Wednesday, January 21, 2009

KOK JAKARTA SEPI KAYAK DI KAMPUNG KITA YA BANG?

Kalo dihitung-hitung, udah hampir satu tahun lebih, gw jadi pelanggan tetap Youndri. Hairtylist gw ini memang jempolan. Two tumbs! Nggak ada Hairstylist yang bisa ngalahin doi. Nobody! Itu menurut versi gw, Bro. Kenapa begitu? Si Youndri udah kenal kepala gw. Ingat! Cuma struktur kepala gw, bukan isi kepala gw.

Sebagai Hairstylist, selain jago potong rambut, doi kudu kenal lebih dekat dengan kepala orang yang mau dipotong. Tentu rambutnya yang mau dipotong, bukan kepalanya. Kalo yang dipotong kepala, itu sama aja doi sebangsa Ryan. Tahu dong sopo Ryan itu? Cowok berdarah dingin penggemar mutilasi. Youndri isn’t Ryan.



“Lho, bukannya Youndri klemer-klemer kayak Ryan?”

“Kalo klemer-klemer iya, tapi doi nggak ngefans sama tubuh manusia. Doi cuma suka rambut manusia. Tapi rambut yang ada di kepala, lho,”

“Rambut yang ada di bawah puser juga nggak apa-apa, kok. Asal halal!”

Tak kenal, maka tak sayang. Pepatah itu cocok sama profesinya Youndri. Doi memang kudu tahu struktur kepala. Kalo udah tahu bentuk kepala, maka jenis rambut yang cocok sama kepala Customer akan mudah dipilih. Jangan sampe kepala kotak, rmbutnya dibotak. Yang ada si pemilik kepala kotak akan kelihatan jelek. Atau udah tahu kepala si Customer segitiga, model rambut yang diberikan Hairstylist model polem.

Pada saat Natal sampai Tahun Baru 2009 kemarin, Youndri pulang kampung. Kepulangannya ke kampung, membuat gw heboh. Panik. Nggak ada peganggan. Kenapa? Rambut gw udah mulai panjang. Panjanganya nggak terarah pula, terutama di sisi kanan dan kiri kepala. Jadi tebal. Suka-suka rambut gw aja panjangnya.

“Menyebalkan!” Itu kata gw begitu sedang melihat rambut di kaca. Sehingga kacanya hampir pecah.

Gw sebel ngeliat rambut gw. Serba salah juga, mau potong, Youndri nggak ada. Mau potong di tempat lain, takut nggak sesuai sama keinginan gw. Sebab, chemistry si Tukang Potong Rambut non Youndri belum tentu tahu keinginan gw. Terlebih lagi gw nggak percaya. Masih ingat dong cerita gw sebelumnya, yang gonta-ganti Tukang Potong gara-gara nggak puas. Susah kan?

“Elo terlau percaya satu Tukang Potong Rambut sih. Coba percaya sama beberapa Tukang Potong Rambut, pasti nasib loe nggak sepanik ini,” jelas teman gw sok menasehati dengan bijaksini.

Teman gw itu memang kerjaannya menasehati. Boleh sih kita saling menasehati. Kata agama gw, menasehati buat sesuatu kebaikan itu dapat pahala. Menasehati sama aja mengingatkan. Biasanya kalo mengingatkan, orang yang diingatkan itu biasanya lupa. Nggak inget kenapa berbuat begitu, padahal harusnya begini. Sama aja dengan menasehati. Itu pasti gara-gara kita belum mengerti atau telah melakukan hal yang seharusnya bisa lurus, tapi jadi belok. Sayangnya, teman gw ini sama kayak kebanyakan orang. Lebih doyan menasehati orang lain daripada menasehati diri sendiri.

“Terus gimana solusinya kalo Youndri belum pulang, sementara rambut loe udah mirip alang-alang di rumah kosong?”

“Ya tunggu Youndri sampai pulang kota. Atau....”

“Atau apa?” Teman gw ini antusias menunggu kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut gw yang kecil mungil centil itu. Sayangnya, gw nggak mau melanjutkan kata lanjutan setelah kata “atau” tadi itu. Biar teman gw agak-agak penasaran. Biar teman gw agak-agak keki. Biasanya kalo keki, doi marah-marah. Biarin aja marah. Kalo marah yang rugi teman gw ini, ya nggak? Puasanya jadi batal. Lho, memangnya lagi musim puasa?

Akhirnya gw minta tolong istri gw buat mencukuri rambut gw. Tapi mencukurinya nggak usah banyak-banyak. Cukup rambut yang berada di sisi kiri dan sisi kanan, agar nggak terlihat tebal. Poni yang ada di depan juga dicukur sedikit.

“Aduh! Aku nggak berani potong rambut kamu sayang...”

“Kenapa sayang?”

“Potongan rambut kamu itu spesial banget. Spesial pake telor. Maksudnya nggak sembarangan yang bisa potong rambut model kamu itu. Harus Youndri,”

“Jadi harus tunggu Youndri pulang dari Medan?”

“Yaiyalah. Masa tunggu Youndri di kuburan?”

“Waduh! Kalo Youndri-nya nggak balik ke Jakarta gimana? Gara-gara doi bikin salon sendiri di Medan atau nggak punya duit buat balik ke Jakarta? Atau kalo Youndri mau balik ke Jakarta tapi pesawatnya kecebur ke laut dan Youndri kelelep gimana? Atau Youndri sampai di bandara Soekarno-Hatta tapi diculik sama perampok yang minta tebusan 2 milyar? Gimana dong sayang?”

“Ya gimana dong? Kamu mau rambut kamu nantinya jadi pitak sebelah?”

“Ya enggak lah! Mending kalo mau bikin pitak jangan sebelah-sebelah, tapi dua-duanya dipitak-pitakin.”

“Makanya dari itu, aku nggak berani potong rambut kamu sayang...”

“Please darling. Love me tender...”

“Kok kayak lagunya Elvis Presley?”

“Bukan. Itu lagunya New Kids on The Block,” kata gw agak kesal. “Ayolah sayang. Pleaseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee.”

Istri gw akhirnya terpaksa mencukur rambut gw. Elo tahu apa hasil dari cukuran istri gw? Alhamdulillah, agak-agak rusak. Bukan salah bunda mengandung, eh maksudnya bukan salah istri gw. Wong yang memaksa Istri gw buat potong rambut gw, ya gw. So, apapun hasilnya, apapun makananya, ya teh botol minumannya.

Dua minggu berlalu, gw hidup dan bekerja dengan rambut baru hasil potongan istri tercinta. Awalnya cuek dengan kondisi rambut gw. Tapi lama-kelamaan gerah juga. Sampai keajaiban tiba. Apakah keajaiban yang dimaksud itu? Youndri udah mulai bekerja di salon. Berita bahagia ini gw dapat setelah SMS gw direspon oleh Youndri.

“Aku udah di salon kok”. Itu tulisan di layar handphone gw. Tulisan itu adalah SMS-nya Youndri. SMS yang dikirim Youndri itu lewat handphone Nokia-nya. Seri Nokia-nya 1508 yang sekarang kalo beli gratis dapat Starter Pack Flexi dengan total nilai Rp 55.000, termasuk: gratis pulsa Rp 10.000; gratis SMS 20 SMS ke semua operator; gratis 1 lagu FlexiTONE selama 30 hari; gratis tambahan pulsa Rp 10.000 per bulan selama 3 bulan untuk isi ulang minimal Rp 20.000. Kok jadi iklan gitu seh?

Keesokan harinya, gw tiba di salon sesuai janji, pukul 10:15 wib. Gw memakai pakaian terbaik yang pernah ada. Nggak lupa minyak wangi berbagai rupa. Lipstik juga. Tapi bukan gw yang pakai, istri gw yang pakai. Emang gw bencong? Sayang, Youndri belum tiba. Tapi tiba-tiba Youndri pun tiba.

“Hai Youndri!” Itu gw yang menyambut.

“Hai juga! Maaf ya terlambat. Habis keretanya macet,” kata Youndri. Kok kereta macet? Pasti gara-gara Komo lewat deh. “Aku habis cuci foto...”

“Oh aku kira habis cuci baju. Cuci foto apa?”

“Cuci foto-foto married...”

Awalnya gw biasa-biasa aja mendengar, Youndri mencuci foto married. Pasti ada temannya yang married, trus Youndri disuruh mencuci foto-foto married sampai bersih. Gara-gara mencuci foto, menyebabkan Youndri jadi terlambat. Gara-gara terlambat, waktu gw menunggu habis sekitar 10 menit lewat 25 detik. Tapi mari kita lupakan keterlambatan dan cuci foto. Tahukah elo siapa yang ada di foto-foto itu? Alias siapakah pasangan yang married yang wajah-wajah mereka itu difoto-foto yang fotonya dicuciin sama Youndri?

“Aku yang married...”

Hah?! Youndri married. Is this only a dream? Is this a joke? Is is a bird? Is is fly? No, it’s Superman! Lho, kok?! Gw memang bingung tujuh keliling. Kok bisa Youndri married. Berarti selama ini gw salah duga. Gw udah melakukan tendensi negatif. Gw bersalah. Oh Tuhan maafkan aku. Oh Pak Hakim dan Pak Jaksa jangan paksa saya masuk ke bui. Aku cuma salah duga dengan Youndri. Gw pikir Youndri itu banci. Homo. Yang suka laki-laki. Padahal Youndri wujudnya lelaki. Yang namanya lelaki harusnya nggak suka sama lelaki. Bukan cuma nggak suka, tapi dilarang sama agama kalo lelaki suka sama lelaki. Haram! Tapi Youndri?

“Aku married pake adat Batak. Jadi cape banget. Maklum, harus seharian menjalankan upacara setelah diberkati di geraja,” ujar Youndri.



Sambil rambut gw dicukur, gw melakukan sejumlah interview prihal pernikahannya. Istri Youndri bernama Ida. Bukan Ida Iasa atau Ida Royani atau Ida Farida atau Ida Amin (harusnya Idi Amin ya?) atau Ida Ida saja (ini maksudnya ada-ada saja. Cukup Ida. Nah, si Ida istrinya Youndri ini adalah keponakan jauh dari Paman-Pamannya Youndri. Sepupu lebih tepatnya.

“Aku dipesan oleh Nenekku agar segera menikah dengan sepupu agar bisa meneruskan keturunan,” kata Youndri sambil meneteskan air mata (sebenarnya nggak sampai nangis sih, tapi nada bicaranya agak rendah). “Sebelum married, hatiku memang nggak tenang sebelum melaksanakan anjuran Nenekku sebelum meninggal itu. Sekarang setelah married, rasanya plong banget”.

Youndri menikah dengan menggunakan adat Pariban. Yang mulai start dari gereja sampai upacara adat, menghabiskan waktu sekitar 12 jam. Mulai dari jam 9 pagi, sampai jam 9 malam. Youndri sendiri, bangunnya udah dari jam 3 pagi. Hah?

"Iya, karena aku harus merias keluargaku," akuinya. "Kan nggak enak, akunya bisa merias, tapi masa keluargaku sendiri nggak aku rias?" Iya juga sih.

Menurut Youndri, anak ke4 dari 10 bersaudara ini, dana yang dihabiskan buat perkawinannya sekitar Rp 75 juta. Meski menghabiskan dana yang nggak sedikit, doi dan keluarganya senang banget. Apalagi orangtuanya. Kenapa? Pertama, Youndri ternyata baru pulang ke kampung halamannya setelah 15 tahun di Jakarta. Kedua, adat Pariban yang dilakukan orangtuanya (keluarga pria), udah lama nggak dilakukan. Terakhir dirayakan 25 tahun lalu. Itu yang membuatnya senang, bisa menyenangkan orangtua.

Syukurlah Yound. Gw juga ikut bahagia dengan cerita-cerita Youndri pas married. Wajah gw dengan Youndri, sama senangnya. Tapi strukturnya tetap beda lah yaou. Gw tentu lebih keren. Lebih jantan, sejantan ayam jago.

“Sekarang istri kamu ditaro dimana?” kata gw. Sengaja gw memakai kata “taro” buat menggantikan kata “ada”. Kenapa? Kata “taro” itu ternyata lebih cocok digunakan buat Manusia yang sering pindah-pindah, mirip dengan barang. Memangnya Youndri sering pindah-pindah? Enggak! Lha, kok pakai kata “taro”? Suka-suka gw kaleeee!


“Istriku ada di Bogor,” ucap Youndri. Pria Batak ini memang tinggal di Bogor.

“Gimana kesan-kesannya tinggal di Bogor?”

Menurut Youndri, sejak lahir sampai menikah, Istrinya belum pernah meninggalkan kampung halaman. Lebih tepatnya kampung di dekat Berastagi. Sebuah tempat yang kabarnya sebagai tempat rekreasi. Kalo saja nggak ketemu Youndri, pasti hidup Istrinya akan ditagih-tagih sama beras, maksudnya tinggal di Berastagi. Nah, begitu married, Istrinya pertama kali naik pesawat dan pertama kali keluar kampung halaman.

“Kok Jakarta sepi kayak di kampung kita ya, Bang?” Itu kata Ida, istrinya Youndri, yang gw kutip dari ucapan Youndri.

“Ini bukan Jakarta, Dik. Ini Bogor,” kata Youndri.

“Lalu Monas-nya dimana, Bang?”

“Monas itu nggak ada di Bogor, Dik. Di Bogor adanya cuma Tales Bogor. Kecuali kalo Tales Bogor berubah jadi Monas, kita nggak perlu ke Jakarta buat liat Monas. Sabar ya, Dik! Kita pasti pergi ke Monas, kok.”

Istrinya Youndri memang lugu. Naif. Maklum, wong udik asli. Cita-citanya sekarang, pergi ke Jakarta dan mampir ke Monas. Trus foto-foto di sana. Soalnya, selama ini, istrinya Youndri cuma bisa lihat Monas di televisi. Sayang, ketika tulisan ini diproduksi, Youndri masih belum punya waktu. Terlalu sibuk memotong rambut orang.

No comments: