Monday, December 22, 2008

MY BEST HANGOUT


Boleh jadi gw temasuk seniman konvensional yang ada di jagat bumi ini. Ketika teman-teman seprofesi gw mencari ide di gunung, tepi hutan, ato mojok di tembok, tempat gw mencari ide malah justru beda. Nongrong di kakus.

Kakus beda sama Kaskus. Kalo Kaskus dulu jadi website para pria pencari video maupun foto-foto porno. Gw salah satu pelanggan tetapnya. Sejak pemerintah mengkampanyekan antipornografi, website-website porno lokal mulai berguguran, termasuk Kaskus ini. Nah, balik lagi ke kakus. Kata kakus sebenarnya merupakan bahasa asli negeri kita tercinta ini. Namun, istilah ini dianggap terlalu tradisional (agak-agak Jawa gitu) dan terlalu vulgar.

”Noh! Di sono mas kakus-nya!”

Kalo dengar ada Office Boy menginfokan seorang yang mau ke toilet dengan kata kakus seperti itu memang nggak sopan ya, terlalu vulgar. Makanya diganti kata ”toilet” yang lebih halus atau paling rendah istilah ”WC”. Padahal kata ”WC” itu dari bahasa asing: Water Closet. Di tengah era (sok) modern, orang-orang udah nggak lagi memakai istilah kakus. Kasihan juga nasib si kakus ini...

Anyway, whatever you’ll say, gw menyebut toilet atau WC dengan kata kakus. Di kakus inilah gw biasa mencari dan mendapatkan ide. Sejak gw kecil sampe masih kecil seperti sekarang ini, kakus menjadi tempat favorit gw melakukan perenungan. Bahasa Jawa-nya kontemplasi. Dengan kontemplasi, banyak hal yang bisa gw lakukan. Gw bisa sedikit flashback hari-hari kemarin yang gw udah lalui. Ada nggak jalan yang melenceng nggak sesuai rel. Ada nggak sikap gw yang bikin orang sakit hati. Ada nggak rezeki gw yang kabur.

Selain kontemplasi flashback, di kakus gw juga bisa merencanakan masa depan. Nggak usah berpikir terlalu jauh masa depan sampai 1000 tahun ke depan, Bro! Masa depan hitungannya bisa besok, besok lusa, minggu depan, atau bulan depan. Ingat! Pas kita belajar bahasa Inggris, ada istilah ”Future Tenses” yang dilambangkan dengan kata ”will”. Masa depan yang gw pikirkan mulai dari kapan gw bisa berhenti kerja dan jadi konglomerat, trus menyusun strategi kencan dengan pacar gw next week, atau juga mikirin kapan dolar bisa mentok ke angka 25 ribu lagi supaya gw bisa dapat untung gede kayak thun 1998 lalu.

Kakus memang sudah jadi media ampuh buat gw untuk do something, either something good, bad, or funny. Melalui kakus, segala daya upaya dan pikiran tercurah di situ. Jangan heran, kalo suatu ketika elo ke rumah gw dan mengetahui gw berada bejam-jam di kakus, itu tandanya gw lagi cari inspirasi. Tentu selain cari inspirasi gw juga lagi ngeden lah yau. Ngeden apa? Ya ngeden untuk mengeluarkan pasukan berkuda berwarna kuning dong ah! Kadang-kadang warnanya nggak cuma kuning sih, ada yang berwarna cokelat kehitam-hitaman seperti es krim Walls, ada pula yang kuning muda seperti pisang yang di situ ada sedikit daun cabe-nya. Hmmmm..nyami!

Makanya gw herman (baca:heran) bin bingung dengan teman-teman gw yang mengaku seniman atau sok seniman. Kenapa sih mereka mencari ide pake di gunung atau di tepi hutan? Atau mencari ide di pojokan tembok sambil nyuntik? Persis waktu gw kuliah dulu, ada satu spot dimana menjadi tempat mahasiswa-mahasiswa nyuntik. Katanya supaya mereka dapat ide. Katanya supaya mereka bisa dapat teman seperjuangan. Buat gw, mereka totol melakukan itu. Stuppid kuadrat! Mending ikut gw nongkrong di kakus. Tapi bisa jadi, gara-gara mereka udah ketagihan dengan suntik-menyuntik, meski gw ajak ke kakus, tetap aja di kakus mereka nyuntik. Sami mawon!

Ada banyak orang yang pilih-pilih kakus. Mereka ini biasanya disebut ”kaum najis”. Kenapa? Gara-gara lihat kakus yang kotor, langsung teriak: ”Ih, najis!”. Padahal kotornya nggak kotor-kotor amat. Kakus-nya cuma terlihat tua. Tembok samping kiri-kanannya banyak yang sudah gompal. Catnya sudah mengelupas. Namun sebenarnya kondisi kakusnya masih relatif bersih. Perhatikan foto di atas itu. Menurut elo kotor apa nggak? Itu adalah my favorite kakus di kantor. Itu adalah my best hang out kalo di kantor, pas perut gw udah mules-mules pengen pup.

Seperti juga dalam mencari pasangan, kalo kita terlalu pilih-pilih, pasti cepat kabur. Momentum untuk mendapatkan pasangan bisa hilang. Sok nggak mau sama A, karena A tangannya pendek sebelah, sang pria coba pilih wanita lain: si B. Giliran dah ketemu B, si pria juga belum puas, langsung memutuskan cari wanita lain lagi. Pria bilang, si B matanya berat sebelah. Hal tersebut berlangsung terus menerus sampai bertahun-tahun. Setelah beberapa tahun, si A dan B udah punya anak lima, eh si pria itu masih sibuk cari-cari pasangan. Tapi kali ini pasangan sesama jenis. Maklum, si pria udah frustasi.

Sibuk memilih kakus, akibatnya bisa berabe. Ini pernah dialami sama temen SMA gw. Padahal jelas-jelas temen gw ini rajin sholat, eh maaf rajin berak. Gara-gara ia tipe pemilih, khususnya dalam memilih kakus, teman gw jadi rajin ”bercel”. Bercel kepanjangannya ”berak di celana”. Gw nggak akan menyebut nama asli temen gw ini. Soalnya itu sama saja mengungkap aib masa lalu. Tapi elo boleh sebut namanya si Oki. Bukan temennya Nirmala, lho!

Si Oki ini memang dikenal pria pemilih. Dia bilang, kakus di sekolah kita nggak layak tayang. Perlu disensor di Lembaga Sensor Film (LSF). Padahal kakus di sekolah kita nggak terlalu jorok. Masih layak nongkrong. Baunya aja yang memang nggak sedap. Bau karbol. Tempatnya aja yang agak gerah. Maklum, size-nya cuma 1X1. Jendelanya kecil banget, yakni satu kotak batu bata. Kebayang dong kalo kita lagi nongkrong dan ngeden, gerahnya minta amplop! Kebayang juga dong, dengan kondisi badan Oki yang segede-gede gambreng (beratnya waktu itu udah mencapai 1,5 karung beras), keringatnya pasti akan mengucur deras.

Suatu hari ketika kami praktek kimia di ruang laboratorium, wajah Oki nampak gundah gulana. Dia nggak konsen dengan percobaan yang sedang dilakukannya bersama kelompoknya. Karena nggak satu kelompok, gw ngeliat dari kejauhan kondisi Oki sambil cekakak-cekikik dalam hati. Apalagi pas ngeliat pantatnya geal-geol.
”Crooooottt!” tiba-tiba terdengar bunyi aneh bin ajaib.

Bunyi aneh itu menyebabkan terjadi ledakan tiba-tiba dari botol percobaan. Maklum, bunyi itu ternyata juga menyebarkan gas beracun yang senyawa. Negatif ketemu negatif. Gw sebenarnya udah tahu darimana bunyi itu berasal. Bunyi aneh itu nggak lain nggak bukan dari pantat si Oki yang superbahenol jental-jentul itu. Oki kentut!

Teman-teman gw masih celingak-celinguk mencari siapa gerangan si pemilik bunyi itu. Beberapa detik kemudian, si Oki bunyi lagi. Botol percobaan meledak lagi. Bunyi kedua ini bukan sembarang bunyi. Bunyi kali ini lebih parah, kayak celana bahan disobek. Gw udah yakin, Oki mencret! Dan Oki kembali melakukan sebuah gerakan berak di celana. Dalam hati gw, ya begini nih kalo orang nahan sakit perut gara-gara sok milih-milih kakus.

Kakus di kantor gw, memang terlihat konvensional. Pake kakus model jongkok. Ada bak berukuran 1 X 1 meter. Sebagian temboknya dibalut keramik warna putih. Gw memang suka tipe kakus model konvensional begitu. Meski di rumah gw pake kakus model duduk, gw tetap aja nekad jongkok di kakus model itu.

Di tempat-tempat yang memiliki kakus duduk, seperti hotel, bioskop, dan tempat-tempat lain gw pasti akan jongkok dengan cerai. Aneh menurut loe? Ah, nggak juga! Konon kata dokter senior gw, kalo kita berak, posisi yang dianjurkan adalah jongkok, bukan duduk. Sebab, kalo duduk, aliran darah yang ada di paha elo gak lancar karena tertekan. Selain itu, kalo kita jongkok, rangsangan untuk mengeluarkan tai akan lebih cepat. Tanpa perlu ngeden terlalu keras. Kecuali elo nggak pernah atau jarang makan buah, biasanya susah mengeluarkan tai-nya.

Berkat kakus, gw jadi lebih produktif. Ide tumbuh dengan gokil. Berkat kakus, semangat untuk menggapai hari ini dan esok sangat optimis. Soalnya setelah pup, rasanya keluar semua beban dan mata jadi berbinar-binar. Sekadar info, gw kudu memaksakan diri nongkrong di kakus tiap pagi, nggak boleh absen. Soalnya, kalo ditahan sampe dua hari atau tiga hari, gw ngeri tai-nya bisa keluar dari mulut. Nggak enak kan kalo kejadiannya begitu?

No comments: