Friday, June 22, 2012

TINGKAT KEAMANAN KONDOM MENCEGAH HIV/ AIDS CUMA 70%

Kami tidak dapat memberitahukan kepada khalayak ramai sejauh mana kondom dapat memberikan perlindungan pada seseorang. Sebab, menyuruh mereka yang telah masuk ke dalam kehidupan yang memiliki risiko tinggi (seks bebas dan pelacuran) ini untuk memakai kondom sama saja artinya dengan menyuruh orang yang mabuk memasang sabuk ke lehernya.”
(M. Potts, Presiden Family Health International, salah seorang pencipta kondom)

***

Barangkali Menteri Kesehatan (Menkes) pilihan Pak Beye: Nafsiah Mboi perlu membaca banyak buku penelitian tentang kondom. Bu Menkes lupa, bahwa pada 1993, Direktur Jenderal WHO, Hiroshi Nakajima pernah mengatakan tentang efektivitas kondom yang diragukan untuk mencegah virus HIV/ AIDS. Bahkan J. Mann dari Harvard University pada 1995 mengungkapkan hasil penelitiannya yang mengungkap, tingkat keamanan kondom hanya 70 persen. Artinya, 30 persennya lagi tidak aman. 

Bloggers, setiap kondom punya serat berbentuk lubang yang besarnya 1/60 mikron (dalam keadaan tidak meregang) dan 10 kali lipat lubangnya dalam keadaan meregang. Memang, jika dimasukkan air, seakan-akan air yang dimasukkan itu tidak keluar. Namun sesungguhnya tidak, karena itu tadi, kondom (berbahan latex) memiliki pori-pori. Sementara dalam penelitian yang diungkapkan di konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995) ini, virus HIV itu 1/250 mikron. Jadi seribu kali lipat lebih kecil dibanding pori-pori kondom. Jadi seandainya ada anak-anak remaja berzina menggunakan 10 lapis kondom, virus-virus HIV/ AIDS masih tetap bisa keluar dari kondom itu. Dapat diumpamakan bahwa besarnya sperma seperti ukuran jeruk Garut, sedangkan kecilnya virus HIV/AIDS seperti ukuran titik.

Tentang 30 persen tingkat kebocoran virus AIDS pada kondom ini, telah diteliti oleh Carey dari Division of Pshysical Sciences, Rockville, Maryland, USA pada 1992. Pada penelitian tersebut, ia meneliti 89 kondom yang beredar di pasaran. Ia menemukan kenyataan, virus HIV tetap dapat menembus kondom. Dari 89 kondom, ternyata 29 kondom bocor.

Dalam rubrik SuaraPublika pada 13 September 2001, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr. Dadang Hawari juga pernah menulis hasil rangkuman beberapa pernyataan tentang kontroversi kondom sebagai pencegah penyebaran AIDS. Pernyataan ini berdasarkan data-data. Oleh karena itu, di akhir tulisan, Prof. Dadang menegaskan, bahwa kelompok yang menyatakan kondom 100% aman, merupakan pernyataan yang MENYESATKAN dan BOHONG.

Bukan cuma Prof. Dadang, pada 2000, Prof. Dr. Biran Affandi pernah melakukan penelitian, yang menyimpulkan, tingkat kegagalan kondom dalam Keluarga Berencana (KB) mencapai 20 persen. Sebelumnya, pada 1994, Prof. Dr. Haryono Suyono (Ketua BKKBN zaman Orde Baru) juga pernah mengeluarkan pernyataan, bahwa kondom itu dirangcang bukan untuk mencegah virus HIV/ AIDS.

Kesesatan dan kebohongan yang dilakukan Menkes dengan program kondomisasi ini juga diutarakan oleh V. Cline. Pada 1995, Profesor psikologi dari Universitas Utah, Amerika Serikat ini mengatakan, memberi kepercayaan pada remaja atas keselamatan berhubungan seksual dengan menggunakan kondom sangat keliru. Penyakit kondom hanya dapat mereduksi risiko penularan, tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali risiko penularan (transmisi) virus HIV/ AIDS.

Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/ AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah tersesatkan,” kata V. Cline.

Bloggers, kondomisasi cuma sebuah solusi pragmatis yang sangat menyesatkan. Kondomisasi bukan menghilangkan akar sesungguhnya, yakni seks bebas yang terjadi di kalangan remaja yang memang sangat memprihatinkan. Pada 2000, Joni Rasmanto, SKM, Mkes mengeluarkan data tentang prilaku seks bebas di kalangan remaja di Jawa Barat (Jabar) dan Bali.

Dalam penelitian, terungkap 6,9 persen remaja di Jabar usia 12-17 tahun sudah melakukan hubungan intim. Lalu di Bali, 5,1 persen remaja berusia 15-19 tahun sudah making love. Sementara angka nasional aborsi pada 2000 mencapai 1.982.880 kasus. 

Pada 2004, Synovate Research melakukan survey tentang prilaku seksual remaja di 4 kota, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan dengan jumlah responden 450 orang dengan kisaran usia 15-24 tahun. Hasil penelitian yang dimunculkan di vivanews.com ini menunjukan, ada 16 % sudah melakukan hubungan seks. Tempat mereka melakukan hubungan seks favorit adalah di rumah (40 %), kos-kosan (26%), dan hotel (26 %). 

Dalam Kongres Nasional I Asosiasi Seksiologi Indonesia (Konas I ASI) di Denpasar, Bali pada Juli 2002, Hudi Winarso dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair), Surabaya juga mengemukakan penelitian serupa. Dari 180 mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Surabaya berusia 19-23 tahun, 40% mahasiswa sudah pernah melakukan seks bebas.

Tentu, angka-angka tersebut akan terus meningkat. Namun kondomisasi bukan solusi, apalagi sejumlah penelitian tentang kondom telah membuktikan, kondom tidak efektif. Anehnya, dalam situs BKKBN (http://ceria.bkkbn.go.id/ceria/referensi/media/detail/341), instansi ini masih tetap yakin kodom sebagai solusi. “Amat sulit mengubah prilaku seksual seseorang, sebagaimana orang gemar ngebut (naik motor dengan kecepatan tinggi) sulit untuk disuruh berhenti ngebut, maka mereka dianjurkan pakai helm agar bila terjadi kecelakaan tidak terlalu fatal. Upaya ini disebut harm reduction.”.

Sungguh lucu, BKKBN membuat analogi pegiat seks bebas dengan seorang pengendara motor yang gemar ngebut. Institusi ini bukan memberikan pendidikan agar tidak perlu ngebut, tetapi malah mempersilahkan tetap ngebut, tapi supaya aman pakai helm. Dan sepertinya di pernyataan tersebut, BKKBN sudah frustrasi dengan prilaku seks bebas, sehingga mereka mengatakan ‘amat sulit’. Padahal jika melihat survey yang dilakukan oleh Synovate Reseach, kita mencegah para remaja melakukan hubungan seks sebelum nikah.

Jika berkaca pada data-data sejumlah pakar kesehatan dunia, semoga Menkes insyaf serta kembali ke jalan yang benar dan melupakan program kondomisasi untuk para remaja Indonesia. Atau jangan-jangan kondomisasi ini proyek titipan, sehingga anak buah Pak Beye ini ngotot dengan kondomisasi? Sebab, di Australia ada program yang mirip dengan gagasan Menkes ini, yakni One Dollar One Condom, dimana kondom dijual bebas sebagaimana Anda ingin membeli minuman ringan di sebuah kulkas transparan. Cukup memasukkan uang recehan, pilih kondom, dan Anda pun langsung mendapatkan kondom sesuai selera Anda.

Bloggers, tulisan ini saya tutup dengan pernyataan pakar AIDS, R. Smith pada 1995, yang penulis kutip dari Republika 12 November 1995. Setelah bertahun-tahun meneliti tentang AIDS dan penggunaan kondom, lalu mengecam para penyebar free sex dengan cara menggunakan kondom, Smith menyimpulkan:

Menggunakan kondom untuk mencegah AIDS sama saja dengan mengundang kematian.”

No comments: