Friday, December 17, 2010

SPBU KOK DI TENGAH PEMUKIMAN WARGA?

Pagi itu warga RW 06 dan RW 08 Kelurahan Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat berdemo. Mereka menolak berdirinya stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) yang berada di tengah tempat tinggal mereka. Sebelum demo, beberapa spanduk dipasang di pagar seng pembangunan SPBU itu, salah satu spanduk bertulis: “Pertamina! Cabut Izin SPBU ini. Kami Warga Cempaka Putih Tidak Setuju”.

Sebelum melihat aksi demo pagi ini, sebetulnya saya memang gemas melihat keberadaan SPBU di tengah pemukiman ini. Saya sudah berniat untuk mengkritisi pembangunan SPBU ini sebagaimana saya biasa mengkritik pembangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang, seperti apartemen Green Pramuka maupun SPBU Shell di Rawasari yang saat pembangunan sempat merusak jalur hijau.

“Pokoknya saya harus mengadvokasi sesuai kemampuan saya untuk menolak pembangunan SPBU itu, karena berbahaya buat warga di sekitar,” ungkap saya dalam hati.


Inilah jalan Cempaka Putih Tengah Raya, dimana tiap kali hujan besar, pasti banjir. Nah, bayangkan kalo ada SPBU di situ (perhatikan sebelah kiri), kemungkinan akan semakin banjir jelas terjadi.

Niat tinggal niat, namun saya kalah cepat dari Kompas. Senin, 13 Desember 2010 lalu, di halaman 27 kolom Ruang Usaha, harian ini telah menulis tentang penolakan warga atas pembangunan SPBU dengan judul: “Warga Tolak SPBU di Daerah Banjir”. Di artikel itu secara gamblang diceritakan alasan warga yang menolak.

Menurut Ketua RW 08 Chaidir Lawaf, warga cemas dengan keberadaan SPBU yang dimiliki oleh PT. Gregitan Dinamika ini. Setidaknya ada tiga alasan. Pertama, warga khawatir terjadi kebakaran serta efek bahan bakar minyak (BBM) bagi kesehatan warga yang tinggal di sekitar SPBU. Sementara letak SPBU di daerah banjir, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan ekses seperti kebocoran atau kerusakan tangki penyimpan BBM.

Kedua, keberadaan SPBU dikhawatirkan akan memperpanjang kemacetan di sepanjang jalan Cempaka Putih Barat. Menurut warga, keberadaan SPBU yang ada sekarang, sudah lebih dari cukup. Sekadar info, saat ini sudah ada beberapa SPBU yang sekitar Cempaka Putih, yakni di jalan Ahmad Yani (samping SMAN 30, ada Pertamina dan Shell), di Letjen Soeprapto (samping gedung Taspen, Pertamina), dan tak jauh dari Cempaka Putih ada tiga SPBU Pertamina di jalan Pramuka. Bahkan di ujung perempatan Ahmad Yani ada SPBU baru yang tak jauh dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Kompas juga menulis, bahwa menurut Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Fatahillah mengatakan, pihak pengusaha SPBU telah mengantongi persyaratan perizinan yang lengkap. “Kalau warga tidak puas, kami sarankan agar menempuh jalur hukum,” kata Fatahillah.

Sebelum pembangunan dilakukan, warga juga telah mengajukan keberatan kepada pihak kelurahan namun kenyataannya Lurah Cempaka Putih Timur tidak mau memperjuangkan keinginan warga. Sehingga pembangunan SPBU tersebut saat ini tengah berjalan (Pos Kota, 18 Des 2010).

Anda pasti sudah menduga, pembangunan SPBU ini tak mungkin terjadi kalo tidak ada partisipasi pejabat pemberi izin. Anda pasti tahu bentuk partisipasi yang saya maksud itu kan? Sebab, tak akan mungkin warga memberikan izin jika mereka tahu proyek di kawasan mereka ternyata SPBU. Artinya, Pertamina pasti memberikan izin. Selain pertamina, pasti pihak Kelurahan, lalu Kecamatan, dan Walikota. Bahkan mungkin izin juga sampai ke Gubernur segala, mengingat tata ruang dikendalikan oleh Dinas Tata Kota DKI Jakarta.

Soal ketidaktahuan warga atas pendirian SPBU ini dibenarkan oleh Chaidir. “Kami baru mendapatkan surat pemberitahuan bahwa di lokasi tersebut akan didirikan SPBU pada tanggal 10 Mei lalu. Saya juga kaget adanya lampiran surat persetujuan pembangunan SPBU yang ditandatangani oleh sejumlah orang yang bukan warga dari RW 06 atau RW 08,” tutur Chaidir.

Ironis sekali, ketika Gubenur DKI Jakarta Fawzi Bowo berhasil menutup sejumlah SPBU di jalur hijau, justru ada SPBU di tengah pemukiman yang diberikan izin. Aneh! Dan itu membuat saya gemas.

Menurut situs Birokrasi Online yang saya kutip, ternyata sejak 26 November 2010 lalu, ada sekitar 55 warga Cempaka Putih Timur yang terdiri dari Warga Masyarakat, Dewan Kelurahan serta Para Cendikiawan Cempaka Putih telah datang ke kantor kelurahan dalam rangka menyampaikan aspirasinya menuntut tentang penolakan ijin pembangunan SPBU yang berada di lingkungan tengah warga di Jalan Cempaka Putih Raya C1 Kavling 1 dan Kavling 2.

Menurut salah seorang warga Berlian Sinaga, bahwa terjadi sebuah kebohongan publik dan rekayasa oleh pemilik yang bermain dengan institusi Pemerintah. Sebab, warga yang menandatangani persetujuan pendirian SPBU tersebut berjumlah 11 orang, dimana 10 orang diantaranya bukan warga Kelurahan Cempaka Putih Timur, hanya 1 orang yang merupakan warga Cempaka Putih Timur.

Mengenai lingkungan dan efek bagi kesehatan manusia sangat berbahaya, menurut Berlian, bensin dalam jumlah banyak yang berjarak kurang dari 100 Meter dari tempat tidur manusia, dapat menganggu kesehatan manusia secara perlahan akan mengalami Thalasemia dan Infeksi ISPA.

Yusuf Mulia, SH salah satu profesi Jaksa yang juga warga Cempaka Putih Timur berpandangan, Lurah Zulkifli seharusnya peka terhadap hal-hal yang berkaitan di wilayah “kekuasaannya”. Lurah juga harus mengayomi masyarakat. Jadi kalo ada sebagian besar warga bergejolak, ya harus mencari tahu mengapa bergejolak dan kalo memang benar, ya harus memberi dukungan.


Tanpa mendapatkan izin dari warga setempat, perusahaan Gregitan Dinamika tetap mendapatkan surat izin. Hayo tebak kenapa bisa mendapatkan izin?

Tambah Yusuf, jika dilihat dari UU Nomor 9 Tahun 2001 Tentang Ijin Mendirikan banguan (IMB), proyek SPBU ini tak layak dalam lingkup peninjauan klinis maupun lingkungan hidup. Seperti kita ketahui, dalam lingkup luas perijinan, banyak melibatkan sector, mulai dari Sarana Perkotaan, BPHLD, Deperindag, P2B, maupun Migas. Sungguh aneh jika Lurah justru memberikan izin (no izin proyek ini 00993/P-IMB/P/CP/2/2010) tertanggal 3 September 2010. Inilah yang menjadi pertanyaan besar. Yusuf mendesak agar Pemerintah Daerah Provinsi DKI menunda serta mengkaji ulang proyek SPBU ini hingga Departemen Migas mengeluarkan izin.

Pagi itu, ketika demo berlangsung, saya menepikan mobil dekat lokasi pembangunan SPBU. Saya berniat untuk merealisasikan keinginan saya membantu warga yang menolak, karena saya pun juga tidak setuju dengan pembangunan SPBU ini. Bukan saya tidak mendapat “jatah preman” atau tidak masuk dalam lingkaran kolusi pembangunan ini sehingga ikut menolak, tetapi buat saya SPBU tersebut memang patut dihentikan pembangunannya.

Saya kemudian menghampiri rumah Ketua RW 08, Chaidir yang kebetulan tak jauh dari SPBU itu. Di salah satu pintu masuknya, ada spanduk bertuliskan NO SPBU. Ketika saya menghampiri rumahnya, dua mobil polisi masih berada di sekitar area proyek SPBU. Saya juga melihat beberapa polisi masih siaga di pos Siskamling yang ada di situ.

“Kami akan menlanjutkan demo ini hari Senin (maksudnya 20 Desember 2010),” ujar Chaidir yang menerima saya pagi itu di teras rumahnya.

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

No comments: