Tuesday, June 12, 2012

PENDERITA KANKER YANG DIVONIS MATI KENAPA BERTAHAN HIDUP?



Tulisan ini ingin melihatkan pada pembaca akan kuasa Allah swt yang memperlihatkan fenomena “aneh” yang berkait dengan gen. Tentu Anda pernah tahu, ada seorang pasien pengidap kanker mematikan yang sudah divonis hanya dapat hidup selama enam bulan, ternyata bisa bertahan sampai satu tahun, atau bahkan bertahun-tahun.

Dokter yang berlaga seperti Tuhan –dengan memberikan jatah usia si penderita kanker-,ternyata tak bisa membuat “mati” pasien. Menurut Kazuo Murakami dalam bukunya The Miracle of the DNA: Menemukan Tuhan dalam Gen Kita (Mizan, 2011), fenomena ini terkait langsung dengan cara kerja gen kita. Namun, hasil akhirnya dapat berubah tergantung dari sikap yang dimiliki setiap individu.

Bloggers, dalam hal ini pola pikir (mind set) yang positif sangat berperan. Bahwa kondisi pasien kanker dapat berubah tergantung dari apakah sang pasien berpikir: “aku akan membaik” dan memusatkan seluruh energinya pada kepercayaan ia sehat. Atau sebaliknya, si pasien berpikir: “aku akan mati”, dan menyerah sepenuhnya pada penyakit kanker.

Peran berpikir positif dalam membangun gen-gen sangat bermanfaat,” ujar Murakami. “Sebab, pikiran memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap setiap orang. Sikap, lingkungan, dan informasi dapat merubah gen Anda”.

Penjelasan Murakami jadi mengingatkan saya pada seorang upline saat saya masih aktif di bisnis network marketing. “Jika ingin berpikir positif, bergaullah dengan orang-orang positif. Jika Anda ingin sukses, berkumpullah dengan orang-orang sukses”. Saya berpikir, hal yang sama terjadi pada mereka yang sebelumnya bertuhan, kemudian menjadi Atheis: “Jika Anda berkumpul dengan Atheis, Anda bisa menjadi Atheis”.

Buat orang Atheis, menghubungkan fenomena gen dengan sang Pencipta tentu membuat mereka gerah. Sama gerahnya Nietszche (1844-1900) terhadap Tuhan. Katanya, Tuhan telah mati. “Siapapun yang beragama pasti tidak bebas,” kata filosof proklamator kematian Tuhan di Barat ini.

Fenomena gen urusannya dengan gen, tidak ada hubungan dengan sang Pencipta. Begitulah jalan pikiran Atheis. Menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi dalam bukunya Misykat (Insist, 2012), Atheis adalah fenomena intelektual modern (modern intellectual phenomenon), bukan keagamaan atau sosial. “Problemnya ada pada cendikiawan. Intelektual diadu dengan religiusitas, filsafat dengan teologi dan agama dengan sains”.

Bloggers, dalam buku, Murakami sempat melemparkan pertanyaan: “Apakah gen memiliki jiwa?”. Di Bab 6, yang diberi judul Menggabungkan Ilmu Pengetahuan dan Ketuhanan, di halaman 176-177, ilmuwan genetika ini mengatakan, “Hidup ini memiliki keseimbangan. Gen orangtua diwariskan kepada anaknya dan dari anak ke cucunya, dan begitulah hidup berlanjut. Namun, kita hanya bisa memastikan kelanjutkan gen, dan bukan kehidupan. Gen tidak sama dengan kehidupan. Gen hanyalah cetak biru, rancangan dan bukan kenyataan..”

Di halaman tersebut, Murakami ingin mengatakan, bahwa ada sang Pencipta yang menciptakan gen. Dan sang Pencipta itu yang menghidupkan dan mematikan makhluk di muka bumi ini. Sekali lagi, Dia bukanlah dokter yang memberikan vonis mati. Di halaman 178, ia menjelaskan tentang hubungan mind set pada seseorang dan sang Pencipta.

Pada umumnya, hal yang saya sadari adalah ‘pikiran’, bukan jiwa. Pikiran dapat merasakan kebahagiaan, kesedihan, dan rasa marah, tetapi ketika tubuh mati, pikiran tidak dapat terus hidup. Karena pikiran adalah bagian dari dunia sadar, maka pikiran pun tidak dapat dipisahkan dari raga dan oleh karenanya harus musnah bersama-sama dengan tubuh. Di pihak lain, dunia bawah sadar berada di luar pengetahuan manusia. Jiwa terhubung dengan dunia Sang Agung. Oleh karena itu, walaupun saya memiliki jiwa, biasanya saya tidak secara sengaja sadar akan-Nya. Inilah mengapa dunia surgawi tidak pernah dapat dimengerti hanya dari konteks logika dan kesadaran saja”.

Saya yakin, Murakami bukanlah seorang Muslim. Namun sebagai ahli genetika, ia justru menemukan Tuhan dan menganjurkan kita untuk selalu bersyukur pada-Nya. Apa yang dipesankan Murakami dalam buku Menemukan Tuhan dalam Gen Kita ini jadi mengingatkan saya pada kalimat yang berkali-kali muncul di surah ke-55 Ar-Rahman di Al-Qur’an, yakni Fa-biayyi alaa’i Rabbi kuma tukadzdzi ban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?). Kalimat yang muncul sebanyak 31 kali ini sangat jelas memberikan pesan pada kita, bahwa: (1) seluruh mahkluk yang ada di muka bumi ini adalah cipataan Allah, termasuk manusia yang memiliki gen; (2) manusia tidak dapat melepaskan diri dari kekuasaan Allah swt. Hidup dan mati, semua adalah kuasa Allah swt, termasuk si penderita kanker yang telah divonis mati dokter.


No comments: