Wednesday, January 21, 2009

MANUSIA PINDAH-PINDAH

Percaya nggak percaya, sejak zaman primitive sampai zaman modern sekarang ini, manusia punya sifat tukang pindah. Sudah banyak bukti yang menunjukan manusia sifat manusia itu.

Manusia berpindah udah ada sejak 2000 SM. Ini ditandai dengan imigarsi bangsa Austronesia melakukan kepulauan Indonesia melalui Malaya ke Jawa. Juga ke pulau Formosa, Filipina ke sebagian pulau Kalimantan. Konon, bangsa Austronesia ini yang kelak menjadi nenek moyang langsung Indonesia.




Cara hidup bangsa Austronesia adalah berburu dan berladang. Alat yang mereka gunakan anak panah dan tombak. Mereka hidup di gua-gua untuk sementara dengan mengembara berpindah-pindah tempat. Pada masa ini dikenal dengan sebutan zaman batu muda atau Neolitikum.

Perpindahan manusia gelombang kedua terjadi tahun 500 SM. Perpindahan kali ini udah membawa kebudayaan Dongson melalui jalan barat lewat Malaysia barat. Kebudayaan Dongson, yakni kebudayaan yang telah memakai logam sebagai alat bantu kehidupan dikenal dengan sebutan zaman perunggu.

Nah, di abad 20-an, manusia masih aja punya sifat tukang pindah-pindah. Namun, alasan perpindahannya nggak cuma soal pindah tempat tinggal aja. Lalu pindah apa? Please see these note!

1. Pindah Sekolah

Motivasi orang pindah sekolah ada bermacam-macam. Ini juga tergantung orang yang pindahan itu. Kalo orangnya dari keluarga baik-baik dan kebetulan anak orang kaya, pindah sekolah gara-gara nantinya pengen kuliah di luar negeri. Daripada pas kuliah bahasa Inggris-nya belum bisa cas-cis-cus, so mulai dari SMP sampai SMA, sekolahnya pindah, dari sekolah negeri pinggir kali ke sekolah di luar negeri.

Sodara gw melakukan hal ini pada anak-anaknya. Sejak SMP, anak-anaknya disekolahan di luar negeri, lebih tepatnya di Santa Monica, Amerika Serikat. Bertahun-tahun sekolah si sana sampai kuliah. Begitu selesai kuliah, mereka tetap aja bahasa Inggris-nya pasif. Kasihan banget deh! Seilidik punya selidik, ternyata bukan karena sodara gw itu males conversation dengan native speaker, tapi memang gagu alias tuna wicara.

Buat orang dari keluarga nggak bener, pindah sekolah gara-gara nggak naik kelas. Daripada menanggung malu keluarga, mending anak dipindahin. Makanya kalo ada anak yang wajahnya lebih tua di kelas, langsung tanya umurnya. Kalo udah ketahuan umurnya lebih tua beberapa tahun dan nggak masuk akal dengan umur rata-rata anak di kelas, bisa dipastikan anak itu nggak naik kelas.

Nggak naik kelas nggak selalu anak itu goblok atau tolol. Bisa jadi, faktor kenapa anak itu nggak naik kelas karena anak itu memang malas belajar, malas ujian, sering bolos, otaknya sinting, gila, miring, atau punya otak mirip keledai.

Lain halnya nggak naik kelas karena terlambat bayar uang sekolah. Maklum, kudu ngumpulin seperak dua perak recehan. Pas begitu mau bayaran, kurang limaratus perak, ditolak sama Administrasi Sekolah. Lain waktu lain, uang ribuannya robek. Persoalan-persoalan ini biasanya datang dari keluarga miskin.

2. Pindah Kuliah

Seringkali kita kuliah bukan karena kemauan hati. Kuliah cuma gara-gara menyenangkan hati orangtua. Supaya nggak dianggap sebagai “anak durhaka”, “anak setan”, atau “anak tak bertuan” kita terpaksa kuliah.

“Masa Bapak dan Ibumu Sarjana kamu cuma lulusan SMA? Malu dong!” kata seorang Ayah pada seorang anak yang ogah kuliah.

“Emang gini hari gelar masih berlaku ya?” tanya anak itu.

“Ya masih lah! Buktinya banyak hal-hal yang harus pake gelar...”

“Contohnya?”

“Gelar tinju profesional, gelar akbar, dan gelar tiker...”

Kalo kondisinya udah nggak tertarik kuliah, biasanya akan putus kuliah. Baru semester 2 atau 3, udah nggak kuliah-kuliah lagi. Namun kalo anak ini punya prinsip, beda keputusannya. Di awal-awal dipaksa kuliah oleh orangtua, tapi anak ini tertarik kalo jurusannya sesuai pilihan hati. Orangtua boleh mendaftarkan ke sekolah kedokteran, karena berharap anaknya jadi Insinyur. Tapi begitu udah keterima di kedokteran, anak itu pindah jurusan, yakni jurusan Kampung Melayu-Pologadung, eh salah jurusan Administrasi Negara.

“Kenapa kamu ngambil jurusan itu?” kata orangtua Y, menanyakan alasan anaknya pindah jurusan ke jurusan Administrasi Negara.

“Karena saya ingin jadi Arsitek dan membangun gedung-gedung bertingkat,” jawab sang anak.

“Bagus-bagus-bagus,” sambut orangtua seperti menirukan gaya Pak Tino Sidin. Sambil mengangguk-anggukan kepala.

3. Pindah Kerja

Orang yang selalu pindah kerja disebut kutu loncat. Gw nggak tahu kenapa kutu yang jadi sasaran untuk sebutan manusia pindah kerja. Kenapa bukan kambing loncat? Kenapa bukan bajing loncat? Atau gajah loncat? Untuk kambing, barangali karena kambing najis tralala baunya. Kalo bajing loncat, nggak mungkin. Sebab, bajing loncat udah dibuatkan lagu. Begini lagunya: bajing luncat ceuceu... kelapa muda...Nah, kalo gajah loncat, ini berbahaya. Ya tahu sendiri badan gajah segede tembok, begitu loncat, yang ada temboknya ambrol.

Barangkali kutu adalah binatang kecil yang tubuhnya mungil. Gara-gara kemungilan tubuhnya kutu, jadi mudah loncat kesana-kemari kali ya. Inilah makanya si kutu yang jadi sasaran dipersonifikasikan buat manusia pindah-pindah. Padahal seharusnya sebutan kutu loncat cuma buat manusia yang tubuhnya kayak kutu (kecil dan mungil). Kalo yang pindah itu manusia dengan bobot 5 karung beras, seharusnya lebih cocok gajah loncat.

Biasanya manusia pindah kerja lebih banyak karena faktor jabatan dan uang. Semakin tinggi jabatan, semakin gede gaji yang didapat. Nggak mungkin dong jabatan Chief Executive Officer (CEO) gajinya setara dengan Office Boy (OB)? Meski begitu, ukuran gaji CEO di perusahaan A dengan perusahaan B nggak sama.

“Apa betul ini Bapak X?” tanya seorang Headhunter yang kebetulan sedang mencari CEO perusahaan sandal jepit.

“Iya betul. Ini siapa ya?” tanya Bapak X yang saat itu masih menjabat sebagai CEO di perusahaan pengolahan kardus.

“Hayo tebak ini siapa?”

“Ini pasti Adnan Buyung deh?”

“Bukan!”

“Kusni Kasdut?”

“Kan udah mati!”

“Kalo begitu ini siapa dong?”

“Ini Headhunter! You are under arrested! Eh, bukan! Maksudnya kami ingin membajak Bapak untuk jadi CEO perusahaan sandal jepit. Bapak mau nggak?”

“Mau! Mau! Gajinya berapa?”

“Emang gaji Bapak sekarang berapa?”

“Enampuluh juta!”

“Nah, karena Bapak punya pengalaman, maka di perusahaan yang baru nanti, kami menawarkan gaji 40 juta. Tertarik pindah?”

“Hayo! Siapa takut!”

Selain jabatan dan salery, faktor lain kenapa orang pindah kerja adalah faktor lingkungan. Ketika lingkungan kerja udah nggak asyik lagi, Bos-nya nggak mem-back up, teman-teman udah memusuhi, nggak ada jalan lain ya pindah kerja. Ngapain juga mempertahankan diri kalo suasana kayak neraka? Ini bisa mempengaruhi produktivitas kerja serta performance si karyawan itu.

4. Pindah Jurusan

Kalo ini terjadi pada Penumpang kendaraan umum, ada dua kemungkinan. Pertama, tujuan utamanya memang jauh, sehingga kudu pindah dari kendaraan satu ke kendaraan lain. Ada temen gw, buat mencapai kantor, kudu naik kendaraan umum sampai 4 kali. So, dia kudu pindah-pindah kendaraan yang jurusannya berbeda-beda.

“Emang rumah loe dimana kok sampai 4 kali pindah kendaraan?”

“Rumah gw sih dekat di Cempaka Putih...”

“Lah, kalo dekat, kenapa pindah sampai 4 kali?”

“Pertama kan gw nebeng Bos gw sampai jalan Pemuda. Nah, di jalan Pemuda, gw ambil mobil. Berarti gw pindah dong? Pindah dari mobil Bos gw ke mobil gw. Setelah gw ambil mobil, gw pergi jemput istri di kantornya di Gatot Subroto. Mobil gw tinggal di kantor istri gw, dan gw naik Mayasari Bakti 57. Itu pindah lagi dong?! Dari mobil gw ke Mayasari Bakti. Tarkhir, setelah naik Mayasari Bakti, gw turun lagi dan pindah lagi ke ojek. Jadi, kalo dihitung-hitung gw 4 kali turun naik kan?

Kemungkinan kedua, pindah jurusan karena Penumpang itu linglung. Nggak tahu alasan dia linglung. Bisa karena banyak pikiran, banyak anak, banyak rezeki, atau banyak masalah di kantor. Yang seharusnya mau ke Blok M, orang linglung ini naik jurusan Bandung. Begitu sampai di stasiun Kota, mau pergi ke Semarang. Karena salah jurusan kendaraan, dia terpaksa pindah jurusan.

Beda kasus kalo tiba-tiba kita disuruh pindah ke kendaraan lain oleh Kondektur. Ini memang sering terjadi nih. Mentang-mentang Metromini yang kita naiki kosong, si Kondektur langsung mengoper (maksudnya menurunkan dan menaikkan dengan paksa ke Metromini lain) kita. Biasanya dengan Metromini nomor yang sama. Tapi ada juga sih yang nggak sama, tapi masih satu tujuan.

5. Pindah Rekening Bank

Dalam dunia perbankan, pindah-memindahkan rekening udah menjadi hal biasa. Dari rekening kita ke rekening orangtua kita. Ini anak berbakti namanya. Si anak transfer uang ke ibunya yang kebetulan lagi nggak punya uang. Atau dari rekening Bapak atau Ibu ke rekening anaknya yang lagi kuliah. Ini memang kewajiban.

Pindah rekening jadi nggak wajar kalo yang transfer atau yang ditransfer itu orang yang bukan muhrimnya. Misalnya, Pengusaha Perkayuan ke anggota DPR/ MPR, politisi sebuah partai ke calo WTS gang Doli, atau Calon Presiden yang ditransfer uang dari negara Yordania gara-gara niat banget jadi Presiden.

Rekening yang ditransfer dengan cara nggak wajar, itu namanya korupsi. Banyak kasus-kasus yang membongkar rekening fiktif. Sebenarnya nggak fiktif, karena rekening itu pasti ada yang punya. Kebetulan daripada ketahuan korupsi, namanya dibuat bukan nama asli. Misalnya namanya Totok di rekening diubah menjadi Titik. Atau ada yang nama aslinya Tol diubah menjdi Til.

“Maaf nomor rekening Bapak berapa ya? Saya mau transfer nih,” tanya seorang Pengusaha yang mau transfer sekian miliard ke salah seorang Politikus.

“Ke DVD aja deh Pak,” kata si Politikus yang kumisnya jarang itu, mirip kayak tikus.

“Maksudnya Pak?”

“Bapak jangan transfer ke VCD, karena kualitasnya nggak bagus. Kalo DVD, kualitasnya lumayan. Tapi terserah Bapak deh, mau transfer ke Betacam, miniDV, atau seloloid juga nggak masalah...”

Pindah-pindah di atas tadi memang nggak berdosa. Kalo kata agama gw, hukumnya masih makruh: kalo dikerjakan nggak dapat pahala, nggak dikerjakan nggak berdosa. Nah, ada pindah-pindah yang sebaiknya jangan dilakukan, karena berdosa, yakni pindah orangtua, pindah pasangan, pindah kelamin, apalagi pindah agama.

Kita akan dikutuk seperti Malin Kundang kalo nggak mengakui orangtua kandung kita dan pindah orangtua. Memang elo mau jadi batu? Kalo gw mah mau, asal batunya batu es, karena batu es bisa mencair. Nggak ding! Gw nggk mau kayak Malin Kundang. Biar orangtua kita jelek, pesek, kepalanya botak, badannya kurus kering, kakinya korengan, mereka tetap orangtua kita. Apalagi dengan Ibu. Jangan pernah pindah ke lain Ibu. Bisa durhaka! Masuk neraka!

Pindah pasangan terjadi kalo hubungan kita mentok. Komunikasi antarasuami istri nggak bisa berjalan lagi. Elo bisa pindah ke lain hati. Ini kalo elo memang udah resmi jadi suami istri. Tapi kalo masih bujangan, pindah-pindah pasangan, bisa berakibat vital. Bisa kena visrus HIV atau virus Brontok.

Gw adalah orang yang nggak setuju kampanye AIDS dengan menggunakan kondom. Lho kok kondom? Ini bukan sama aja menganjurkan orang melakukan seks bebas tapi sopan (maksudnya aman). Menganjurkan seks bebas demi menghindari AIDS, sama aja menghancurkan nilai-nilai agama. Gawat! Kalo suami istri nggak mungkin dong takut HIV? Kecuali sejak awal married, istrinya udah tahu suaminya HIV atau sebaliknya. Lagipula jarang suami-istri pake kondom. Nggak nikmat katanya. Mending langsung-langsung aja tanpa “dibatasi” oleh karet. Makanya pake spiral atau suntik atau obat atau kalender (Lho! Kok ini jadi kampanye Keluarga Berencana seh?!).

Pindah jenis kelamin juga perbuatan dosa. Biar Dorce Gamalama udah mengkalim diri sebagai wanita, udah pergi haji dan bergelar Hajjah, tetap aja dia adalah lelaki. Nggak ada yang bisa mengelak status kelaminnya itu. Dia tetap bernama Ahmad Ashadi. Biar Titit-nya udah diganti jadi Vagina, payudaranya udah disumpal dengan silikon, tetap aja Dorce adalah lelaki. Jangan-jangan Titit-nya memang masih ada?

“Tapi kan dia udah punya suami?”

“Suaminya aja yang bego! Masa cowok kawinin cowok?! Kalo perkawinan itu tercatat di KUA, gw bisa bilang Kepala KUA-nya iku wong edan!”

“Tapi kan orang-orang panggil dia ‘Ibu’ bukan ‘Bapak’?”

“Orang-orang aja yang pada tolol. Harusnya panggil dia Abang!”

“Abang becak?”

“Kalo si Dorce punya Becak ya sok aja panggil Abang Becak!”

Friends, kalo elo saat ini berniat pindah kelamin, mending nggak usah deh. Tobat! Balik ke jalan yang benar. Udah nggak zaman lelaki jadi perempuan, atau perempuan jadi lelaki. Sekarang zamannya, lelaki kewanita-wanitaan. Tapi begitu kenal Perempuan, si laki-laki ini ereksi. Ujung-ujungnya, masih normalah. Atau wanita agak kelelaki-lelakian. Ini namanya Tomboy. Temennya Tomboy adalah Tom Riders atau Tom Tam Group. Apapun namanya, tetap wanita harus jadi wanita. Hanya orang-orang tolol yang suka dengan sesama pasangan jenis.

Yang terakhir dan nggak boleh terjadi adalah pindah-pindah agama. Bro, please deh jangan pernah pindah agama gara-gara tergoda dengan harta, tahta, dan wanita. Dijanjikan mobil mewah, asal mau pindah agama. Idih! Najis! Ditawari jabatan terhormat di sebuah perusahaan, asal pindah agama. Ya, amplop! Ngapain sih? Yang paling sering, gara-gara wanita cantik atau pria ganteng, kita jadi pindah agama.

Biar Sophia Latjuba suka sama gw dan mau married sama gw, nggak akan sudi gw pindah agama. Emang sih itu nggak mungkin terjadi. Begitu juga kalo Tamara Bleszynsky atau Luna Maya ngajakin gw kawin, tapi dengan syarat pindah agama. Wah, ke laut ajah mereka. Emang wanita cantik cuma Sophia, Tamara, atau Luna aja? Si Yati juga cantik. Kebetulan aja hidungnya pesek, jadi namanya Yati Pesek. Coba kalo Yati hidungnya mancung, pasti panggilannya Yati Mancung (ini apa hubungannya ya?). Trus, gara-gara Tora Sudiro ganteng dan macho, gw jadi bela-belain pindah agama. Wah, mohon maaf deh! Mending gw selingkuh sama monyet!

Agama tuh bukan untuk dibuat main-main, Bro! Agama bukan kayak bola, yang bisa pindah sana, pindah sini, digocek sana digocek sini, ditendang sana dan sini. Begitu elo lahir dan mengucapkan kalimat yang menyatakkan komitmen loe pada agama itu, seumur hidup kudu komit. Kalo sebelumnya elo biasa nyembah batu, ya jangan nyembah petromak lah. Petromak itu cuma khusus buat cari kodok atau cari belut. Kecuali.... (silahkan persepsikan sendiri!)

Supaya nggak jadi manusia pindah-pindah, makanya sering-seringlah menyanyi lagu Kla Project, supaya nggak pindah orangtua, pasangan, kelamin, maupun pindah agama.

Aku tak bisa pindah...pindah ke lain hati...

No comments: