Wednesday, May 9, 2012

HATI-HATI ADA MAFIA DI IDUL ADHA



Tak hanya di dunia peradilan atau perpajakan ada mafia, di saat Idul Adha seperti hari ini, ada juga mafia. Saya menyebutnya mafia kupon dan kulit hewan qurban. Kenapa saya sebut mafia? Sebab, oknum mafia ini mengambil keuntungan dari perhelatan Idul Adha, khususnya saat pemotongan hewan qurban.

Mafia ini bisa berasal dari panitia masjid, bisa pula orang lain yang punya akses dengan panitia masjid. Setidaknya ada dua modus operandi yang dilakukan oleh mafia ini. Pertama adalah jual-beli kupon jatah daging qurban.

Seperti Anda tahu, jatah daging qurban itu wajib diberikan kepada fakir miskin. Namun yang terjadi, seringkali yang mendapatkan jatah daging qurban tidak sesuai dengan harapan. Yang diberi bukan golongan tak mampu, yang tidak pernah atau jarang menikmati daging kambing atau sapi. Justru orang-orang yang sebetulnya mampu yang mendapatkan jatah. Kupon yang sudah disiapkan oleh panitia tidak sampai ke fakir miskin, tetapi diterima oleh orang yang tidak berhak (baca: orang mampu).

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhp1vP8bZFKkegtGSnZTeOOKddVem7WpDFDWGQMNu3Fza5iKcSBrj5XvItucD3Zu4H0cWdwsejZM0P0xe1QBd-nKcCP5ZCC_WBzfdDmFNCvCRymplkv0egNABjHLRYJHDYcDIDj8GbsvR4/s320/PB272964.JPG
Tidak ada istilah tukang potong hewan qurban.

Oleh karena kupon tidak dipegang oleh mereka yang seharusnya berhak mendapatkan jatah daging, maka terjadi jual-beli kupon. Mafia menjual kupon seharga jumlah daging yang dia miliki. Ada pula mafia yang membeli kupon-kupon dari panitia masjid, karena kebetulan mafia ini dekat dengan pengurus masjid.

Modus kedua adalah mafia kulit kambing dan sapi. Sebagaimana yang dikatakan Ustadz saya, bahwa apa yang ada di hewan qurban itu wajib diberikan terlebih dahulu pada fakir miskin. Memang panitia dan si pemilik hewan qurban juga mendapatkan jatah daging qurban, tetapi bukan kulit hewan yang diqurban. Namun yang terjadi, begitu kambing dan sapi dikuliti, panitia mengumpulkan kulit-kulit tersebut dan kemudian menjualnya. Padahal kulit-kulit hewan qurban itu juga hak fakir miskin. Panitia tidak berhak menjual, lalu uangnya digunakan untuk kebutuhan masjid.

Selama ini, ketika di masjid-masjid memotong hewan qurban, beredar mafia yang mencari kulit-kulit hewan qurban. Mafia-mafia ini biasanya berasal dari teman panitia atau memang orang asing yang sudah terbiasa menawar kulit-kulit hewan qurban yang nantinya akan dijual kembali. Mereka ini mencari keuntungan di tengah perhelatan yang seharusnya ditujukan untuk kaum fakir miskin.

Menjual kulit hewan qurban adalah kesalahan yg kemudian menjadi kebiasaan. Hukumnya sudah jelas.

Silahkan tanya ke bbrp Ustadz atau baca kitab Bidayatul Mujtahid, dimana mengharamkan menjual daging hewan qurban. Dalilnya adalah sabda nabi SAW: “Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak memperoleh qurban apapun”.(HR Hakim)

Al-Hakim menshahihkan hadits ini dalam kitab Al-Mauhibah jilid 4 halaman 697.

Hal yang sama juga terdapat di dalam kitab lainnya seperti Busyral Karim halaman 127 dan kitab Fathul Wahhab jilid 4 halaman 296-299 serta kitab Asnal Matalib jilid 1 halaman 525.

Haramnya menjual kulit hewan qurban ini juga tela ditetapkan oleh Keputusan Muktamar ke-27 Nahdhatul-Ulama di Situbondo pada tanggal 8-21 Desember 1984. Bunyinya: “Menjual kulit hewan qurban tidak boleh kecuali oleh mustahiqnya (yang berhak atas kulit-kulit itu) yang fakir/miskin. Sedangkan mustahiq yang kaya, menurut pendapat yang muktamad tidak boleh”.

Menurut Ustadz Ahmad Sarwat, Lc., (silahkan buka: http://www.ustsarwat.com/web/ust.php?id=1167277320) panitia penyembelihan dan pendistribusian hewan qurban seharusnya mereka punya kas tersendiri di luar dari hasil hewan yang diqurbankan. Boleh saja panitia mengutip biaya jasa penyembelihan kepada mereka yang meminta disembelihkan. Hal seperti ini sudah lumrah, misalnya untuk tiap seekor kambing, dipungut biaya Rp 30.000 s/d Rp 50.000. Biaya ini wajar sebagai ongkos jasa penyembelihan hewan dan pendistribusian dagingnya, dari pada harus mengerjakan sendiri.

Tetapi panitia penyembelihan hewan qurban dilarang mengambil sebagian dari hewan itu untuk kepentingan penyembelihan. Baik dengan cara menjual daging, kulit, kepada atau kaki. Demikian pula dengan masjid, tidak perlu masjid dibiayai dari hasil penjualan daging qurban, sebab daging atau pun bagian tubuh hewan qurban itu tidak boleh diperjual-belikan.

Termasuk dalam hal ini jasa para tukang potong, haruslah dikeluarkan dari kas tersendiri, di luar dari hewan yang dipotong.

Kami sepakat tidak boleh menjual daging kurban, karena memang tujuan disyariatkan penyembelihan hewan kurban, antara lain, untuk dimakan dagingnya, terutama untuk disedekahkan kepada fakir miskin,” demikian bunyi fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah.“Demikian pula terhadap penjualan kulitnya, pada dasarnya kami sepakat untuk tidak dijual sepanjang dengan membagikan kulit itu dapat mewujudkan kemaslahatan,” tutur para ulama Muhammadiyah dalam fatwanya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimpPk8LZmhXdex8bZX5QfNTavz30MZnS4QqPI8yJ7ybC8Wb07AwRiUI9vPQdjglQsHCBHeroYMD36nWYHNUwp9K5F51XhVFk_uJR2h9M3u4ouGMPyXkHzKAaX9KcAIJzMXBv_uwzZrgGc/s320/PB283192.JPG
Ini antrean daging qurban di Istiqlal. Mereka membawa kupon dan menukarkan dengan daging. Ketika saya memantau langsung ke Istiqlal, banyak orang yang tak layak dapat kupon. Saya jadi curiga mereka tersebut mafia daging qurban

Hukum tentang qurban sudah jelas. Bahwa semua bagian yang dapat dimakan dan diuangkan termasuk kaki dan kulit, adalah milik fakir miskin. Hanya milik fakir miskin. Ini adalah harga mati, tidak bisa ditawar-tawar lagi

Nah, pagi ini kebetulan saya dan panitia masjid di dekat rumah saya sudah mengantisipasi mafia-mafia tersebut, sehingga Alhamdulillah upacara pemotongan dan pembagian jatah daging qurban berjalan dengan lancar. Yang pasti daging qurban di masjid kami diterima sesuai dengan target, yakni golongan tak mampu.

all photos copyright by Brillianto K. Jaya

No comments: