Tuesday, March 3, 2009

BORDERLESS WORLD: KETERBUKAAN VS NARSISME

Sekarang ini eranya teknologi media. Manusia seolah dimanjakan oleh sesuatu yang berbau teknologi. Nggak cuma internet yang kini sudah bisa diakses dimana-mana, baik di ruang kuliah atau di cafe. Tapi siaran-siaran televisi yang juga bisa dinikmati kapan pun dan dimana pun kita berada. Komunikasi antarmanusia pun nggak serumit beberapa tahun lalu.

Di awal-awal telepon selular menjamur, orang bisa dengan mudah mengirim short massage services (SMS) alias layanan pesan singkat. Teknologi media telepon selular kemudian beralih lagi ke 3G, dimana orang bisa melakukan komunikasi nggak cuma dalam bentuk tulisan (SMS) atau voice. Tapi komunikasi dalam bentuk audio-visual. Kemudahan-kemudian inilah yang membuat orang kini seperti dimanjakan oleh teknologi. Sebagaimana menurut Clay Shirkly dalam bukunya: The Power Without Organization, bahwa orang lebih memilih melakukan komunikasi ke orang lain dengan cara sederhana, sehingga efektif dan efisien.




"Collaborative production, where people have to coordinate with one another to get anything done, is considerably harder than simple sharing, but the results can be more profound. New tools allow large groups to collaborate, by taking advantage of nonfinancial motivations and by allowing for wildly differing levels of contribution"

Teknologi media membuat dunia sekarang, seolah jadi nggak terlalu luas lagi. Buat berhubungan dengan teman saya di Melbourne, Australia, saya nggak perlu lagi mendial nomor interlokal via Telkom. Tapi cukup mengklik feature chatting di Facebook dan memanggil nama teman saya, kami bisa melakukan komunikasi antarbenua: benua Asia dan benua Australia. Begitu pula dengan teman saya yang sudah 15 tahun di Amerika Serikat. Dengan mudahnya kami bisa chatting berjam-jam via Facebook. Nggak heran kalo saya menyebut fenomena kehebohan telnologi media menyebabkan borderless world alias dunia tanpa batas.

Bukan omong kosong kalau saya menyebut dunia tanpa batas. Pasti bukan cuma saya yang menyimpulkan era teknologi media sebagai borderless world. Betapa tidak, apapun yang kita mau akses, bisa dilakukan cukup via media laptop dan jaringan internet. Bahkan sekarang dengan media berukuran mini, seolah dunia ada digenggaman manusia. Media yang dimaksud nggak lain nggak bukan Blackbarry.

Bukan cuma urusan komunikasi intrapersonal, teknologi media memungkinkan orang untuk mengekspresikan diri. Di era keterbukaan seperti ini, komunikasi justru malah semakin melebar. Sepertinya ruang-ruang yang sebelumnya tertutup, penuh kerahasiaan, sekarang justru diperlihatkan. Ekspresi-ekpresi diri tersebut bisa kita perhatikan pada feature “status updates” yang terdapat di Facebook. Setiap menit, setiap detik, “status updates” dari teman-teman kita berubah.



“Status updates” nggak cuma mengungkapkan ekspresi. Hal-hal yang relatif nggak penting, ditulis juga oleh mereka yang menjadi member Facebook. Misalnya sedang menunggu tiket bioskop, memilih baju di mall, makan di restoran, dan lain sebagainya. Buat mereka yang nggak terbiasa dengan komunikasi via dunia maya, hal tersebut jelas membingungkan. Kok narsis sekali? Kok kayak ajang pamer diri? But this is social life. Welcome to the real world! World of cyber media.

“Status updates” cuma satu feature. Banyak feature yang mengungkapkan ekspresi pengguna keajaiban teknologi media. “Add photo” atau “write note” misalnya. Kita sudah nggak bisa lagi membedakan mana hedonis, mana narsis, dan mana hal yang seharusnya nggak dipamerkan ke khalayak. Begitu mudahnya member men-upload atau men-tagged foto. Begitu mudahnya member menulis hal-hal yang menurutnya perlu dikritisi atau diungkapkan blak-blakan.

Blog merupakan salah satu media ekpresi diri via dunia maya. Dalam sebuah blog, kita bisa menulis apa saja. Jika kita mengkonsepkan blog sebagai ajang dairy pribadi, blog memungkin untuk itu. Hanya saja kita memang kudu rajin meng-update blog. Berbeda kalau blog dikonsepkan sebagai media current issue atau feature, dimana si Pemilik nggak harus meng-update setiap hari. Cukup menulis apa yang menjadi perhatiannya berdasarkan gagasan yang sifatnya timeless atau isu-isu yang berkembang. Kebetulan blog yang saya buat ini mengambil konsep kedua.



Ketika Facebook belum begitu marak (pertengahan tahun 2007), tulisan-tulisan saya diupload seluruhnya. Sehingga, teman-teman saya yang kebetulan sudah terdaftar menjadi teman, bisa membaca full. Begitu pula foto-foto karya saya, bisa dilihat via Facebook. Belakangan setelah pengguna Facebook marah seiring pertambahan jumlah teman, saya justru menjadikan Facebook sebagai jembatan agar teman-teman saya membuka blog saya. Saya lebih suka teman-teman saya melihat seluruh tulisan-tulisan saya via blog. Terserah orang menyebutkan blog milik saya ini sebagai media kenarsisan atau media ekspresi. Satu hal yang pasti, buat saya lewat blog, saya bisa mengekspresikan diri lewat tulisan, foto, maupun video.


all photos by Brillianto K. Jaya

tulisan ini sebagai bahan Mid-Test mata kuliah Teknologi Media

No comments: