Monday, December 22, 2008

MY AVANZA: BENCI TAPI RINDU


Memang sulit kalo Anda pakai logika untuk membayangkan seorang tiba-tiba rindu pada sebuah mobil. Kalo Anda baca tulisan ini, mohon singkirkan logika jauh-jauh-jauh. Yang diizinkan di sini cuma pakai perasaan.

Sebagaimana cinta, hari-hari belakangan ini aku rindu sekali dengan Avanza. Bak orang tolol, kerinduanku sama bangganya seperti aku melihat mobilku saat ini. Aneh! Iya, memang. Tapi itu kenyataan.

Aku bukan orang kaya yang punya melimpah uang. Aku juga bukan orang yang born in the silver spoon, terlahir kaya. Terlahir dengan segalanya serba ada. Mau mobil tipe apa saja ada. Tinggal jalan ke showroom tunjuk tangan ke sebuah mobil impian, beres. Aku bukan seperti itu.

Aku juga tidak terlahir dengan modahnya menikmati empuknya sebuah mobil yang sudah dipasangi pendingin ruang. Sound system musik yang bisa menembus jalan, dimana seorang pengamen tak perlu lagi menyanyi di samping kaca. Cukup dengankan dentuman speaker dari tape, dia sudah bisa menerka, oh sound systemnya pasti oke. Atau sengaja volumenya dikeraskan, seolah-olah sedang menyanyi, padahal memang terlalu pelit untuk memberi recehan ke para pengemen jalan.

Aku benar-benar rindu kamu Avanza. Ini mobil pertamaku yang aku beli dengan keringatku. Tak ada bantuan orangtua. Tak ada bantuan suami atau istri. Tapi 100% aku beli dengan keringatku. Tak apa orang bilang murah. Tak apa orang bilang tak sehebat X-Trail, Honda Jazz, Escudo, atau bahkan Torrano.

Aku masih ingat ketika mencari side job dengan mobil pinjaman orangtua, sebuah sedan tua: Toyota 81. Tak ada penyejuk udara. Tak ada sound system berkuatan kuda. Jika matahari ada di tengah, sudah pasti sekujur tubuhku penuh dengan peluh. Punggungku akan berkeringat, menembus kemeja atau t-shirtku.
Suatu hari di jalan tol, malam hari. Ban kanan belakang Toyota itu lepas. Menggelinding di jalan. Untung saat itu tak banyak mobil berseliweran di jalan tol. Kalo tidak, sudah dipastikan akan ada mobil yang mendadak stop untuk menghindari ban. Worst case-nya lagi, rem yang mendadak itu bisa menyebabkan kecelakaan beruntun seperti yang juga pernah aku alami.

Aku tak akan pernah lupa, bagaimana aku harus mendorong Toyota itu di tengah matahari yang sedang terik-teriknya. Aku pikir, saat itu matahari yang sedang muncul tak cuma satu, tapi ada tiga. Maklum, panasnya luar biasa!
Seperak dua perak, aku sisihkan uang untuk sebuah impian. Mobil baru. Tak perlu jaguar. Tak perlu Honda CRV. Tak perlu Land Cruiser. Karena memang aku tak mampu saat itu. Aku hanya ingin mobil baru. Bersyukur sih, masih ada "gerobak" sekuat Toyota. Masih bisa berucap Alhamdulillah, sebuah Toyota gigi 4 warna biru tua metalik akhirnya bisa mambantuku "menumpukkan" uang dan sekaligus mewujudkan impianku. Sebuah Avanza champagne keluaran tahun 2004.

Dan saat ini aku benar-benar rindu. Melihat Avanza berjalan lagi dengaku. Berkeliling Jakarta. Menembus hutan Jawa. “Berlari” secepat-cepatnya di jalan bebas hambatan di waktu malam. Atau menikmati musik sekeras-kerasnya ketika hatiku lagi tak karuan. Ditabrak motor beberapa kali hingga membuat "hidungmu" penyok. Menabrak tiang sehingga membuat "pantatmu" bengkok. Ah, sebuah kerinduan yang aneh.


Kira-kira sedang apa ya kamu? Sekarang ini kamu sedang dengan siapa ya? Please call me if you really miss me too. Sekali-kali aku harap kamu mampir lagi di pohon kelapa, tempat dimana kamu biasa istirahat. Sekali-kali aku ingin mendengar lagi musik yang kamu alunkan dari subwofer mu itu. Kalau tidak salah lagu terakhir aku kehilanganmu itu lagu Krispatih ya? Judulnya apa ya?

No comments: