Wednesday, March 31, 2010

MENYUSURI JEJAK PSK ABG

Pekerja Seks Komersial (PSK) yang masih berstatus pelajar belakangan makin marak. Mereka bukan cuma dari kalangan SMU sederajat, tetapi mereka yang masih berstatus pelajar SMP pun sudah banyak yang menjadi PSK.

Di kota besar di Jakarta ini, PSK ABG tentu bukan masalah baru. Anda bisa kencan kapan pun dengan pelajar SMU dimana pun di Jakarta ini. Kebetulan saya kenal dengan seorang mucikari yang sanggup mencarikan PSK ABG berstatus pelajar itu. Cukup tinggal Anda ingin SMU berapa, tunggu di mobil, sepulang sekolah PSK ABG itu langsung masuk ke mobil Anda. Dengan begitu, Anda tidak akan ditipu oleh sang mucikari, karena Anda akan melihat sendiri PSK ABG itu keluar dari gerbang sekolah, masih memakai seragam sekolah, dan teman-teman di sekolahnya memang menengenalnya sebagai pelajar SMU tersebut.

Terget saya dan teman-teman bukan menyusuri PSK ABG di kota besar semacam Jakarta atau Bandung. Sebab, itu sudah ‘lumrah’ dan mudah ditelusuri. Namun target kami adalah mencari PSK ABG di kota kecil kayak Sukabumi, Jawa Barat. Kenapa Sukabumi? Menurut data yang kami dapat, 25% PSK di Sukabumi masih berstatus pelajar. Gokil!


Warung tempat pertama kali kami hendak berjumpa dengan PSK ABG. Di sekitar situ memang banyak sekolah. Jadi begitu sekolah bubar, rencanannya kita langsung menjumpai pelajar-pelajar PSK itu. Tapi nggak berhasil.

Di Sukabumi, kami tidak punya kenalan Mucikari sebagaimana di Jakarta atau Bandung. Oleh karena itu, penyusuran dilakukan dari ‘titik nol’. Sejak awal, sebetulnya saya nggak suka kalo penunyusan target ke Sukabumi tanpa narasumber (narsum) yang jelas. Saya bilang ke tim, kalo ke Sukabumi nggak ketemu mucikari atau lokasi PSK ABG mending nggak usah ke Sukabumi aja? Buang-buang waktu! Masa mau menyusuri PSK ABG baru dapat narsumnya anggota DPRD Sukabumi? Memang sih barangkali anggota DPRD ini punya info, tetapi saya yakin, beliau pasti jaga image (jaim). Mana mau prilakunya diketahui oleh kita?

Sebagai mantan Reporter, akhirnya penyusuran dari ‘titik nol’ ini diawali dari berkenalan dengan tukang ojek. Kenapa pilih tukang ojek? Biasanya tukang ojek selalu mengantar dan menjemput PSK-PSK ke hotel atau lokasi short time. Benar saja! Dari tukang ojek ini, akhirnya kami bisa menemukan lokasi yang biasa tempat kencan maupun proses transaksi sebelum diajak jalan atau ‘bermain’ di hotel. Lokasi itu berada di sebuah warung makanan Sunda yang ada di jalan Raya Sukabumi.


Gunung gede dilihat dari warung tempat awal kami hendak berjumpa dengan PSK ABG yang baru pulang sekolah.

Sepintas warung itu nggak mencerminkan sebagai sarang PSK ABG. Sebab, warung itu terang benderang dan memang menjual makanan Sunda. Namun kalo kita masuk ke belakang warung, di situ tersedia beberapa bilik berukuran 1,5 m2. Di bilik yang temaram itulah, kami menunggu beberapa PSK ABG. Oh iya, di warung itu ada seorang Mucikari di warung itu. Sebut saja Mia (bukan nama sebenarnya). Dari dialah terkumpul sebanyak 4 PSK ABG yang akan kami interview.

Tentu nggak mudah bernego dengan PSK ABG ini, terutama nego soal interview. Kalo nego buat kencan atau ‘bermain’ barangkali kita bisa to the point. Namun kita memang tidak ingin berkencan, apalagi ‘bermain’, wah ini butuh tantangan tersendiri. Oleh karena itulah, kami mengajak keempat ABG ini masuk ke dalam mobil Avanza yang kami bawa dari Jakarta. Apa yang terjadi selanjutnya? Dari 4 PSK ABG, cuma seorang yang bersedia diinterview. Sisanya kabur! Keluar dari mobil dan marah-marah.

“Saya seperti dijebak, nih!” ujar salah seorang PSK ABG.

“Udah cape-cape dateng ke sini, cuma mau ditanya-tanya! Embung, ah!”


Lokasi tempat pertemuan kami dengan 4 PSK ABG di sebuah warung makan Sunda di jalan raya Sukabumi.

Kami akhirnya menjelaskan perlahan-lahan. Kalo mereka emosi, kami tetap sabar. Kami berjanji, wajah mereka tidak akan nampak di layar televisi. Selain wajah, nama pun disamarkan. Yang penting, mereka tetap kami bayar, meski bayarannya tidak sama dengan tarif ‘bermain’ dengan mereka, yakni Rp 500 ribu-an.

“Tigaratus ribu atuh, kang,” tawar Hani (bukan nama sebenarnya), salah seorang PSK ABG, yang minta honor interview segitu.

“Wah, masa cuma 5 menit tarifnya segitu?” tanya saya. “Mending main sekalian!”

“Ya, nggak apa-apa kalo akang mau main sekalian,” ucap Hani lagi.

Waduh!

Setelah harga interview disepakati dan kami berhasil bernegoisasi dengan ketiga PSK ABG yang tadi kabur, akhirnya selesai juga. Kami kemudian jalan mencari vila, dimana di vila ini nantinya kami akan melaksanakan target kami, yakni menggali latarbelakang serta motivasi PSK ABG ini.

Lokasi vila ternyata nggak jauh dari lokasi pertemuan kita di warung makan Sunda itu. Vila itu berada di perkampungan penduduk, namun di samping kiri dan kanan vila itu memang masih banyak tanah kosong. Jadi nggak mungkin banget warga di sekitar mendengar jerit lirih mereka yang sedang melakukan adegan mesum. Lebih dari itu, vila ini cukup luas. Kebetulan ada beberapa rumah di dalam areal vila itu. Tiap-tiap rumah tidak saling berdempetan.

“Keperawanan saya dihargai enambelas juta rupiah,” ungkap Icha (bukan nama sebenarnya). “Waktu itu saya langsung main dengan orang Korea. Tapi saya cuma dapat uang sepuluh juta, karena enam jutanya dibagi-bagi lagi dengan beberapa orang.”


Icha ketika sedang diinterview oleh Hangga di sebuah kamar di vila. "Saya ingin jadi penari," ujarnya. "Di sekolah sih sudah daftar, tetapi belum ada jalan menjadi penari profesional."

Icha yang wajahnya mirip Mulan Jamilaa ini mengaku sudah melakukan ini sejak usia 15 tahun. Dia merasakan kenikmatan tiada tara, apalagi bisa cepat mendapatkan uang. Selain kencan short time, Icha ternyata sempat dikawini oleh orang Arab. Namun cuma kawin kontrak.

Nggak beda dengan Icha, tiga PSK ABG pun mengatakan hal yang sama, bahwa mereka terpaksa melakukan ini, karena alasan ekonomi. Apalagi gaya hidup saat ini tidak memungkin mereka buat ikut serta apabila tidak punya banyak uang. Kapitalisme memang salah satu faktor perubahan prilaku. Media serta sinetron juga bagian dari alasan mereka buat ikut serta menghirup kenikmatan memperoleh uang dengan cara instans. Yang menyedihkan, nggak ada dari mereka yang berhasrat ingin tobat.

Di usia yang rata-rata 16 tahun ini, mereka masih menyukai hidup sebagai PSK ABG. Anda tahu, mereka rata-rata juga sudah bermain dengan lebih dari 30-an tamu, terutama Om-Om. Itu baru PSK ABG di Sukabumi, gimana di Jakarta atau Bandung ya?


all photos copyright by Brillianto K. Jaya

No comments: