Selama ini dikenal sebagai kota
lokalisasi Pekerja Seks Komersial (PSK) terkenal. Predikat ini tentu bukan
sebuah kebanggaan dan inspiratif. Namun itulah kenyataan. Sebab, di kota ini
banyak lokalisasi, baik di Bangunsari, Jarak, Dolly, Morosenang, Tambaksari
(Kremil), dan Semimi. Bahkan Dolly tersohor sebagai lokalisasi terbesar di Asia
Tenggara dengan jumlah PSK saat ini mencapai 1.200 orang.
Menurut data, pada 1970-1980, jumlah
PSK di Dolly kalah dibanding dengan lokalisasi Bangunsari. Di tempat ini,
terdapat 15 Rukun Tetangga (RT), dimana 90% warga bekerja sebagai PSK. Jika
dihitung dengan angka, jumlah PSK pada saat itu mencapai 3.000 orang. Wow!
Predikat ‘Kota Sejuta PSK’ tentu tidak ingin
terus disandang oleh Surabaya. Baik Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Pemerintah
Kota (Pemkot) Surabaya, DPRD Jawa Timur (Jatim), dan Pemprov Jatim sepakat untuk
terus menjalankan gerakan “sapu bersih” prostitusi di provinsi dengan penduduk
35 juta jiwa ini.
Hasilnya?
Untuk 2011 lalu, lokalisasi PSK di
Kota Surabaya yang jumlahnya cukup banyak tinggal 6, bahkan 2012 ini angka ini
turun lagi. Di Bangunsari yang dahulu dijuluki “Kampung Seribu Satu Malam” itu,
yang sebelumnya terdapat 3000-an PSK, kini tinggal 210 PSK. Itu pun jumlah di 2
RT.
Surabaya memang sangat peduli
dengan pengurangan PSK ini. Bahkan Pemprov Jatim sendiri sempat mengalokasikan
dana sebesar Rp 2,5 miliar pada 2011 untuk masalah ini. Menurut Wakil Gubernur
Jatim Saifullah Yusuf, anggaran itu digunakan untuk modal usaha bagi para
mantan PSK yang akan dipulangkan ke kampung mereka.
“Modal usaha untuk tiap orang berbeda, sesuai kebutuhan,” ujar Yusuf
yang penulis kutip dari Kompas.
Sebelum dipulangkan ke kampung,
mereka diberikan pelatihan terlebih dahulu, mulai dari menjahit, bordir, dan
salon kecantikan. Meski modal usaha yang diberikan berbeda-beda, tetapi
rata-rata mereka mendapatkan Rp 3 juta.
Tentu yang terpenting, Pemprov
Jatim menjamin pemasaran hasil karya mereka. Sebab, jika mereka sudah bekerja
keras menghasilkan karya, namun karena produk karya mereka sulit pemasarannya,
mantan PSK ini putus asa dan kembali ke dunia prostitusi.
Bloggers, langkah Pemprov Jatim ini jelas patut dijadikan
contoh kota-kota lain di Indonesia ini. Sebab, mengurangi dengan cara
mengundang penceramah agama dan penyuluhan HIV/ AIDS tetap akan sulit. Namun
ketika PSK dilatih dan diberikan pengetahuan enterpreunership plus menjamin pemasaran produk, bukan tidak
mungkin mereka lebih suka berbisnis dengan mendapatkan uang halal.
No comments:
Post a Comment