuat ingin pergi ke tanah suci. Impian inilah yang kemudian diolah menjadi sebuah benang merah cerita film EINH ini.

Sebagaimana hidup, dalam mencapai impian, kita seringkali menghadapi sejumlah persoalan. Ada yang berhasil mengahadapi persoalan dan selanjutnya mencapai impian tersebut. Ada pula yang gagal. Dalam film EINH, cukup banyak persoalan yang dihadapi oleh Emak dan Zein. Mulai dari uang tabungan yang sudah bertahun-tahun dikumpulkan harus diberikan untuk operasi cucunya, sampai usaha Zein yang gagal memberikan surprise pada Emaknya gara-gara ia tertabrak sebuah mobil, sehingga kupon undian naik haji yang seharusnya didapat, musnah.

Kejadian demi kejadian menjadi rangkaian konflik, sehingga impian Emak untuk naik haji jadi terlihat ruwet seperti benang kusut. Boleh jadi beberapa kejadian, sempat ditebak-tebak penonton. Maksudnya, penonton bisa mengira bahwa hasil akhir Emak bisa naik haji dengan cara menabung, memenangkan undian, atau dari uang hasil curian Zein. Nyatanya, kisah belum berakhir sampai di situ. Ketika undian didapat, Zein berlari-lari, tabrakan tak terkendali. Kupon undian pun terbang. Seketika musnahlah harapan Emak naik haji.

Aditya begitu terkesan dengan cerpen Asma yang dibuat tahun 2007 ini. Prosesnya cukup unik, yakni ketika menghadiri acara perpisahan TK Al Azhar di Taman Mini, ia mendapatkan goody bag berisi majalah-majalah lama, salah satunya majalah Nur terbitan Desember 2007. Di majalah itu, ia membaca cerpan Asma dan langsung terkesan. Hebatnya, ia sudah bisa membayangkan cerpen itu dalam sebuah film.

"Saya bahkan sudah mendapatkan passion, keharuan dan sentuhannya untuk diangkat dalam bentuk film," ujarnya. "Film ini mewakili begitu banyak impian anak yang ingin membahagiakan orang tuanya," jelasnya.

Sebelum berkenalan dengan Asma dan meminta izin untuk mengangkat cerpennya ke film, Aditya sudah membuat skenario bersama Adenin Adlan. Seperti juga film EINH, proses selanjutnya, yakni pertemuan Aditya dan Asma penuh lika-liku. Ia berusaha mencari nomor telepon Asma. Nomor didapat, namun pertemuan tetap tak terjadi. Karena Asma kehilangan handphone dan nomor yang dimiliki Aditya adalah nomor handphone Asma yang hilang. Akhirnya, mereka pun berjumpa dan mencapai kesepakatan. Asma mengizinkan cerpennya diangkat ke dalam film.

Meski tidak terlalu dekat, tetapi saya mengenal Asma sebagai seorang penulis produktif yang berkualitas. Buku-buku serta novel-novelnya penuh dengan massage yang inspiratif. Dialog-dialog yang muncul dalam novel-novelnya kritis, tajam, kontemplatif, namun tetap membumi. Agaknya dialog-dialog yang menjadi ciri Asma, juga menular pada skenario yang ditulis Aditya dan Adenin. Simak salah satu dialog Henidar Amroe dengan anaknya.

“Papa ke tanah suci kenapa Mama enggak?”

“Papa pergi haji cuma cari status.”

“Mama memang belum terpanggil oleh Allah? Kalo dipanggil Allah, namanya mati dong?”

Banyak dialog-dialog kritis yang pada akhirnya membuat penonton sekadar tersenyum, bahkan banyak pula yang sempat tertawa. Tetapi saya merasa terganggu dengan beberapa built in produk titipan sponsor yang masuk ke film EINH. Bukan cuma produk perbankan, tetap juga mini market. Saya paham sekali, produk-produk itu harus muncul di dalam scene. Namun buat saya terlalu memaksakan diri. Scene yang tidak penting, yang seharusnya bisa dihilangkan, jadi terpaksa masuk, hanya karena berkewajiban memunculkan logo sponsor atau karyawan dengan seragam sponsor yang in frame.

Kemunculan produk-produk built in ini buat mereka lumrah. Tanpa sponsor, boleh jadi production cost film ini menjadi cukup besar. Padahal saya tahu, film ini tidak menggunakan camera film, tapi digital camera. Artinya, production cost bisa ditekan sedemikan rupa. Paling-paling yang mahal biaya shooting di Mekkah dan membayar artis sekaliber Didi Petet, Nini L. Karim, maupun Ati Kanser.

Selain “gangguan” berupa built in sponsor yang harus menyusup di scene-scene, ada scene dimana diolognya di-dubbing, yakni ketika adegan seorang pengusaha yang mengundang wartawan dalam rangka merenovasi masjid. Saya tidak tahu pasti kendala teknis –barangkali atmosfir di sekitar masjid tidak memungkinkan untuk melakukan shooting dengan cara direct sound-, tetapi saya cukup terganggu. Saya seolah sedang melihat program telenovela, dimana bahasa aslinya terpakasa harus di-dubbing ke bahasa lokal.

Saya juga menilai Aditya terlalu “patuh” pada cerpennya Asma. Padahal sebuah cerita atau novel tidak berkewajiban mengadaptasi secara utuh. Richard Krevolin dalam buku Richard Krevolin, Rahasia Sukses Skenario Film-Film Box Office (buka hal 11-12) berpendapat, sebuah film adaptasi akan mengagumkan, bukan karena memiliki banyak kesamaan dengan novel aslinya, namun mampu mengangkap esensi, ruh, dan jiwa novel asli.

Mengenai teknik pengadaptasi ini, ia membuat 2 (dua) aturan, yakni (1) anda tidak berhutang apa pun pada teks asli (novel yang diadaptasi-pen); dan (2) kalau ada bagian yang akan menghasilkan cerita yang akan menghasilkan cerita yang bagus, bagian tersebut harus dipertahankan. Kalau tidak, kisahnya harus disingkirkan. Nampaknya Aditya “patut” pada cerpen tersebut, sehingga adegan-adegan yang “serba kebetulan” bisa naik Haji –antara lain kebetulan mendapat undian dan di ujung cerita kebetulan mendapat hadiah dari nazar-, bisa diseleksi lagi.

Kalau kita berkaca pada kesuksesan film Laskar Pelangi, Riri Riza dan penulis skenarionya Salman Aristo berani melakukan hal tersebut. Mereka bukan cuma menyeleksi kisah-kisah yang dramatis, mengharukan, dan lucu, justru malah menambah kisah lain yang tidak ada di novel Laskar Pelangi, misalnya adegan paduan suara anak-anak Laskar Pelangi. Lebih dari itu, Riri dan Salman juga berani menambah tokoh-tokoh baru di filmnya, yakni Pak Zulkarnaen (diperankan Slamet Rahardjo), Pak Bakri (diperankan Rifnu Wikana), dan Pak Mahmud (diperankan Tora Sudiro).

Menurut William Sloane, yang penulis kutip dari buku Meramu Kisah Dramatis: Menuju Klimaks dalam Cerita karya William Noble, fiksi adalah orang. Fiksi ditulis untuk orang, terdiri dari orang-orang, dan ditulis oleh orang. Intinya, dalam sebuah kisah, dalam konteks pengadaptasian, ada tokoh yang harus dipertahankan, ada pula yang tokoh baru agar menambah unsur dramatik dalam sebuah cerita

Film ini dibintangi oleh tiga aktor senior, yakni Didi Petet, Nini El Karim, dan tentu saja Ati Kanser. Selain itu ada Henidar Amroe, Cut Memey,dan penampilan khusus Ustadz Jeffri Al Bukhori. Saya memuji akting pendatang baru Reza Rahardian. Ia mampu mengimbangi akting para seniornya, bahkan saya justru berpendapat dialah bintang sebenarnya dibanding Didi Petet, Nini El Karim, maupun Ati Kanser.

Shooting berlangsung di beberapa tempat, yakni di Jakarta, Pelabuhan Ratu dan Mekkah. Total hari shooting memakan waktu 20 hari lebih. Dari total 20 hari, lima harinya shooting di Mekkah.

Meski secara sinematografis tidak ada sesuatu yang saya anggap luar biasa, namun sekali lagi dialog-dialog di film ini cukup cerdas. Tidak sekadar petuah-petuah “basi” yang seringkali membuat dialog yang diucapkan para pemain terkesan textbook, tetapi justru cukup membumi. Buat saya, film ini bisa menjadi alternatif tontonan di antara film-film bertema komedi seks maupun kuntilanak. Setidaknya turut bermimpi bisa naik haji sebagaimana impian Emak.


B for better Indonesia

INI BARU NAMANYA NEGARA HUKUM!

Pagi ini gue takjub bukan kepalang, detikhot menulis gede-gede judulnya: SHEILA MARCIA BISA BEBAS AKHIR PEKAN INI. Artinya, pacar gue bakal keluar dari penjara. Pacar gue? Maksudnya pacar gue dalam impian pas gue ngilindur di WC sampai ngiler dan terkentut-kentut!

Bener-benar takjub gue. Anda tahu? Sheila itu kudu menjalani hukuman 5 bulan penjara, karena Kasasi yang diajukan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara terhadap vonis 7 bulan kurungan Pengadilan Tinggi Jakarta dikabulkan Mahkamah Agung. Gara-gara itu, Sheila kembali menghuni Rutan Pondok Bambu pada 7 September 2009.

Nah, baru menjalani dua pertiga masa hukumannya, Sheila bisa mendapat bebas bersyarat. Terus terang gue nggak ngerti maksud bebas bersyarat. Apakah meski bebas, tapi ada syarat misalnya kudu foto copy KTP dan setor duit? Atau biar bebas pake pakaian tapi tetap sopan? Atau meski bebas tapi kudu pake helm kalo naik motor dan jangan ugal-ugalan di jalan? Ah, entahlah! Lier, euy! Tapi katanya -kata si pengacara tentunya-, Sheila dibebaskan, karena sedang hamil besar dan dinilai berkelakukan baik. Waduh, enak juga ya?


Sheila yang berkali-kali gue tolak menjadi pacar gue. Tapi ini semua dalam mimpi.

"Sheila bisa keluar dari Rutan bulan November ini," jelas Mudarwan Yusuf, pengacara Sheila, saat dihubungi detikhot lewat telepon, Senin (2/11/2009) malam.

Anyway, inilah realita yang terjadi dalam dunia hukum di Indonesia. INI BARU NAMANYA NEGARA HUKUM! Entahlah hukum apa. Yang pasti buat gue, ini adalah berita yang sama dahsyatnya dengan kehadiran Anggodo di studio tvOne semalam. Kenapa berita besar? Kalo alasannya hamil besar dan berkelakuan baik, berati cewek-cewek yang lagi dipenjara, mereka bisa dihamil atau menghamili diri sampai perutnya besar dan kemudian berkelakuan baik. Dengan begitu, mereka pasti bisa keluar dari penjara, bukan begitu bukan?

Thursday, November 5, 2009