NOTA KEBERATAN
atas
KEPUTUSAN DEWAN PERS
Oleh Reinhard Nainggolan
WARTAWAN HARIAN KOMPAS
“SELAMATKAN KEMERDEKAAN PERS”
SAYA, REINHARD NAINGGOLAN, wartawan Harian KOMPAS, melalui kesempatan ini ingin menjelaskan kepada publik dan rekan-rekan media tentang kondisi yang menimpa SAYA terkait dengan pernyataan DEWAN PERS yang dimuat media massa pada 1 Desember 2010.
Hal ini, SAYA lakukan selain sebagai upaya untuk mempertahankan profesi SAYA sebagai jurnalis yang memiliki harkat dan martabat, juga untuk menyelamatkan KEMERDEKAAN PERS yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1990 tentang Pers, dari sebuah hal yang SAYA tidak lakukan sama sekali.
Perlu SAYA jelaskan kasus ini bermula akibat laporan Sdri HENNY LESTARI, Direktur Utama KITA Communication (Kitacomm) selaku Public Relations Consultant IPO PT Krakatau Steel Tbk yang kemudian dijadikan alasan oleh Dewan Pers, menuduh tanpa dasar, tanpa konfirmasi dan tanpa cek and ricek, bahwa SAYA (bersama tiga wartawan dari media MetroTV, Seputar Indonesia dan Detik.Com) yang bertugas meliput di Pasar Modal telah melakukan PEMERASAN terhadap HENNY LESTARI untuk mendapatkan kemudahan dalam membeli saham PT Krakatau Steel Tbk ketika melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) beberapa waktu lalu.
Untuk meluruskan tuduhan itu, yang kemudian menjadi konsumsi publik secara sepihak, izinkan SAYA memberikan klarifikasi berupa fakta-fakta yang bisa dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun prinsip jurnalistik.
1. ADUAN KE DEWAN PERS DILAKUKAN DI SEBUAH RESTORAN DAN TIDAK TERTULIS
•Sesungguhnya tidak pernah ada fakta hukum bahwa HENNY LESTARI, dalam posisinya sebagai Public Relations (PR) Consultant PT Krakatau Steel Tbk, telah melakukan pengaduan secara resmi dan formal kepada Dewan Pers sebagaimana diatur dalam PROSEDUR PENGADUAN ke DEWAN PERS sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan DEWAN PERS No 01/Peraturan/DP/I/2008.
Yang ada dan menjadi fakta adalah yang bersangkutan pura-pura mengadu dan sekadar curhat lalu melakukan gosip murahan kepada dua anggota DEWAN PERS, yakni BAMBANG HARYMURTI (Redaktur Senior TEMPO) dan AGUS SUDIBYO yang dilakukan di luar Gedung DEWAN PERS, tepatnya di RESTORAN SUSHITEI, Plaza Senayan, pada Jumat 12 November 2010. Hal itu diakui sendiri oleh HENNY LESTARI, sebagaimana tercantum dalam suratnya kepada Ketua DEWAN PERS, Bagir Manan. (salinan surat terlampir-page 6-7)
•SAYA berkali-kali meminta Kepastian mengenai pengaduan secara resmi dari HENNY LESTARI, antara lain kepada Anggota DEWAN PERS Bekti Nugroho. Namun, Sdra Bekti Nugroho tidak pernah menjawab secara tegas apakah HENNY memberikan pengaduan secara resmi/tertulis atau lisan/curhat.
•Ketika memenuhi pangilan DEWAN PERS pada 23 November 2010, untuk dikonfrontasi dengan HENNY LESTARI, SAYA juga kembali meminta DEWAN PERS untuk menunjukkan pengaduan tertulis dan isi pengaduan dari HENNY. Karena DEWAN PERS tidak bisa menunjukkan pengaduan tertulis itu dengan alasan yang tidak jelas serta tidak dapat dipertanggungjawabkan siapa pelapor dan apa yang dilaporkan, SAYA tidak bersedia dikonfrontasi.
Pada 24 November 2010, SAYA kembali memenuhi panggilan DEWAN PERS untuk melakukan konfrontasi dengan HENNY LESTARI. Saat itu, SAYA kembali meminta bukti laporan tertulis dari pelapor, namun DEWAN PERS dan HENNY LESTARI, tidak juga memenuhinya dengan berbagai alasan, antara lain : (1) DEWAN PERS bisa menerima pengaduan secara lisan (pernyataan UNI LUBIS, Pemimpin Redaksi ANTV). (2) Buat apa harus ada pengaduan tertulis (pernyataan AGUS SUDIBYO dan BEKTI NUGROHO). (3) Apakah pengaduan tertulis itu penting dan prinsip bagi saudara (pernyataan AGUS SUDIBYO dan BEKTI NUGROHO).
•DEWAN PERS memang menjanjikan akan memberikan laporan tertulis kepada SAYA setelah konfrontasi dengan HENNY LESTARI, pada 24 November 2010. Namun hingga konfrontasi berakhir, DEWAN PERS tidak memenuhi janji tersebut. HENNY LESTARI, juga menolak memberikan laporan tertulis tanpa alasan yang jelas, bahkan meninggalkan ruangan (walk out) ketika konfrontasi masih berlangsung, padahal SAYA baru mengajukan dua pertanyaan dari 20 daftar pertanyaan yang SAYA siapkan untuk konfrontasi.
Yang ditunjukkan DEWAN PERS kepada SAYA hanya surat HENNY LESTARI kepada Ketua DEWAN PERS, Bagir Manan, yang isinya menjelaskan kronologis “CURHAT-nya” kepada dua anggota DEWAN PERS, BAMBANG HARYMURTI dan AGUS SUDIBYO, dalam pertemuan di Sushitei, Plaza Senayan, pada 12 November 2010. Surat tersebut bukan aduan/laporan tertulis dan tidak ada menyebut nama SAYA atau penjelasan mengenai tudingan “PEMERASAN” yang dilakukan wartawan untuk mendapat jatah saham, sebagaimana disampaikan WINA ARMADA dan AGUS SUDIBYO dan kemudian dipublikasikan media massa.
•SAYA memang sengaja menyampaikan pertanyaan mengenai laporan tertulis itu karena menurut SAYA hal itu penting apalagi sebelumnya, DEWAN PERS maupun ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN (AJI) telah membuat pernyataan dengan menuding adanya “PEMERASAN” seperti diberitakan tempointeraktif.com pada 17 November 2010 dengan judul “Gerombolan Wartawan Diduga Peras Saham KS” (sumber : Wina Armada-Anggota Dewan Pers dan Umar Idris–Sekretaris AJI Jakarta).
Hal itu, juga mengacu pada Peraturan DEWAN PERS No 1 Tahun 2008 tentang PROSEDUR PENGADUAN ke DEWAN PERS pasal 1 ayat 3-5 yang menyatakan, “Pengaduan dapat dilakukan secara tertulis atau datang ke DEWAN PERS” (ayat 3); “Pengadu wajib mencantumkan nama dan alamat lengkap” (ayat 4); “Pengaduan ditujukan kepada DEWAN PERS, alamat Gedung DEWAN PERS Lantai VII-VIII, Jalan Kebon Sirih No 32-34, Jakarta” (ayat 5).
Surat/pengaduan/laporan resmi, jelas penting bagi SAYA karena selain menghormati peraturan DEWAN PERS, laporan tertulis juga dapat menjadi acuan bagi SAYA dalam melakukan konfrontasi. Itu juga sekaligus sebagai upaya klarifikasi SAYA di kantor tempat SAYA bekerja di HARIAN KOMPAS. SAYA tentu keberatan memberikan klarifikasi jika tuduhan yang dialamatkan kepada saya hanya secara lisan atau lebih tepat disebut curhat yang kemudian terbukti berubah-ubah, mulai dari pemerasan, meminta uang Rp 400 juta, melakukan pemaksaan meminta jatah saham, sampai ke penggunaan hak istimewa.
Dengan demikian, SAYA menduga ada sesuatu dibalik tuduhan-tuduhan itu kepada sejumlah jurnalis, termasuk SAYA yang selama ini dipersepsikan sebagai sekelompok wartawan yang melakukan pemerasan, tekanan, meminta jatah saham, serta membuat berita yang tidak berimbang dan proposional, dengan hanya berdasarkan pada “CURHAT” HENNY LESTARI. Apa yang dituduhkan kepada SAYA menjadi tidak jelas. DEWAN PERS dan HENNY bahkan terkesan mencari-cari kesalahan SAYA. Ataukah sejak awal saya dikondisikan HARUS BERSALAH?
•Pertanyaan berikutnya adalah, ada apa dengan DEWAN PERS yang terkesan terburu-buru menghakimi dan mengeksekusi SAYA tanpa pernah memeriksa bahkan membaca tulisan-tulisan SAYA yang diterbitkan KOMPAS, seputar IPO saham PT Krakatau Steel Tbk, apakah telah melanggar prinsip-prinsip dan kode etik jurnalistik.
Saat dikonfrontasi dengan HENNY pada 24 November 2010, SAYA beberapa kali bertanya kepada UNI LUBIS, AGUS SUDIBYO, dan BEKTI NUGROHO, apakah mereka sebagai Anggota DEWAN PERS telah membaca tulisan-tulisan saya yang diterbitkan KOMPAS, seputar IPO saham PT Krakatau Steel Tbk? Saat itu, tidak satupun dari mereka yang menjawab YA.
•Hingga saat ini, konfrontasi SAYA dengan HENNY LESTARI, belum tuntas dilakukan DEWAN PERS. Klarifikasi data yang SAYA miliki juga belum sepenuhnya dilakukan DEWAN PERS. Proses konfrontasi dan klarifikasi SAYA dengan HENNY LESTARI, berakhir pada 24 November 2010, karena yang bersangkutan meninggalkan ruang konfrontasi saat saya bertanya “Apakah Mbak HENNY pernah menyatakan niat kepada saya untuk membeli saham Krakatau Steel dan mengajak saya untuk ikut membeli? Namun HENNY LESTARI tidak menjawab.
Ketika HENNY LESTARI meninggalkan ruang konfrontasi, SAYA sempat meminta agar dia tidak pergi begitu saja karena saya masih memiliki 18 pertanyaan lagi yang bisa menjadi petunjuk dan bukti, apakah HENNY yang BERUSAHA MENYUAP SAYA atau SAYA yang melakukan pemerasan/meminta jatah saham Krakatau Steel?
DEWAN PERS juga tidak berupaya menahan kepergian HENNY LESTARI dari ruang konfrontasi, sehingga konfrontasi antara SAYA dan HENNY LESTARY berakhir begitu saja tanpa kejelasan. Saat itu yang hadir di ruang konfrontasi adalah tiga anggota DEWAN PERS, yakni BEKTI NUGROHO, UNI LUBIS dan AGUS SUDIBYO, serta SAYA dan didampingi pimpinan HARIAN KOMPAS. Ketua DEWAN PERS, Bagir Manan tidak pernah hadir saat konfrontasi, baik pada 23 November 2010 maupun 24 November 2010.
•Atas kondisi tersebut, SAYA patut menduga HENNY LESTARI, Direktur Utama Kitacomm selaku Public Relations Consultant IPO PT Krakatau Steel Tbk, telah memanfaatkan kedudukannya dan posisinya, bahkan kedekatannya dengan anggota DEWAN PERS untuk menyampaikan pengaduan tanpa bukti yang jelas untuk “menyingkirkan” SAYA dan teman-teman Wartawan Pasar Modal yang selama ini kritis terhadap proses IPO PT Krakatau Steel Tbk.
Patut diduga pula, oknum DEWAN PERS (BAMBANG HARYMURTI dan AGUS SUDIBYO) juga memanfaatkan posisi dan kedudukannya untuk kepentingan pribadi/kelompok/golongan, dengan memproses dan mempublikasikan “CURHAT” atau laporan sepihak (bukan laporann tertulis) dari HENNY LESTARI, melalui grup media yang dipimpinnya, yakni TEMPO (lihat berita tempointeraktif.com, “Gerombolan Wartawan Diduga Peras Saham KS” pada 17/11/2010, “Wartawan yang Minta Saham KS Harus Diberi Sanksi” pada 18/11/2010, “Dewan Pers Kantongi Nama Wartawan Pemeras Saham Krakatau Steel pada 18/11/2010).
Suatu hal yang menurut SAYA tidak lazim untuk ukuran sebuah lembaga Negara bernama DEWAN PERS, yang langsung memproses dan menuding SAYA tanpa meminta keterangan para pihak terlebih dahulu secara lengkap dan berimbang. Tindakan ini melahirkann sebuah tanda tanya besar bagi SAYA, “Ada Apa dengan DEWAN PERS?”
SAYA berharap publik bisa menilai secara jernih dan obyektif, bahwa kasus ini bukan murni kasus pelaporan pelanggaran biasa. Tapi ini upaya untuk menyingkirkan jurnalis dan media yang selama ini kritis dan melindungi kepentingan ekonomi negara.
2. DEWAN PERS MELANGGAR FILOSOFINYA SENDIRI
•Filosofi utama wartawan dalam menjalankan fungsi jurnalistiknya adalah melakukan klarifikasi secara memadai dan menghormati prinsip cover both side. Wartawan yang melanggar prinsip ini telah menciderai profesi mulia wartawan. Lalu bagaimana bila anggota DEWAN PERS (dewanya para wartawan yang dianggap tahu dan seharusnya tidak boleh salah) tiba-tiba menabrak dan melanggar prinsip ini dengan mempublikasikan “CURHAT” HENNY LESTARY tanpa klarifikasi dan konfirmasi terlebih dahulu. Apakah sejumlah Anggota DEWAN PERS yang jelas-jelas melanggar Kode Etik Jurnalistik dalam kasus ini telah diberikan sanksi tegas oleh DEWAN PERS?
•Bahkan WINA ARMADA (Anggota DEWAN PERS), mengeluarkan pernyataan bahwa sejumlah wartawan meminta jatah saham PT KS sebanyak 1.500 lot dan meminta uang Rp 400 juta. WINA ARMADA bahkan mengatakan tindakan wartawan ini telah merusak prinsip penegakkan kebebasan PERS sebagaimana dikutip dan diberitakan tempointeraktif 17/11/2009 dengan judul “Wartawan Diduga Minta Jatah Saham Krakatau Steel”.
Kepada media, WINA ARMADA menyampaikan bahwa dugaan pemerasan dilakukan oleh 30 wartawan yang umumnya bertugas dan meliput di Bursa Efek Indonesia. Mereka dipimpin empat wartawan media besar untuk melobi sejumlah pihak guna memperoleh jatah saham IPO PT Krakatau Steel Tbk, sebagaimana diberitakan tempointeraktif, 18/11/2010 dengan judul “Dewan Pers Kantongi Nama Wartawan Pemeras Saham Krakatau Steel” dan “Empat Wartawan Mengatasnamakan 30 Wartawan, berita Vivanews.com, 18/11/2010.
Anggota DEWAN PERS lainnya, AGUS SUDIBYO, juga membuat pernyataan yang dipublikasikan tanpa klarifikasi yang memadai. Pernyataannya juga berubah-ubah dan tidak dapat dipertangungjawabkan kebenarannya, antara lain “Ada sejumlah wartawan yang meminta hak istimewa untuk membeli tanpa melalui proses. Jadi bukan minta saham, tapi minta hak istimewa.”. AGUS SUDIBYO menegaskan bahwa laporan pengaduan yang diterima DEWAN PERS tidak menyebutkan adanya permintaan jatah saham IPO PT Krakatau Steel TBk melainkan permintaan membeli saham dengan menggunakan hak istimewa agar tidak melalui mekanisme normal yang terlalu panjang dan rumit.
Pertanyaannya, apakah anggota DEWAN PERS yang jelas-jelas melangar kode etik (membuat pernyataan hanya dari laporan lisan dan tanpa klarifikasi) dalam kasus ini telah diberikan sanksi tegas oleh DEWAN PERS?
•Selain dituding meminta hak istimewa, ada juga kasus kedua yang dituduhkan, yakni oknum wartawan yang meminta dana dari manajemen PT Krakatau Steel Tbk untuk meredam pemberitaan penjualan saham perdana, seperti diberitakan Vivanews pada 19/11/2010 dengan judul “Ada yang Meminta Rp 400 juta agar Pemberitaan KS Mereda”.
Faktanya, SAYA tidak pernah melakukan komunikasi dalam bentuk apapun, baik kepada Menteri Negara BUMN, direksi PT Krakatau Steel Tbk, pihak penjamin emisi, maupun HENNY LESTARI untuk meminta uang senilai Rp 400 juta. Belakangan, WINA ARMADA dan AGUS SUDIBYO meralat bahwa yang meminta Rp 400 juta bukan wartawan, namun mereka tidak menarik pernyataan yang sudah terlanjur diberitakan dan merusak nama baik sekaligus membunuh karakter dan profesi wartawan yang disebut “PEMERAS”.
Tudingan mengenai permintaan uang sebesar Rp 400 juta itu, seharusnya diadukan kepada yang berwajib (kepolisian atau KPK), bukan kepada DEWAN PERS yang fungsinya adalah menerima pengaduan masyarakat menyangkut pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik atau kasus-kasus pemberitaan pers lainnya (Peraturan DEWAN PERS Nomor 01/Peraturan-DP/I/2008 tentang Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers, pasal 1 ayat 1).
•Berdasarkan fakta-fakta diatas, DEWAN PERS seolah-olah berperan sebagai investigator selayaknya polisi, jaksa dan KPK. Padahal menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang PERS Pasal 15 Ayat 2, disebutkan DEWAN PERS melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. melindungi kemerdekaan PERS dari campur tangan pihak lain
b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat
atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
e. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
f. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
g. mendata perusahaan pers;
3. CERITA DIBALIK “CURHAT” HENNY LESTARI
•Pemberitaan yang membentuk opini, pencemaran nama baik dan pembunuhan karakter SAYA sebagai wartawan KOMPAS yang dituduh melakukan “PEMERASAN” untuk mendapat jatah saham IPO PT Krakatau Steel Tbk, terus bergulir tanpa ada kesempatan bagi SAYA untuk klarifikasi. Namun setelah Forum Wartawan Pasar Modal mengeluarkan pernyataan sikap pada 23 November 2010, ada titik terang dimana DEWAN PERS kemudian membuka ruang untuk konfrontasi dan klarifikasi. Hal itu juga sesuai dengan permintaan pemimpin redaksi KOMPAS.
•Pernyataan sikap yang cukup keras dari Forum Wartawan Pasar Modal tersebut, akhirnya membuat DEWAN PERS mengakui keberadaan sosok HENNY LESTARI, sebagai pihak yang membuat pengaduan informal dibalik berita mengenai wartawan yang diduga melakukan “PEMERASAN” saham PT Krakatau Steel Tbk.
•Tak hanya itu, HENNY LESTARI, kemudian membuat surat tertulis kepada Ketua DEWAN PERS, BAGIR MANAN. Apa isi surat itu?
Kepada Yth
Bapak Bagir Manan
Ketua Dewan Pers
Jakarta
Dengan Hormat
Sehubungan dengan masalah yang sedang kami hadapi dan meminta bantuan Dewan Pers, maka bersama surat ini kami menyampaikan keberatan di sebabkan sebagai berikut :
1. Pada hari Jumat. 12 Nopember, SAYA bertemu dengan Mas Bambang Harimurti dan Mas Agus di Sushitei Plaza senayan, dimana pada pertemuan tersebut SAYA sharing mengenai persoalan yang SAYA hadapi dengan teman wartawan .
Dalam pertemuan tersebut SAYA meminta Dewan Pers untuk :
A. Dapat mefasilitasi kami bertemu secara langsung dengan jajaran pimpinan media Kompas, Detik, Metro dan Seputar Indonesia dengan harapan dan tujuan :
Membicarakan dan mendiskusikan masalah yang SAYA hadapi dengan mengacu kepada fakta yang kami punya, untuk bersama jajaaran pimpinan media dan juga dewan pers mencari jalan keluar terbaik dan proposional sesuai dengan mengacu pada fakta2 tersebut
Dimana dalam pengambilan putusannya kami menyerah sepenuhnya kepada Dewan Pers dan Pimpinan masing2 Media, karena harapan kami hanya :
1. Selanjutnya kami dapat bekerja dengan lebih nyaman tanpa harus merasa tertekan oleh kondisi apapun
2. Menciptakan pola kerja sama dan hubungan yang sehat dengan seluruh media
B. Mengingat bahwa sejak awal kami tidak menginginkan terjadi keributkan dalam penyelesaian masalah ini, maka telah disepakati bersama pada pertemuan , bahwa bentuk penyelesaian akan dilakukan secara personal dengan mempertemukan satu persatu jajaran pimpinan media bersama Dewan Pers dalam situasi tertutup dan TIDAK ADA PEMBERITAAN, untuk menghindari kesimpang siuran informasi atau dimanfaatkan oleh pihak2 tertentu dengan tujuan lain
Dan yang paling penting sejak awal kami sangat menekankan SAYA menginginkan penyelesaian ini tercapai secara kekeluargaan.
Tetapi kami sangat terkejut sebelum kami dipertemukan dengan jajaran pimpinan media, kasus ini telah di publikasikan dibeberapa media : Tempointeraktif, Koran Tempo, pada hari Kamis , tanggal 18 Nopember den
Tetapi kami sangat terkejut sebelum kami dipertemukan dengan jajaran pimpinan media, kasus ini telah di publikasikan dibeberapa media : Tempointeraktif, Koran Tempo, pada hari Kamis , tanggal 18 Nopember dengan nara sumber Bp Wina , dari Dewan Pers, dimana SAYA juga keberatan istilah2 yang ada pada media tersebut kurang tepat dipergunakan apabila mengacu kepada bukti2 yang kami miliki
Akibat dari pemberitaan tersebut , maka pertemuan dengan jajaran pimpinan media dengan Dewan Pers pada tanggal 19 Nopember , hari Jumat di Sate House Kebon Sirih, yang dihadiri oleh pimpinan media Kompas, Detik, Metro TV dan Seputar Indonesia, membuat suasana tidak nyaman buat kami
Atas kejadian diatas maka dengan segala hormat, kami memohon kepada bapak dan seluruh jajaran Dewan Pers agar selanjutnya dapat membantu kami untuk tetap menyelesaikan masalah ini dengan bantuan Dewan Pers dengan kembali kepada kesepakatan awal yaitu menjaga proses penyelesaian dengan cara kekeluargaan dan tidak diperkeruh dengan kesimpang siuran berita, agar informasi yang sampai tidak terjadi kesalah kaprahan.
Demikian, kami sangat berterima kasih atas bantuan dan kerjasama yang diberikan.
Wassalam
Henny Lestari
•Dengan fakta-fakta tersebut, SAYA, REINHARD NAINGGOLAN, wartawan HARIAN KOMPAS, sekali lagi menyatakan tuduhan yang dialamatkan kepada SAYA adalah TIDAK BENAR, TENDENSIUS dan jelas untuk membungkam daya kritis SAYA selaku jurnalis yang selama ini meliput di pasar modal.
•Meminta kepada publik dan media massa untuk tidak menghakimi SAYA secara sepihak dengan membuat berita yang berimbang sesuai prinsip-prinsip dank ode etik jurnalistik.
•Meminta kepada semua insan PERS untuk menyelamatkan KEMERDEKAAN PERS dan DEWAN PERS dari upaya-upaya adu domba oleh orang/oknum/mafia pers. Jangan sampai DEWAN PERS justru telah dimanfaatkan untuk pengalihan isu yang lebih besar dan lebih penting dari apa yang selama ini kami lakukan sebagai jurnalis, yakni membungkam pemberitaan dan menghambat wartawan dalam menjalankan fungsi jurnalistiknya agar tidak membongkar dugaan skandal besar dalam proses IPO PT Krakatau Steel Tbk.
•Melalui kesempatan ini, SAYA juga menyampaikan “NOTA KEBERATAN” atas “KEPUTUSAN DEWAN PERS” yang menyatakan SAYA telah melanggar kode etik dan penyalahgunaan profesi wartawan untuk mendapatkan saham perdana IPO PT Krakatau Steel Tbk. “NOTA KEBERATAN” tersebut, sebagai berikut :
1. SAYA mempertanyakan pelanggaran kode etik jurnalistik sesuai keputuskan DEWAN PERS yang telah dipublikasikan sejumlah media, pada 1 Desember 2010. Disebutkan SAYA melanggar SK DEWAN PERS Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik. pasal 6 yang berbunyi “Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.”
SAYA sama sekali tidak menyalahgunakan profesi, dalam menulis berita IPO PT Krakatau Steel Tbk. Pemuatan berita di Harian KOMPAS adalah proses dari keputusan redaksi yang sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalistik dan dapat dipertanggungjawabkan.
SAYA juga tidak menerima suap dalam bentuk saham atau uang atau dalam bentuk apapun, sebagaimana yang dituduhkan. SAYA tidak menyalahgunakan profesi untuk memeras atau meminta diberi kesempatan untuk memperoleh saham PT Krakatau Steel Tbk.
Bukti percakapan lewat Blackberry (BB) yang disebut DEWAN PERS menjadi dasar untuk memvonis SAYA, juga patut dipertanyakan validitas dan legalitasnya yang SAYA duga merupakan upaya sistematis untuk menjebak SAYA. SAYA juga memiliki bukti lain percakapan BB dengan HENNY LESTARI, yang SAYANGNYA tidak diklarifikasi oleh DEWAN PERS.
2. SAYA mempertanyakan apakah prosedur penyelidikan dan pengambilan keputusan (vonis bahwa SAYA melanggar kode etik) oleh DEWAN PERS telah dilakukan secara transparan dan sesuai dengan mekanisme yang benar sebagaimana diatur dalam UU Pers dan Peraturan DEWAN PERS?
3. SAYA menilai, Keputusan DEWAN PERS terhadap SAYA, sebagaimana dipublikasikan media pada 1 Desember 2010, merupakan vonis tanpa proses peradilan. Sebab, hingga keputusan dikeluarkan, klarifikasi dan konfrontasi terhadap SAYA dengan HENNY LESTARI, belum tuntas karena yang bersangkutan meninggalkan ruang konfrontasi pada 24 November 2010.
Saat itu, DEWAN PERS sama sekali tidak melakukan upaya apapun untuk meminta HENNY LESTARI tetap berada di ruangan dan melakukan konfrontasi, padahal keterangannya penting untuk menjadi dasar pertimbangan bagi DEWAN PERS dalam memproses dugaan pelanggaran kode etik terhadap SAYA. Berdasarkan fakta ini, sangat jelas jika DEWAN PERS mengambil keputusan yang menyatakan SAYA melanggar kode etik jurnalis berdasarkan INFORMASI YANG TIDAK LENGKAP. Dalam hal ini jelas SAYA TELAH MENJADI KORBAN PEMERIKSAAN YANG TIDAK ADIL.
4. Dengan kerendahan hati, SAYA meminta DEWAN PERS untuk melihat kasus ini secara berimbang dan tidak memvonis SAYA sebelum SAYA memberikan pembelaan. Sebagai warga Negara dan sebagai jurnalis, SAYA berhak diberikan kesempatan itu dalam suasana yang adil dan terbuka.
5. Sebagai bentuk pertanggungjawaban SAYA kepada publik, kepada KOMPAS dan kepada keluarga, SAYA siap melakukan debat secara terbuka dengan para pihak terkait, yakni HENNY LESTARI dan anggota DEWAN PERS yang bertemu HENNY LESTARI, serta pihak-pihak yang dituduhkan pelapor.
SAYA berharap, DEWAN PERS tetap menjalankan fungsinya dengan menerapkan azas praduga tak bersalah, sebelum mengumumkan sebuah keputusan yang pada akhirnya membunuh hak asasi SAYA, membunuh hak profesi SAYA dan juga membunuh KEBEBASAN PERS itu sendiri.
Demikian NOTA KEBERATAN ini, SAYA buat sebagaimana adanya untuk dapat digunakan sebagai klarifikasi kepada publik, khususnya media massa yang menyebarkan pemberitaan sepihak. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.
Jakarta, 2 Desember 2010
Hormat SAYA,
Reinhard Nainggolan
Wartawan HARIAN KOMPAS
Catatan : Sampai NOTA KEBERATAN ini dikeluarkan, SAYA masih berstatus wartawan HARIAN KOMPAS.
1 comment:
keren om...
Post a Comment