Friday, December 3, 2010

ALANGKAH LUCUNYA FFI 2010 INI DAN PERNYATAAN SIKAP ALUMNI IKJ

Kalo saja nggak ada kisruh Festival Film Indonesia (FFI), saya nggak akan mungkin mau datang langsung ke hajatan FFI yang semalam dilangsungkan di Central Park Ballroom, Slipi, Jakarta Barat. Rasa penasaran saya untuk melihat kejutan-kejutan yang terjadi membuat saya memutuskan hadir memenuhi undangan RCTI dan Komite Festival Film Indonesia (KFFI).

Sebuah undangan berbentuk reel film berlogo FFI 2010 datang ke kantor saya. Di undangan tersebut tertulis: dress code ethnik Indonesia (elegant). Ketika menerima undangan, saya tak siap dengan “perintah” mengunakan dress code. Semalam saya hanya menggenakan kemaja lengan panjang tanpa motif.

“Ah, cuek aja! Yang penting datang bawa undangan,” pikir saya.

Selama ini saya memang jarang mengikuti “perintah” dalam hal dress code. Harap maklum, saya terlalu cuek untuk berdandan sesuai “perintah”. Buat saya datang memenuhi undangan dengan tampil rapi, bersih, dan wangi, itu sudah cukup. Dan malam itu saya pun akhirnya pergi dengan menggunakan kemeja lengan panjang tanpa motif itu tadi yang ditutup dengan jacket jins warna hijau tentara.

“Maaf pak, bisa lihat undangannya?”

Seorang wanita cantik meminta saya menunjukan undangan. Saya baru tahu kalo wanita ini usher, petugas penunjuk arah. Saya juga baru tahu, undangan saya ternyata undangan VIP. Busyet! Si usher mengarahkan saya ke red carpet, dimana di depan red carpet sudah terdapat puluhan photographer dari berbagai media yang siap mengabadikan tamu-tamu VIP yang lewat.

“Hah? Saya lewat sini, mbak?” tanya saya masih bingung soal jalan yang saya lalui, yakni karpet merah.

“Iya. Warna kuning lewat red carpet pak.”

Saya baru tahu, di undangan ada stiker berwarna hijau, kuning, dan merah. Stiker-stiker itu merupakan tanda tempat duduk. Terus terang saya tidak mengecek lagi ada stiker. Maklum, stikernya terlalu kecil dan saya cenderung tak peduli. Nah, stiker yang ada di undangan saya warnanya kuning. It means, saya duduk di kursi VIP, bareng dengan para bintang film tersohor di negeri ini. Sementara stiker merah, itu untuk undangan biasa. Kalo stiker hijau, itu khusus Menteri, pengusaha, dan pejabat lain.

Meski bukan pemain film, saya dengan percaya diri duduk di antara bintang-bintang lain. Saya melihat beberapa bintang yang menatap ke arah saya dengan wajah kebingungan, apalagi semalam saya mengenakan dress code yang tidak sesuai dengan “perintah” dalam undangan. Mereka pasti bertanya-tanya ketika melihat saya: “Bintang film apa ya? Kayak-kayaknya belum pernah lihat di layar lebar? Layar kaca juga belum? Jangan-jangan bintang film porno?”

Anyway, saya duduk di antara Titi Sjuman, Andhika, F-Vivi, dan Alex Komang. Saya juga berada di tengah insan perfilman lain yang wajahnya cukup familiar, tetapi kebetulan saya lupa namanya. Untunglah saya kenal dengan Andhika, jadi sepanjang event, saya sempat berbasa-basi dengan dia.

FFI 2010 ini akhirnya cukup mengejutkan, setidaknya buat saya pribadi. Sebelumnya sudah diduga, yang akan menyabet banyak piala Citra adalah film Alangkah Lucunya Negeri Ini, dimana predikisi yang berkembang, film ini akan meraih best film, best director, best actress, best actor, dan best-best lain. Maklumlah, (bukan mau fitnah) film Alangkah Lucunya Negeri Ini dianggap sebagai film yang mengganjal film Sang Pencerah. Sebab, kalo Sang Pencerah masuk nominasi, disinyalir film garapan Hanung Bramantyo itu akan memborong hampir seluruh piala Citra. Itulah yang menjadi biang kekisruhan FFI 2010 ini (baca selengkapnya di tulisan saya sebelumnya).

Tadi malam, semua orang pasti sudah berpikir, bahwa Alangkah Lucunya Negeri Ini akan memboyong piala Citra, eh ternyata terjadi “kejutan”. Film 3 Hati, 2 Dunia, dan 1 Cinta yang sebelumnya tidak diprediksi akan meraih banyak piala Citra, justru yang malah banyak memboyong piala Citra, antara lain untuk kategori best film, best director, best actor, dan best actrees. Sementara Alangkah Lucunya Negeri Ini cuma sedikit, salah satunya best screenplay yang diraih oleh Musfar Yasin.

“Nanti gue ceritain banyak Brill soal FFI ini, tapi nggak di sini,”ujar salah satu dewan juri yang saya kenal, yang kebetulan tidak termasuk orang yang dipecat dari keanggotaan Dewan Juri FFI 2010 ini. “Yang pasti,” lanjut pria berkacamata yang dikenal sebagai Director of Photography (DOP) handal ini. “Sang Pencerah nggak masuk di FFI bukan berarti film itu jelek. Elo tahu, film gue Biola Tak Berdawai masuk 9 nominasi di festival di luar negeri, tapi di Indonesia, boro-boro dapat. Jadi, nggak masuk di FFI, bukan berarti nggak dihargai di festival luar negeri.”

Ucapan temen saya benar-benar membuat saya sadar, bahwa tak selamanya produk lokal yang baik belum tentu dihargai di negeri kita yang tercinta ini. Dalam hal ini film Sang Pencerah. Meski dianggap banyak orang Indonesia film mengenai K.H. Ahmad Dahlan ini tidak satu pun masuk dalam nominasi di FFI 2010, namun bukan berarti film ini tidak dihargai di festival di luar negeri. Sekali lagi, saya bukan pembela film Sang Pencerah, karena saya bukan crew film ini, pun tidak disogok untuk membela habis-habisan Sang Pencerah. Saya sekadar ingin agar FFI tidak dijadikan festival yang ditunggangi oleh kepentingan politik. Namun melihat perjalanan FFI 2010 ini –bahkan FFI sebelumnya-, benar-benar unpredictable.

Kelucuan dan FFI yang unpredictable inilah yang menyebabkan Ikatan Alumni Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (Ikafi) juga mengeluarkan pernyataan sikap yang ditandatangani oleh Ketua Ikafi Arief R. Pribadi pada Senin, 6 Desember 2010 lalu. Inilah pernyataan sikap Ikafi:

MENGINGAT:

1. Bahwa Ikatan Alumni FFTV-IKJ adalah organisasi yang mewadahi seluruh
kepentingan Alumni FFTV-IKJ
2. Bahwa Alumni FFTV-IKJ adalah salah satu stakeholder industri perfilman nasional
3. Bahwa Alumni FFTV-IKJ berkepentingan dengan FFI yang jujur dan kredibel sebagailembaga yang memberikan penghargaan piala Citra sebagai tolok ukur supremasi kreatifitas film nasional


MENIMBANG:

1. Bahwa telah terjadi kemelut pelaksanaan Festival Film Indonesia 2010 yang ditandatangani:

a. Pemberhentian Dewan Juri FFI 2010 pimpinan Jujur Prananto

b. Pengunduran diri Niniek L. Karim sebagai Ketua KFFI

c. Pelaksanaan FFI 2010 menjadi polemik di media massa dan masyarakat

2. Bahwa poin 1 a, b dan c diatas menimbulkan opini yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap industri film nasional

3. Bahwa kami Alumni FFTV-IKJ sebagai elemen sumber daya kreatif dalam sistem industri film di Indonesia merasa dirugikan atas penyelenggaraan FFI 2010 yang tidak profesional sehingga mengakibatkan runtuhnya kewibawaan dan legitimasi piala Citra yang merupakan hak pekerja film yang berprestasi.


MEMUTUSKAN:

IKATAN ALUMNI FAKULTAS FILM DAN TELEVISI - INSTITUT KESENIAN
JAKARTA (IKAFI) MENYATAKAN MOSI TIDAK PERCAYA ATAS PENYELENGGARAAN FFI 2010.



Jakarta, 6 Desember 2010

Arief R. Pribadi
Ketua Umum Ikatan Alumni FFTV-IKJ (Ikafi)


Dewan Pertimbangan Organisasi:
1. Enison Sinaro (Ketua)
2. M. Ainun Ridho (Anggota)
3. Abdullah Yuliarso (Anggota)
4. Arturo GP (Anggota)
5. Deni HW (Anggota)

No comments: