Friday, September 18, 2009

BELAJAR DARI SD NEGERI KOMPLEKS IKIP MAKASSAR

Terus terang saya belum sempat inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa sekolah negeri, apalagi swasta di Makassar. Ketika berkunjung ke Makassar saat ini, saya cuma mampu berkunjung ke salah satu sekolah, yakni SD Negeri Kompleks IKIP yang berada di jalan AP. Pattarani, Makassar, Sulawesi Selatan.

Entah saya beruntung atau memang dituntun Tuhan untuk dipertemukan dengan sekolah ini. Kenapa begitu? Sebab, sekolah ini mengingatkan saya pada SDN RSBI 12 Rawamangun, Jakarta Timur yang selalu saja “bermasalah”. Terakhir, masalah yang digulirkan oleh Kepala Seksi (Kassie) Dinas Pendidikan Dasar Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, H Usman. Ia meminta Gubernur DKI Fawzi Bowo mencabut KTP DKI dari empat orangtua murid yang bersekolah SDN RSBI 12 Rawamangun, Jakarta Timur. Sebelumnya, sang Kepala Sekolah (Kepsek) melalui suratnya melarang Aria Bismark Adhe (saat itu masih tercatat sebagai siswa kelas VI di sekolah itu) mengikuti ujian akhir sekolah (UAS).


Pintu masuk SD Negeri Kompleks IKIP, Makassar.





Dulu saya ingat sekali, sekolah yang bermarkas di kompleks Universitas Negeri Jakarta (UNJ, dulu IKIP Jakarta) ini cuma memiliki status sekolah percontohan. Namun, entah siapa yang kemudian “menaikkan derajat” menjadi Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) tanpa melewati Sekolah Standar Nasional (SSN). Nah, SD Negeri Kompleks IKIP ini sama-sama berada di kompleks IKIP, namun hebatnya SD Negeri Kompleks IKIP ini benar-benar gratis-tis!

Bu Erna, orangtua murid, mengatakan, anaknya tinggal masuk ke SD Negeri Kompleks IKIP ini. Tidak ada dana sepersen pun yang ditarik dari pihak sekolah atau Komite Sekolah. Padahal menurutnya, sekolah ini termasuk salah satu sekolah dasar terbaik di Makassar.


Halaman dalam SD Negeri Kompleks IKIP. Untuk sekolah gratis nggak malu-maluin, kan? Beda banget dengan SD-SD di Jakarta yang menaikkan status jadi RSBI agar fasilitasnya ok. Tapi kalo fasilitasnya sudah ok, tetapi nggak punya prestasi, sama juga bohong.

Beda banget dengan apa yang terjadi di SDN RSBI 12 Rawamangun yang dahulu dikenal sebagai SD Negeri Percontohan ini. Cuma gara-gara banyak yang terkesima dengan nama besar Lab School, sehingga orangtua murid dari luar berbondong-bondong mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah ini, eh SD Negeri Percontohan ini pasang strategi, yakni mengganti menjadi status RSBI. Dengan begitu, Komite Sekolah bisa menarik dana dari para orangtua murid baru.

“Murid-murid di sini tidak membayar apa-apa. Tinggal masuk ke kelas,” jelas bu Erna lagi. “Murid-murid juga tidak perlu membeli buku. Pihak sekolah telah membuat sistem, dimana murid-murid bisa pinjam buku ke perpustakaan. Jika sudah naik kelas, buku dikembalikan ke perpustakaan. Begitu seterusnya,” tambah bu Erna panjang lebar.


Ini salah satu fasilitas di SMP Negeri Jembrana, Bali. Meski ada kolam renang, SMP ini tetap tidak memungut biaya dari orangtua murid. Kabupaten Jembrana yang kecil aja bisa, masa kota-kota besar nggak bisa?

Saya beruntung sekali bisa berkenalan dengan SD Negeri Kompleks IKIP dan bu Erna. Kenapa? Saya jadi bertemu lagi dengan sekolah negeri yang benar-benar gratis. Sebelumnya, saya sempat berkunjung ke salah satu SMA Negeri 2 Negara, Kabupaten Jembrana, Bali. Meski menjadi sekolah favorit, SMA 2 ini tidak memungut biaya sepersen pun dari orangtua murid. Menurut sang Bupati Prof. DR.drg. I Gede Winarsa, hal tersebut berkat pengelolaan dana Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikelola dengan baik dan minus korupsi. Luar biasa bukan?


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

No comments: