Dimanakah tempat paling asyik berjumpa dengan setan? Buat penggemar Ziarah, kuburan menjadi tempat nongkrong yang paling asyik. Di kuburan, mereka akan bersuka cita dengan setan-setan yang katanya akan memberikan rezeki, kesehatan, umur panjang, jodoh, dan aneka permintaan manusia lainnya.
Kenapa Ziarah bisa ketemu setan? Kalo perkara cuma Nyekar ke kuburan orangtua, mungkin persoalan akan lain. Nyekar biasanya setahun sekali. Ya, sekedar kangen-kangenan sama orangtua. Sebenarnya dalam kamus agama gw, nggak diwajibkan Nyekar. Kalo mau mendoakan orangtua, nggak harus ke kuburan segala. Cukup selesai sholat, baca deh doa buat orangtua. Dijamin sampe ke Tuhan. Soalnya nggak ada yang korupsi doa. Lebih praktis dan ekonomis kan daripada harus ke kuburan?
Beda Nyekar sama Ziarah (ini menurut versi gw ya, Bro!), Ziarah lebih “dahsyat”. Yang didatangi ke kuburan bukan orangtuanya, tapi orang lain. Orang yang katanya semasa masih hidup punya ilmu tinggi. Yang kalo dipukul nggak bisa benjol. Yang kalo dibacok nggak bisa mengeluarkan darah, tapi mengeluarkan kentut. Yang kudu disucikan, daripada dikotori. Orang yang udah terkubur ini disembah-sembah sama para Peziarah (orang yang melakukan Ziarah). Mereka sok baca-baca cuplikan dari kitab suci Al-Qur’an sambil memegang tasbih. Kalo orang tolol melihat, pasti akan berkata: “Wow! Mereka ini luar biasa ya. Pasti orangnya sangat alim dan sangat bertakwa sama Tuhan yang Maha Esa”. Yang mereka lakukan itu namanya syirik! Ayo sama-sama kita teriak: “SYIRIIIIIIK!”
Beruntunglah Emak dan Babe gw nggak pernah ngajarin how to Ziarah. Beruntung juga istri keluarga gw nggak diwariskan nilai-nilai ancur dengan melakukan Ziarah. Kalo diwariskan, udah pasti gw akan mengajarkan ke anak-anak gw atau anak-anak gw mengajarkan ke anak-anaknya lagi tentang menyebah kuburan, berdoa di depan kuburan dengan mengucapkan doa-doa plus membawa tasbih. Yang lebih goblok lagi, gw bisa jadi diajarkan sholat di depan kuburan dan ditutup dengan doa minta apa pun via orang yang dikubur itu. Memang sih tergantung niat sih. Tapi kalo Nyekar ke kuburan orang lain, kira-kira niatnya apa ya kalo bukan karena melakukan sebuah kesyirikan?
Gw juga berpesan ke istri dan anak-anak gw, kalo nanti gw udah mati, nggak ditengokin di kuburan juga nggak masalah. Gw nggak merasa terhina atau minta dihormati dengan tidak hadirnya keluarga gw ke kuburan. Gw udah cukup senang, istri dan anak-anak gw mendoakan gw setelah sholat. Kalo mau sekedar melepas rindu, membersihkan makan gw supaya nggak kotor, ya silahkan aja sih. Prinsipnya, gw memang nggak mau menyusahkan keluarga gw. Mau datang ke kuburan silahkan, nggak datang nggak apa-apa. Better not lah! And please don't minta yang macam-macem dari kuburan gw, karena gw nggak akan ngasih apa-apa. Yang ngasih kita ya Tuhan kita.
“Oh Tuanku, tolonglah hambamu ini agar mendapatkan jodoh wanita yang cantik, seksi, kaya raya, rumahnya di Pondok Indah, mobilnya Hammer, dan punya bisnis berlian...” Itu kata-kata seorang Peziarah.
“Maruk amat,” itu kata salah seorang Peziarah lain yang berada di samping Peziarah yang tadi banyak mintanya. Sebut saja Peziarah A. Gara-gara dikomentari seperti itu, Peziarah A langsung ngomel ke Peziarah yang komentar itu (kita sebut Peziarah B).
“Syikirk, loe!”
“Lah, bukannya elo sekarang sedang melakukan hal syirik? Berdoa-doa di kuburan?” protes Peziarah B.
“Iya-ya,” Peziarah A baru sadar. “Jadi kita sama-sama syirik ya?”
“Ya-iyalah! Masa ya-iya dong?”
Mereka akhirnya berteman. Nggak saling syirik-syirikan lagi. Mereka sepakat lebih baik mensyiriki orang lain daripada mensyiriki diri mereka sendiri.
\
Di kuburan, kita memang bisa melakukan kesyirikan. Sebenarnya alam jiwa dan raga semua manusia (termasuk gw), memiliki bakat syirik. Nah, kalo kita ditanya lagi dimana tempat paling asyik berjumpa dengan setan, ya di dalam diri kita ini. Kita yang mengaku sebagai manusia beradab nan keren, memiliki potensi yang luar biasa buat berjumpa dengan setan. Ada hati yang berfungsi sebagai tombol yang setiap waktu akan mempertemukan sama setan.
“Jeng, tahu nggak si Ibu Anu? Dia itu baru beli kulkas 4 pintu, lho?” kata si Ibu A membuka pergosipan dengan Ibu B.
“Kok kayak mobil ya 4 pintu?” jawab Ibu B.
“Iya-ya kayak mobil,” pikir Ibu A ragu-ragu dengan gosip yang sebelumnya udah terlanjur dihembuskan. “Jangan-jangan saya salah lihat? Jangan-jangan memang mobil? Iya, mobil kali ya?”
Hati-hati dengan hati kita. Setiap kali mata kita melihat, setiap kali kuping kita mendengar, dan kemudian masuk ke hati kita, maka hati kita akan mempertanyakan ke arah mana elo akan memilih? Apakah hati elo akan ke arah syirik? Atau hati loe cuek bebek?
Kalo ke arah syirik, udah dipastikan hati loe akan langsung men-switch ke tombol negatif. Hati loe jadi nggak terima dengan tetangga yang beli kulkas 4 pintu. Nggak terima teman loe beli blackbarry rasa strawbarry. Nggak terima saudara loe bisa beli mobil BMW padahal kerjanya cuma di kantor LSM. Nggak terima melihat kenyataan Bos loe yang wajahnya jelek rupawan itu dapat istri cantik secantik Tamara Blezensky. Nggak terima orang di satu busway lagi chatting-chatting-an dengan menggunakan laptop mini buatan Kerawang. Dan nggak terima-nggak terima lainnya.
Melakukan kesyirikan bukan cuma soal siapa menyembah apa. Maksudnya, kalo di agama gw, menyembah selain Allah, itu namanya syirik. Menyama-nyamakan Tuhan dengan manusia apalagi binatang, itu syirik. Tuhan is Tuhan. Batu bukanlah Tuhan. Kayu juga bukan Tuhan. Gajah bukan Tuhan juga. Masa Tuhan ada belalainya? Gendut pula. Gw mah ogah punya Tuhan kayak gajah.
Kata orang syirik tanda nggak mampu. Statement ini bergulir ketika ada orang nggak mampu, melihat orang mampu membeli sesuatu yang lebih, yang harganya mahal. Oleh karena nggak punya uang dan nggak mampu punya sesuatu yang mahal itu, orang yang nggak mampu itu bergunjing, bergosip ria, membahas orang kaya itu. Misalnya orang kaya yang baru operasi plastik.
“Lihat deh hidung si Kokom mancung banget. Pasti doi dioperasi plastik di Haji Tjeje yang ada di Mangarai itu,” komentar si B yang nggak lain nggak bukan teman kantor si Kokom.
“Ah, masa Haji Tjeje mancungnya begitu?” kata si D.
“Memangnya mancungnya Haji Tjeje gimana?”
“Mancungnya Haji Tjeje ya kayak hidungnya Haji Tjeje lah yau...”
“Iya juga sih...”
Syirik memang sulit dilupakan oleh hati kita. Seringkali kita berharap dan berdoa agar syirik-syirik yang ada di hati segera meninggalkan diri. Namun sebagai manusia yang keturunan Monyet, kita seringkali lupa. Monyet aja lupa masa manusia nggak bisa lupa? Oleh karena itu, membunuh syirik yang udah menjadi bakat alami dalam diri kita ini, perlu nyali tersendiri. Nyali bahwa kita bisa membunuh. Kita bisa meneriakkan genderang perang.
“Hai pasukan syirik! Enyahlah kau dari hatiku dan hati-hati manusia! Please don’t come back again! If you come back, I’ll fight you! Till dead do us part!”
No comments:
Post a Comment